Posts

Mosaik Keindahan

Sabtu, 15 Desember 2018

Mosaik Keindahan

Baca: Lukas 1:46-55

1:46 Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan,

1:47 dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,

1:48 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,

1:49 karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.

1:50 Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.

1:51 Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya;

1:52 Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah;

1:53 Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa;

1:54 Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya,

1:55 seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.”

Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku. —Lukas 1:46-47

Mosaik Keindahan

Tatkala duduk di halaman Gereja Visitasi di Ein Karem, Israel, saya sangat tergugah oleh keelokan enam puluh tujuh mosaik bertuliskan perkataan dari Lukas 1:46-55 dalam berbagai bahasa. Bagian Alkitab tersebut umumnya dikenal sebagai Magnificat, bahasa Latin yang artinya “memuliakan”, dan merupakan ungkapan sukacita Maria menanggapi berita bahwa ia akan menjadi ibu dari Sang Mesias.

Setiap plakat berisi pujian Maria tersebut, termasuk: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, . . . karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku” (ay.46-49). Nyanyian Alkitab yang terukir pada potongan mosaik itu adalah lagu pujian Maria yang menceritakan kesetiaan Allah kepadanya dan kepada bangsa Israel.

Setelah menerima anugerah Allah, Maria bersyukur dan bersukaria karena keselamatannya (ay.47). Ia mengakui bahwa rahmat Tuhan telah diberikan kepada bangsa Israel turun-temurun (ay.50). Sembari mengingat kembali pemeliharaan Allah bagi bangsa Israel, Maria memuji Allah atas perbuatan tangan-Nya yang penuh kuasa bagi umat-Nya (ay.51). Ia juga bersyukur kepada Allah, karena menyadari bahwa pemeliharaan yang ia alami setiap hari itu berasal dari Tuhan (ay.53).

Maria menunjukkan bahwa mengingat-ingat perbuatan besar Allah bagi kita adalah satu cara untuk mengungkapkan pujian dan dapat membuat kita bersukacita. Pada masa Natal ini, ingatlah kebaikan Allah yang telah dialami sepanjang tahun. Keping-keping kenangan itu akan menghasilkan bagimu mosaik pujian yang sangat indah. —Lisa Samra

Bapa, kami memuji-Mu atas perbuatan-perbuatan-Mu yang besar dalam kehidupan kami tahun ini. Kami bersukacita atas rahmat dan pemeliharaan-Mu atas kami.

Buatlah daftar berkat Allah tahun ini dan renungkanlah dalam keheningan. Lalu, ceritakanlah kebaikan-Nya kepada seseorang.

Bacaan Alkitab Setahun: Amos 1-3; Wahyu 6

Aku Bersyukur untuk Dirimu!

Senin, 3 Desember 2018

Aku Bersyukur untuk Dirimu!

Baca: Mazmur 100

100:1 Mazmur untuk korban syukur. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi!

100:2 Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!

100:3 Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.

100:4 Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!

100:5 Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.

Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur. —Mazmur 100:4

Aku Bersyukur untuk Dirimu!

Sewaktu merawat ibu saya di rumah perawatan bagi para penderita kanker, saya berkenalan dengan Lori, pengasuh lain yang tinggal bersama suaminya, Frank, di lorong yang sama dengan kami. Saya biasa mengobrol, bercanda, mencurahkan isi hati, menangis, dan berdoa bersama Lori di ruang duduk. Kami sangat senang dapat mendukung satu sama lain selagi kami merawat anggota keluarga terkasih kami masing-masing.

Suatu hari, saya pernah ketinggalan bus antar-jemput gratis yang mengantar warga ke pusat perbelanjaan. Lori pun menawarkan tumpangannya malam itu. Dengan air mata haru, saya pun menerima tawarannya. Saya mengucapkan kepadanya, “Aku bersyukur untuk dirimu.” Saya sungguh menghargai Lori karena dirinya, bukan semata karena bantuannya.

Mazmur 100 menunjukkan penghargaan kepada Allah untuk diri-Nya, bukan sekadar karena perbuatan-Nya. Pemazmur mengundang “seluruh bumi” (ay.1), “Beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita” (ay.2), sebab kita yakin “bahwa Tuhanlah Allah” (ay.3). Sang Pencipta mengundang kita ke hadirat-Nya untuk bersyukur kepada-Nya dan memuji nama-Nya (ay.4). Ya, Tuhan memang layak menerima ucapan syukur kita terus-menerus karena Dia “baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun” (ay.5).

Allah senantiasa merupakan Pencipta dan Pemelihara alam semesta sekaligus Bapa kita yang penuh kasih. Dia layak menerima ucapan syukur yang tulus dan penuh sukacita dari kita. —Xochitl Dixon

Tuhan, aku bersyukur untuk diri-Mu!

Kepada siapa bisa kamu bagikan kasih Allah hari ini?

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 45-46; 1 Yohanes 2

Bersyukur Memuliakan Allah

Jumat, 30 November 2018

Bersyukur Memuliakan Allah

Baca: Mazmur 50:8-15

50:8 Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku?

