Posts

Penglihatan Rohani

Kamis, 10 Januari 2013

Penglihatan Rohani

Baca: Efesus 1:15-21

Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya. —Efesus 1:7

Seorang narapidana yang berada selama 14 tahun dalam penjara di Kuba menceritakan bagaimana caranya ia menjaga harapan dan semangatnya supaya tetap hidup: “Aku tak punya jendela di ruang penjaraku, jadi aku membayangkan dalam pikiranku sebuah jendela pada pintu sel. Aku ‘melihat’ dalam pikiranku suatu pemandangan pegunungan yang indah, dengan air mengalir menyusuri karang bebatuan. Gambaran itu menjadi begitu nyata bagiku sehingga gambaran itu langsung terbayang setiap kali aku memandangi pintu selku.”

Ironisnya, sejumlah kitab yang berisi pesan pengharapan di Alkitab—Filipi, Kolose, dan Efesus—ditulis Paulus selama menjalani tahanan rumah di Roma. Surat kepada jemaat di Efesus memberikan petunjuk tentang apa yang Paulus lihat ketika memikirkan tentang kehidupan di luar rumah tahanannya.

Yang pertama, Rasul Paulus melihat pertumbuhan rohani dari gereja-gereja yang ditinggalkannya. Kitab ini diawali dengan ungkapan syukur untuk vitalitas dari gereja Efesus (Ef. 1:15-16). Lalu ia berusaha untuk membuka mata hati mereka untuk memandang sesuatu yang teramat lebih mulia, yaitu “kekayaan kasih karunia [Allah] yang melimpah-limpah” (2:7). Ketika Paulus menaikkan intensitas pernyataannya pada saat ia mengungkapkan rencana kasih Allah, tak ada satu pun terdengar nada pilu dan duka di dalamnya.

Jika Anda merasa kecewa atau mempertanyakan apakah kehidupan iman ini layak untuk Anda jalani, Anda dapat belajar banyak dari kitab Efesus. Di dalamnya dinyatakan bahwa segala kekayaan Kristus itu tersedia bagi semua orang. —PDY

Bapa Surgawi, terima kasih untuk kabar baik yang mengejutkan
tentang kekayaan dari anugerah-Mu yang tiada terbatas.
Terima kasih atas penguatan dan pengharapan yang kami temukan
dari kitab Efesus. Amin.

Orang yang berharap kepada Allah dan firman-Nya takkan kehilangan pengharapan.

Meraih Kebahagiaan

Jumat, 4 Januari 2013

Meraih Kebahagiaan

Baca: Mazmur 146

Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya. —Mazmur 146:5

Baru-baru ini, saya menyaksikan sebuah iklan televisi dari suatu restoran yang membuat klaim yang bombastis. Di restoran tersebut, iklannya mengatakan bahwa para pengunjung dapat “Meraih Kebahagiaan.” Bukankah menyenangkan jika hanya dengan menyantap kentang, daging, pasta atau hidangan penutup, seseorang dapat meraih kebahagiaan? Sayangnya, tidak ada restoran yang dapat memenuhi janji tersebut.

Kebahagiaan adalah sesuatu yang sulit untuk diraih—ini terbukti hampir dalam setiap aspek kehidupan kita. Cara kita mencari kebahagiaan mungkin termasuk menikmati makanan atau sejumlah hal lainnya, tetapi pada akhirnya, kebahagiaan terus lepas dari genggaman kita.

Mengapa demikian? Sebagian besar alasannya adalah karena hal-hal yang cenderung kita kejar tidaklah menjawab kebutuhan hati kita yang terdalam. Pencarian kita mungkin memberikan sekilas kesenangan, pelarian, atau hiburan, tetapi seruan hati kita tetap tidak terjawab—seruan yang merindukan pertolongan dan harapan. Itulah alasan mengapa pemazmur menunjukkan kepada kita suatu jalan yang lebih baik ketika mengatakan, “Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya” (Mzm. 146:5).