50:9 Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu,

50:10 sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung.

50:11 Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku.

50:12 Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya.

50:13 Daging lembu jantankah Aku makan, atau darah kambing jantankah Aku minum?

50:14 Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!

50:15 Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku.” Sela

Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku. —Mazmur 50:15

Bersyukur Memuliakan Allah

Dokter tidak mengerutkan keningnya, meskipun ia sedang berbicara dengan suami saya tentang hasil diagnosis kankernya yang baru keluar. Sambil tersenyum, dokter memberikan saran: awalilah setiap hari dengan bersyukur. “Setidaknya untuk tiga hal,” kata dokter itu. Suami saya, Dan, setuju karena ia tahu bahwa ucapan syukur membuka hati kita untuk dikuatkan dalam kebaikan Allah. Jadi, Dan mengawali setiap harinya dengan kata-kata pujian. Allah, terima kasih untuk tidur malam yang nyenyak, tempat tidur yang bersih, sinar matahari, sarapan yang terhidang, dan bibir yang masih bisa tersenyum.

Setiap kata tersebut diucapkannya dengan tulus. Namun, tidakkah itu terdengar sepele? Apakah pujian kita untuk hal-hal kecil dalam hidup ini ada artinya bagi Allah yang Mahakuasa? Dalam Mazmur 50, Asaf, pemimpin pujian di kerajaan Daud, memberikan jawaban yang jelas. Allah tidak memerlukan lembu atau kambing jantan dari kandang kita (ay.9). Alih-alih mempersembahkan korban syukur secara formal seperti yang dilakukan bangsa Israel, Allah rindu umat-Nya memberikan hati dan hidup mereka dengan ucapan syukur kepada Dia (ay.14,23).

Seperti yang dialami suami saya, ucapan syukur yang tulus akan membangkitkan semangat kita. Kemudian, saat kita berseru kepada Tuhan “pada waktu kesesakan,” Dia akan “meluputkan” kita (ay.15). Apakah ini berarti Dan akan disembuhkan, secara rohani dan jasmani, selama dua tahun perawatannya? Atau tidak disembuhkan pada masa hidupnya sekarang? Kami tidak tahu. Namun, untuk saat ini, Dan senang menunjukkan kepada Allah betapa ia bersyukur atas kasih-Nya dan atas keberadaan-Nya: Dialah Penebus. Penyembuh. Sahabat. Tuhan senang mendengar kata-kata indah ini: Terima kasih. —Patricia Raybon

Ucapan syukurku diterima-Nya dengan sukacita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 37-39; 2 Petrus 2

Yang Aku Lakukan dan Doakan di Hari Ulang Tahunku yang Ke-22

Oleh Jefferson, Singapura

Aku biasanya mengikuti kebaktian pagi karena pada sore harinya aku melayani sebagai guru di sekolah Minggu gerejaku. Namun, menjelang hari ulang tahunku yang ke-22 baru-baru ini, yang kebetulan jatuh pada hari Minggu, aku memutuskan untuk mengambil rehat dari kebiasaanku itu. Pada malam sebelumnya, aku meminta izin kepada pengurus sekolah Minggu untuk tidak melayani besoknya supaya aku bisa beribadah di kebaktian sore.

Ada beberapa alasan di balik keputusan ini, tetapi yang terutama adalah supaya aku dapat melakukan sebuah kebiasaan lain yang telah kuabaikan selama beberapa waktu: menulis jurnal. Kebiasaan ini kumulai sejak sekitar 8 tahun yang lalu. Pada awalnya, aku hanya mencatat pengalaman-pengalaman yang kurasa penting, bermakna, atau mengesankan. Frekuensinya sendiri bervariasi; kadang aku bisa menulis jurnal setiap malam, beberapa hari sekali, atau bahkan beberapa minggu sekali. Seiring berjalannya waktu, aku mulai melihat manfaat dari menulis jurnal, apalagi dalam masa-masa awal aku menjadi orang Kristen. Pertama-tama, secara praktis, menulis jurnal melatih kemampuanku menulis lewat menceritakan ulang suatu peristiwa yang terjadi dan merenungkan pemikiran atau responsku terhadap suatu topik. Yang kedua, jurnal mencatat berbagai kejadian penting (milestones) di mana aku melihat pertumbuhanku sendiri sebagai murid Kristus. Yang terakhir dan terpenting, lewat entri-entri jurnalku, aku dapat melihat dengan jelas penyertaan Tuhan yang selalu hadir dalam setiap pasang surut kehidupanku.

Kalau menulis jurnal sebegitu bermanfaatnya buatku, mengapa aku mengabaikannya selama ini? Pada tahun 2016, aku mengerjakan sebuah proyek pribadi yang cukup ambisius, di mana aku menulis satu kalimat yang merangkum apa yang terjadi pada satu hari setiap harinya selama setahun penuh. Ke-366 kalimat ini kemudian kusatukan menjadi sebuah puisi yang menceritakan hidupku dari usia 19 menuju 20 tahun. Aku memang menduga akan merasa kelelahan setelah menyelesaikan proyek itu, tapi aku tidak menyangka akan menjadi semalas dan seenggan ini untuk menulis jurnal dengan rutin. Di tengah-tengah kesibukan kuliah dan pelayanan yang ada, aku hanya menyempatkan diri untuk menulis jurnal beberapa minggu sekali, yang kemudian menjadi beberapa bulan sekali.

Ketidakkonsistenanku menulis jurnal berlangsung sejak akhir tahun 2016 hingga bulan Oktober yang lalu. Padahal, di masa itu aku merasa perlu menumpahkan isi hatiku yang meluap-luap lewat tulisan tanganku sendiri. Setelah setahun lebih melamar kerja dan kira-kira 3 bulan sejak aku lulus dari universitas, Tuhan akhirnya memberikan pekerjaan kepadaku. Masa-masa menunggu pekerjaan ini sendiri diwarnai dengan berbagai kejadian, mulai dari yang berwarna cerah seperti mulainya aku memimpin sebuah Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) di gereja sejak bulan Agustus sampai yang berwarna gelap di mana aku merasakan tekanan dari berbagai pihak, terutama orang tua, untuk segera mendapatkan pekerjaan. Rasanya sayang kalau seluruh peristiwa dalam beberapa bulan ke belakang tidak diabadikan dalam sebuah entri di jurnal yang telah lama tidak kubuka dan kutulis.

Maka di pagi hari 11 November 2018, setelah bangun lebih siang, membaca Alkitab, dan mandi, aku melepaskan ikatan tali yang membendel jurnal kulit tiruan berwarna cokelat yang agak berdebu dan membuka halaman tertulis terakhirnya. Entri terakhir bertanggal hampir setengah tahun yang lalu, tapi aku merasa sudah berabad-abad berlalu sejak aku terakhir menulis di jurnal.

Pena di tangan tidak langsung mengeluarkan tinta karena aku kesulitan merangkai kata-kata yang tepat untuk mengartikulasikan apa yang ada dalam benakku. Setelah bergumul selama sekitar lima belas menit untuk menyelesaikan dua paragraf pertama, kalimat-kalimat berikutnya kutulis tanpa hambatan yang berarti. Aku mengingat kembali kejadian-kejadian selama beberapa bulan ke belakang, menceritakan ulang dan mengomentari setiap detail yang menarik perhatian dan perasaanku. Hasilnya adalah ikhtisar dan perenungan dari pengalaman-pengalaman yang kualami selama beberapa bulan terakhir ini sepanjang 1,5 halaman A5.

Aku tidak bisa mengutip semua tulisanku di sini karena pasti akan kelewat panjang. Tetapi, secara singkat, selama hampir setengah tahun ke belakang (dan, kalau ditarik lebih jauh, sejak ulang tahunku yang ke-21), aku dapat melihat kuasa Roh Kudus yang nyata bekerja mengubahkanku semakin serupa dengan Tuhan Yesus Kristus terutama dari segi karakter, sebuah aspek kehidupan yang dari dulu kugumulkan karena kepribadianku yang koleris. Aku merasa jadi lebih sabar dan pengertian dalam berelasi dengan sesamaku. Selain itu, aku juga mengucap syukur atas anugerah Tuhan yang memimpinku untuk bisa lulus kuliah, memberikanku beberapa saudara/i di gereja untuk kumuridkan, dan menyertaiku selama masa-masa penantian hingga akhirnya mendapatkan pekerjaan.

Entri ini, seperti yang mungkin kamu tebak dari judul tulisan ini, berpuncak pada doa yang kutulis untuk Tuhan dari lubuk hatiku yang paling dalam. Doa inilah yang ingin kubagikan denganmu. Aku mengamati bahwa ketika seseorang berulang tahun, kebanyakan orang akan mengucapkan selamat, beberapa akan menanyakan pokok doanya, dan hanya sedikit yang akan berdoa bersamanya. Tuhan Yesus memberkatiku dengan banyak sahabat yang melakukan tindakan ketiga ini di ulang tahun teman-teman kami dan ulang tahunku. Melalui kesempatan berdoa bersama-sama dengan orang yang baru berulang tahun, aku mendapat wawasan tentang bagaimana orang Kristen seharusnya berdoa yang membantuku dalam kehidupan doaku sendiri.

Aku ingin membagikan berkat ini dengan kamu yang membaca doaku di bawah, sehingga kamu dapat semakin mendambakan kehadiran dan sukacita dari Tuhan dalam kehidupan doamu juga.

Tuhan, Bapaku di surga, sudah 22 tahun sejak Engkau menempatkanku di dunia ini. Butuh 14 tahun dan 356 hari bagiku untuk pada akhirnya menerima-Mu sebagai Tuhan dan Juruselamatku pribadi, sementara Engkau terus menopang hidupku di hari-hari penuh dosa dan pemberontakanku terhadap-Mu.

Hari ini tepat 7 tahun dan 9 hari aku telah melihat kasih-Mu terus dicurahkan atas hidupku hari lepas hari, walaupun sejak pertobatanku aku masih terus melakukan dosa dan pelanggaran yang tidak terhitung jumlahnya, tidak hidup dengan diri-Mu sebagai Tuhanku, melainkan aku sebagai Tuhan atas diriku sendiri. Tetapi Engkau terus mengingatkanku akan pengorbanan dan karya keselamatan-Mu yang menghapus segala dosaku, baik di masa lalu maupun yang akan datang, pada hari-hari di mana mereka membebaniku dengan rasa bersalah yang teramat besar. Terima kasih atas kebenaran-Mu yang membebaskan dan memampukanku untuk hidup untuk mengasihi-Mu, melayani-Mu, dan memuliakan-Mu lewat kasih dan pelayananku terhadap sesama.

Lewat perenungan tadi, Engkau memampukanku untuk melihat kasih anugerah dan kemurahan-Mu dengan lebih jelas lagi, sesuatu yang sudah lama tidak bisa kulakukan belakangan ini. Oleh karena itu, pada hari di mana Engkau memimpinku memasuki umur yang ke-22, aku memohon supaya aku dapat hidup semakin menyerupai Kristus. Aku berdoa supaya aku dapat melihat kemuliaan-Mu dengan semakin jelas lagi sehingga kasih-Mu dapat memenuhiku dengan melimpah dan menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarku. Tuhan, berikan aku kesediaan hati untuk mengasihi seperti Engkau mengasihiku, untuk peduli terhadap kebutuhan orang lain, tanpa mengharapkan balasan apapun, karena aku telah pertama-tama memiliki segala sesuatu yang kuharapkan dan kudambakan dalam Pribadi Yesus Kristus yang mengasihiku dan memberikan nyawa-Nya untukku. Dan di hari-hari ke depan, ketika aku berjalan menyimpang dari jalan-Mu, tolong bukakan mataku terhadap kesalahan-kesalahanku dan berikan aku kekuatan untuk kembali berjalan mengikuti tuntunan-Mu.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada hari esok, ya Tuhan, tapi Engkau mengetahuinya: berkat-berkat apa saja yang akan kudapatkan selama tiga tahun menyelesaikan ikatan kerja, pekerjaan seperti apa yang Engkau akan panggil aku untuk lakukan setelahnya, orang-orang yang akan kutemui, wanita yang akan kunikahi, di mana aku akan tinggal, dan perubahan-perubahan serta pertumbuhan seperti apa yang akan kualami dengan segala macam konflik dan penderitaan dan pergumulan yang harus kulewati untuk mencapainya; dengan kata lain, masa depan yang akan kuhadapi. Oleh karena itu, aku meminta supaya Engkau terus menyadarkanku atas hadirat-Mu dalam waktu-waktuku ke depan dan memberikanku iman untuk hidup dengan diri-Mu sebagai pengharapan dan Tuhanku. Tolonglah aku untuk terus merasakan sukacita-Mu sehingga aku dapat terus berjalan dengan setia dalam hadirat-Mu sepanjang sisa hariku.

Di sini aku berdiri, Bapa; Engkau adalah saksiku dan Kebenaran, kepada siapa segala kemuliaan adalah milik-Mu.

Dalam nama Kristus yang agung aku menyerahkan segalanya ke dalam tangan-Mu, dengan keyakinan dan dalam pengharapan akan kemuliaan, kasih anugerah, dan sukacita-Mu.

Allah Roh Kudus, lengkapi dan sempurnakan doa yang jauh dari sempurna ini sesuai kehendak-Mu.

Amin.

Semoga Allah memakai doa yang kunaikkan pada ulang tahunku yang ke-22 ini untuk membawamu lebih dekat kepada-Nya dalam doa-doamu sendiri.

Soli Deo gloria.

Baca Juga:

4 Pergumulan yang Mungkin Dihadapi oleh Pendeta Gerejamu Lebih Daripada yang Kamu Pikirkan

Di balik keadaan pendeta di gereja kita yang tampaknya “baik-baik saja”, bisa saja terdapat pergumulan yang mereka hadapi. Kadang, pergumulan itu malah lebih daripada yang ada dalam pikiran kita.

Senantiasa Mengucap Syukur

Senin, 29 Oktober 2018

Senantiasa Mengucap Syukur

Baca: Bilangan 11:1-11

11:1 Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan TUHAN tentang nasib buruk mereka, dan ketika TUHAN mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api TUHAN di antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan.

11:2 Lalu berteriaklah bangsa itu kepada Musa, dan Musa berdoa kepada TUHAN; maka padamlah api itu.

11:3 Sebab itu orang menamai tempat itu Tabera, karena telah menyala api TUHAN di antara mereka.

11:4 Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus; dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: “Siapakah yang akan memberi kita makan daging?

11:5 Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih.

11:6 Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat.”

11:7 Adapun manna itu seperti ketumbar dan kelihatannya seperti damar bedolah.

11:8 Bangsa itu berlari kian ke mari untuk memungutnya, lalu menggilingnya dengan batu kilangan atau menumbuknya dalam lumpang. Mereka memasaknya dalam periuk dan membuatnya menjadi roti bundar; rasanya seperti rasa panganan yang digoreng.

11:9 Dan apabila embun turun di tempat perkemahan pada waktu malam, maka turunlah juga manna di situ.

11:10 Ketika Musa mendengar bangsa itu, yaitu orang-orang dari setiap kaum, menangis di depan pintu kemahnya, bangkitlah murka TUHAN dengan sangat, dan hal itu dipandang jahat oleh Musa.

11:11 Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN: “Mengapa Kauperlakukan hamba-Mu ini dengan buruk dan mengapa aku tidak mendapat kasih karunia di mata-Mu, sehingga Engkau membebankan kepadaku tanggung jawab atas seluruh bangsa ini?

Apakah semua ikan di laut cukup untuk memberi makan kepada mereka? —Bilangan 11:22 BIS

Senantiasa Mengucap Syukur

Tahun-tahun yang melelahkan akibat penyakit kronis dan rasa frustrasi terhadap ruang gerak saya yang terbatas akhirnya memuncak. Ketidakpuasan yang saya rasakan membuat saya sering menuntut dan sulit mengucap syukur. Saya mulai mengeluh tentang perawatan yang diberikan suami. Saya mengomel tentang cara suami saya membersihkan rumah. Walaupun ia adalah koki terbaik yang pernah saya kenal, masih saja saya menggerutu tentang kurangnya variasi menu makanan kami. Ketika akhirnya ia mengatakan bahwa keluh-kesah saya melukai perasaannya, saya malah menjadi jengkel. Pikir saya, mana mungkin ia tahu apa yang saya alami? Namun akhirnya, Allah menolong saya untuk melihat segala kesalahan yang saya lakukan, dan saya pun meminta pengampunan dari suami dan Tuhan.

Harapan kita akan situasi yang berbeda dapat membuat kita berkeluh-kesah, bahkan menjadikan kita terlalu berpusat pada diri sendiri yang mengakibatkan hubungan kita dengan orang lain menjadi rusak. Bangsa Israel tidak asing lagi dengan masalah itu. Tampaknya mereka tidak pernah merasa puas dan selalu mengeluhkan pemeliharaan Allah (Kel. 17:1-3). Meskipun Tuhan memelihara umat-Nya di padang gurun dengan memberi mereka “hujan roti” dari langit (16:4), mereka mulai mendambakan makanan lain (Bil. 11:4). Alih-alih bersukacita atas mukjizat dari Allah yang diterima dari hari ke hari, bangsa Israel menghendaki yang lebih banyak, yang lebih baik, yang berbeda, atau bahkan yang dahulu pernah mereka miliki (ay.4-6). Bangsa Israel menumpahkan rasa frustrasi mereka kepada Musa (ay.10-14).

Mempercayai kebaikan dan kesetiaan Allah dapat menolong kita untuk senantiasa belajar mengucap syukur. Hari ini, marilah kita bersyukur kepada Allah atas segala bentuk pemeliharaan-Nya yang tak terhingga banyaknya atas kita. —Xochitl Dixon

Pujian syukur memuaskan jiwa kita dan menyenangkan hati Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 18-19; 2 Timotius 3

Pencipta yang Menakjubkan

Minggu, 19 Agustus 2018

Pencipta yang Menakjubkan

Baca: Mazmur 104:24-34

104:24 Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu.

104:25 Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, di situ bergerak, tidak terbilang banyaknya, binatang-binatang yang kecil dan besar.

104:26 Di situ kapal-kapal berlayar dan Lewiatan yang telah Kaubentuk untuk bermain dengannya.

104:27 Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya.

104:28 Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tangan-Mu, mereka kenyang oleh kebaikan.

104:29 Apabila Engkau menyembunyikan wajah-Mu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu.

104:30 Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi.

104:31 Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!

104:32 Dia yang memandang bumi sehingga bergentar, yang menyentuh gunung-gunung sehingga berasap.

104:33 Aku hendak menyanyi bagi TUHAN selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada.

104:34 Biarlah renunganku manis kedengaran kepada-Nya! Aku hendak bersukacita karena TUHAN.

Betapa banyak perbuatan-Mu, ya Tuhan, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu. —Mazmur 104:24

Pencipta yang Menakjubkan

Sebagai fotografer amatir, saya suka sekali memotret potongan-potongan dari alam ciptaan Allah dengan kamera saya. Saya bisa melihat karya tangan-Nya pada kelopak bunga yang indah, pada pancaran sinar matahari yang terbit dan terbenam, serta pada kanvas langit yang dilukis oleh awan dan bintang yang bertebaran.

Fitur zoom (memperbesar) pada kamera saya membuat saya dapat memotret makhluk hidup ciptaan Tuhan lainnya. Saya pernah memotret seekor tupai yang mencicit di pohon ceri yang sedang mekar, kupu-kupu berwarna-warni yang berpindah dari satu bunga mekar ke bunga mekar lainnya, dan kura-kura laut yang berjemur di pantai berbatu. Setiap potret yang unik itu mendorong saya untuk memuji Allah, Pencipta saya yang menakjubkan.

Saya bukanlah orang pertama dari umat Allah yang memuji-Nya sembari mengagumi karya ciptaan-Nya yang unik. Penulis Mazmur 104 bernyanyi tentang banyaknya karya seni Allah di alam (ay.24). Dia melihat “laut itu, besar dan luas wilayahnya, di situ bergerak, tidak terbilang banyaknya, binatang-binatang yang kecil dan besar” (ay.25) dan bersukacita dalam Allah yang memelihara secara teratur dan sempurna setiap karya agung-Nya (ay.27-31). Ketika melihat sekelilingnya dan memperhatikan keagungan dari makhluk-mahkluk yang dihidupkan oleh Allah, hati pemazmur meluap dengan pujian, “Aku hendak menyanyi bagi Tuhan selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada” (ay.33).

Ketika merenungkan ajaib dan luasnya karya Tuhan, kita dapat melihat jelas rancangan-Nya yang kreatif dan perhatian-Nya pada hal-hal terkecil. Seperti pemazmur, kita dapat memuji Pencipta kita dengan nyanyian syukur atas kedahsyatan-Nya, keagungan-Nya, dan kasih-Nya yang tak pernah berubah. Haleluya! —Xochitl Dixon

Karya Allah sangat menakjubkan, demikian pula diri-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 103-104; 1 Korintus 2

Teguran dari Tuhan Saat Aku Bertemu Temanku yang Pernah Sakit Kanker

Oleh Anne Grace, Medan

Beberapa bulan lalu aku dan teman-temanku sedang berada di kantin. Buat kami, kantin adalah tempat yang menyenangkan. Sembari menunggu mata kuliah selanjutnya, kami bisa saling bercanda sambil internetan, apalagi di sana ada fasilitas wifi.

Suatu ketika, dua orang lelaki melintas di depan kami. Salah satu dari mereka menarik perhatian kami.

“Astaga, lihat tuh botak. Lucu ya,” celetuk temanku.

“Haha, dia kok pede ya?” sambung yang lain.

Aku menanggapi teman-temanku dengan tersenyum. Aku tidak mengenal siapa lelaki botak itu, dan kupikir dia berpenampilan seperti itu karena dia sedang mengikuti tes masuk kerja.

Peristiwa itu pun berlalu. Sampai suatu ketika, aku menemui seorang teman dekatku di pojokan kampus. Rupanya saat itu temanku itu tidak sendiri, lelaki botak yang dulu kulihat dari kantin ada bersamanya. Tapi, kali ini lelaki itu sudah tidak botak lagi. Temanku berkata kepadanya, “Rambutmu sekarang udah panjang aja ya.”

Aku langsung menatap ke arah lelaki yang tak lagi botak itu. “Hah? Memangnya waktu itu sengaja dibotakin ya?”

“Aku baru sembuh dari kanker,” jawabnya perlahan.

Tiba-tiba aku merinding dan penasaran. “Kanker? Kok bisa? Serius? Eh cerita dong,” tanyaku dengan nada tinggi sehingga membuatnya enggan bercerita. Aku merendahkan nada suaraku dan mencoba memberikan pertanyaan dengan lebih lembut. Dia pun akhirnya bersedia menceritakan pengalamannya.

Suatu ketika dia merasa ada yang tidak beres dengan mulutnya. Ada gigi yang busuk dan gusi yang membengkak. Dia pikir itu hanya sakit biasa yang akan segera sembuh. Tapi, keadaan makin memburuk hingga akhirnya dia dan orang tuanya memeriksakan diri ke rumah sakit. Setelah mengikuti serangkaian pemeriksaan, dokter mendiagnosis bahwa dia terkena kanker kelenjar getah bening. Awalnya dia tidak percaya. Dia berusaha mengelak dari kenyataan ini. Tapi, ayahnya menyadarkannya bahwa penyakit kankernya itu bisa saja merenggut nyawanya dan sesegera mungkin dia harus menjalani perawatan. Saat itu kedua orang tuanya menangis. Mereka tidak menyangka bahwa anaknya bisa terkena penyakit ini, padahal tidak ada riwayat kanker dalam keluarga mereka.

Kedua orang tuanya kemudian membawanya berobat ke luar negeri. Dokter mengatakan kankernya sudah memasuki stadium dua, namun masih ada peluang sembuh asalkan mengikuti semua perintah dan ketentuan dari dokter. Dia harus dikemoterapi. Rasa takut pun memenuhinya, apalagi setelah mendengar cerita dari orang-orang yang berkata kemoterapi itu adalah proses yang menyakitkan. Efek samping yang ditimbulkannya pada pasien bisa berupa rasa sakit, mual, dan pusing yang luar biasa.

Namun saat itu dia merenung. Di satu sisi dia sangat ketakutan. Tapi, di sisi lainnya dia tidak tahan melihat orang tuanya yang bersedih karena penyakitnya. Dia pun akhirnya belajar untuk menyerahkan apa yang akan terjadi kepada tangan Tuhan seraya memohon supaya Tuhan memberinya kekuatan untuk menjalani proses kemoterapi itu.

Proses kemoterapi pun dimulai. Kedua orang tuanya tak pernah berhenti memberinya dorongan, semangat, dan doa. Hingga singkat cerita, melalui proses pengobatan itu, Tuhan memberinya kesembuhan. Dokter menyatakan dia sembuh dan sekarang rambut-rambut kecil mulai tumbuh di kepalanya.

Aku membayangkan bagaimana rasanya menanggung penyakit itu, apalagi di usia yang masih muda. Aku pun bertanya bagaimana responsnya ketika dia divonis terkena kanker.

“Saat itu aku cuma bisa pasrah. Yah kalau memang waktunya dari Tuhan, mau bilang apa,” tuturnya.

Dia pun melanjutkan bahwa sekarang dia bersyukur buat kesempatan yang Tuhan berikan padanya karena tidak banyak orang yang seberuntung dirinya, yang bisa sembuh dari penyakit mematikan ini. Saat ini dia belajar untuk menggunakan hari-harinya sebaik mungkin selagi masih diberi kesempatan untuk hidup dan berbakti kepada orang tua.

Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu membuat batinku terguncang. Aku diam membisu. Aku merasa apa yang baru saja kudengar itu seperti sebuah kisah novel yang nyata. Aku malu tatkala mendengar bahwa dia masih bisa bersyukur untuk beban berat yang dia alami. Aku merasa ditegur hebat.

Mungkin aku harus mengatakan bahwa aku adalah orang yang bebal di mata Tuhan. Seringkali aku menuntut supaya kehendakku saja yang harus dituruti. Aku kehilangan ayahku saat aku masih kecil, dan sejak saat itu tertanam pemikiran di hatiku bahwa aku bukanlah anak yang beruntung. Aku selalu merasa iri hati saat aku bertemu dengan orang lain yang hidupnya tampak sempurna di mataku. Aku pun merasa Tuhan tidak mengasihiku.

Hingga akhirnya, melalui pertemuanku dengan seorang mantan penderita kanker, aku merasa Tuhan seperti berbicara langsung kepadaku. Aku disadarkan bahwa selama ini aku tidak pernah ingat untuk bersyukur. Aku jadi teringat kata-kata yang guru agamaku ucapkan waktu aku SMA dulu:

“Kalau kamu ingin bahagia, jadilah orang yang bersyukur. Bersyukurlah untuk setiap hal kecil dalam hidupmu. Ketika kamu baru mulai membuka mata, mintalah hati yang bersyukur, mintalah dengan hati yang tulus bukan untuk kesenanganmu semata.”

Aku menangis, namun aku merasa lega karena Tuhan menyadarkanku apa yang salah dalam diriku. Sejak saat itu, aku belajar berdoa dan selalu menyempatkan diri untuk mengucap syukur terlebih dulu kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan mengisi ruang kosong dalam hatiku.

Memang kehidupanku saat ini tidak pernah lepas dari masalah dan mungkin juga beban hidup akan bertambah berat. Tapi, aku percaya bahwa Tuhan tidak pernah mengizinkan masalah terjadi di luar kemampuan hamba-Nya. Dan yang pasti, Tuhan berjanji akan selalu mendampingi melewati setiap masalah yang ada. Aku bersyukur bahwa Tuhan selalu mengajariku dengan cara-Nya yang tak terduga. Sekarang, aku tidak lagi memandang masalah-masalahku sebagai sesuatu yang teramat besar. Masalahku hanyalah hal kecil jika dibandingkan dengan Tuhanku yang Mahabesar. Alih-alih khawatir akan masalah, aku sadar inilah waktunya untukku bersyukur dan memuji Tuhan.

“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristu Yesus bagi kamu” (1 Tesalonika 5:18).

Baca Juga:

3 Hal yang Harus Orang Kristen Lakukan di Media Sosial

Bagaimana kita menjaga karakter Kristen dan kesaksian kita di dalam dunia maya, terutama saat kita merasa tidak setuju? Inilah tiga hal yang bisa membantu kita.

Doaku untuk Hari Ulang Tahunku

Oleh Lidya Corry Tampubolon, Jakarta

Kepada Allah pencipta semesta,

Kepada Allah pemilik hidup dan pelayananku,

Kepada Allah sumber rahmat dan kasih karunia,

Aku bersyukur untuk satu tahun lagi yang Kau tambahkan dalam masa hidupku. Tentu satu tahun dalam kesementaraan ini tidak sebanding dengan kekekalan yang Kau sediakan nanti. Tapi bagaimana pun, aku bersyukur untuk kefanaan yang di dalamnya aku menikmati anugerah demi anugerah.

Tuhan, ampuni aku untuk detik demi detik yang aku habiskan untuk berbuat dosa. Aku tahu kalau aku sungguh tidak tahu diri. Setelah semua yang Engkau lakukan bagiku, aku masih tetap berkutat dalam dosa-dosaku, seperti Rasul Paulus yang berseru, “Aku manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” Namun aku bersyukur, seruan Paulus tak berhenti di situ. Ia meneruskannya dengan ucapan syukur, “Syukur kepada Allah! Oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (Roma 7:24-25). Aku bersyukur untuk karya penebusan-Mu, dan tidak akan pernah berhenti bersyukur untuk hal itu.

Tuhan, ketika aku melihat hidupku, aku menemukan waktu-waktu di mana tangan-Mu terasa tidak lagi menggenggam tanganku.

Aku menemukan waktu di mana aku mempertanyakan kehadiran dan penyertaan-Mu.

Aku menemukan waktu di mana kekhawatiran dan ketakutan menguasaiku.

Namun aku bersyukur, meskipun aku berada dalam kekelaman dan merasa sendirian, sesungguhnya Engkau tidak pernah meninggalkanku. Firman-Mu menopang dan membangkitkanku. Engkau memberiku kekuatan dan penghiburan hingga akhirnya aku sadar bahwa aku tidak pernah sendiri. Engkau senantiasa hadir, berjalan bersamaku dalam keheningan melalui lembah kekelaman.

“Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela” (Mazmur 84:12). Izinkanlah aku, seumur hidupku, mengingat dan berpegang pada janji-Mu itu ya Allah.

Tuhan, aku tidak tahu bagaimana hari depan akan membawaku. Mungkin besok langit akan menjadi gelap dan perjalanan akan menjadi berat. Ada banyak hal di masa mendatang yang tidak bisa aku mengerti, tapi aku tahu siapa yang memegang hari esok, dan Engkau jugalah yang memegang tanganku.

Terima kasih Tuhan untuk 24 tahun yang Kau percayakan kepadaku. Aku tidak tahu berapa tahun lagi yang Kau sediakan bagiku, tapi biarlah Tuhan sampai akhirnya nanti, Kau temukan aku tetap setia.

Di dalam nama Yesus Kristus, Anak Allah yang hidup, aku berdoa dan mengucap syukur.

Amin.

Baca Juga:

Masa Depanmu Tidak Ditentukan oleh Keadaanmu

Banyak orang percaya bahwa untuk mencapai kesuksesan, seseorang harus lebih unggul sebelum pertandingan dimulai. Artinya, peluangmu untuk “sukses” itu ditentukan oleh latar belakang keluargamu. Tapi, bagaimana jika latar belakang keluargamu jauh dari unggul?

Berdoa

Senin, 25 Juni 2018

Berdoa

Baca: Kolose 3:12-17

3:12 Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.

3:13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

3:15 Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.

3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.

3:17 Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.

Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita. —Kolose 3:17

Berdoa

Selama bertahun-tahun, saya menyukai tulisan-tulisan karya penulis Inggris, G. K. Chesterton. Selera humor dan wawasannya sering membuat saya tertawa dan kemudian terdiam sejenak untuk merenungkannya lebih serius. Sebagai contoh, ia menulis, “Kamu berdoa sebelum makan. Itu baik. Namun, saya berdoa sebelum drama dan opera dimulai, berdoa sebelum konser dan pantomim berlangsung, dan berdoa sebelum membaca buku, menggambar, melukis, berenang, bermain anggar, bertinju, berjalan-jalan, bermain, berdansa; dan berdoa sebelum saya mencelupkan pena ke dalam tinta untuk menulis.”

Memang baik untuk bersyukur kepada Tuhan sebelum kita makan, tetapi tidak cukup sampai di situ. Rasul Paulus memandang setiap aktivitas dan perbuatan sebagai alasan untuk bersyukur kepada Allah dan sesuatu yang sepatutnya kita lakukan untuk kemuliaan-Nya. “Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol. 3:17). Rekreasi, pekerjaan, dan pendidikan adalah sarana-sarana yang dapat kita gunakan untuk memuliakan Tuhan dan mengungkapkan rasa syukur kita kepada-Nya.

Paulus juga mendorong jemaat di Kolose, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah” (ay.15).

Di mana pun dan kapan pun kita ingin mengucap syukur kepada Tuhan dan memuliakan nama-Nya, itulah tempat dan waktu terbaik bagi kita untuk “berdoa”. —David C. McCasland

Tuhan, terima kasih untuk hidup kekal yang Engkau karuniakan. Kiranya kami mengakui dan memuliakan-Mu sepanjang hari ini.

Marilah mengucap syukur kepada Allah dan memuliakan nama-Nya lewat segala sesuatu yang kita lakukan.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 3-4; Kisah Para Rasul 7:44-60