Meraih kebahagiaan? Bisa—apabila kita mencari kebahagiaan yang ada di dalam Tuhan. Hanya dengan mempercayakan diri kita kepada Allah dan pemeliharaan-Nya, kita dapat menemukan kebahagiaan yang kita cari. Pengharapan dan pertolongan kita hanya dapat ditemukan dalam sikap percaya kepada-Nya. —WEC

Bapa, bawaku mendekat kepada-Mu. Ingatkan bahwa hanya di
dalam-Mu kutemukan sukacita dan kepuasan sejati yang kurindukan.
Tolonglah aku untuk tak sibuk dengan segala masalah yang kelihatan,
tetapi memandang apa yang benar-benar berarti dalam hidup ini.

Orang yang mengutamakan Allah akan memiliki kebahagiaan yang kekal.

Kita Butuh Pengharapan

Minggu, 2 Desember 2012

Kita Butuh Pengharapan

Baca: Kolose 1:3-14

Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! —Yeremia 17:7

Adam dan Hawa tidak membutuhkan pengharapan karena mereka tidak kekurangan apa pun yang mereka butuhkan. Dan wajar jika mereka berpikir bahwa hidup akan berjalan menyenangkan seperti pada awalnya—dengan segala hal baik yang telah Allah berikan untuk mereka nikmati. Namun mereka rela kehilangan semua itu untuk satu hal yang menurut ular telah Allah sembunyikan dari mereka: pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kej. 2:17; 3:5). Alhasil ketika ular datang dengan tawarannya, Hawa dengan cepat menurutinya, dan dengan segera Adam juga mengikutinya (3:6). Mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan: pengetahuan. Namun mereka kehilangan apa yang mereka miliki: kemurnian. Hilangnya kemurnian menuntut adanya kebutuhan akan pengharapan—pengharapan bahwa rasa bersalah dan malu mereka dapat dihapuskan dan kebaikan mereka dipulihkan.

Natal adalah suatu masa untuk berharap. Anak-anak berharap mendapatkan hadiah mainan terbaru yang populer. Keluarga-keluarga berharap bahwa setiap anggotanya dapat berkumpul di rumah. Namun pengharapan yang dirayakan ketika Natal itu jauh lebih besar dari apa pun yang kita inginkan. Yesus, “Yang Berharga bagi Segala Bangsa” (Hag. 2:8 fayh), telah tiba! Dia telah “melepaskan kita dari kuasa kegelapan”, menebus kita, dan mengampuni dosa kita (Kol. 1:13-14). Bahkan Dia memampukan kita untuk menjadi “bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat” (Rm. 16:19). Kristus di dalam kita memberikan pengharapan akan kemuliaan.

Syukur kepada Tuhan atas pengharapan Natal! —JAL

Bagaimana masa depan dunia ini?
Adakah pengharapan bagi umat manusia?
Dalam dunia yang dipulihkan oleh Yesus Kristus
Kita dapat melihat rancangan Allah. —D. De Haan

Bagi seorang Kristen, pengharapan adalah sebuah kepastian—karena Kristus menjadi dasarnya.

Kejujuran Heman

Minggu, 19 Agustus 2012

Kejujuran Heman

Baca: Mazmur 88

Sebab jiwaku kenyang dengan malapetaka. —Mazmur 88:4

Saya takjub kepada Heman, penyair yang menulis Mazmur 88. Perjalanan hidupnya dipenuhi dukacita yang tak berkesudahan. “Sebab jiwaku kenyang dengan malapetaka,” ratapnya (ay.4). Ia begitu muak dengan penderitaan!

Heman melihat ke belakang dan yang teringat adalah kemalangan dan kelemahan tubuhnya. Ia memperhatikan sekelilingnya dan yang terlihat adalah kesengsaraan dan penelantaran. Ia memandang ke atas dan tidak menemukan penghiburan. “Aku putus asa,” keluhnya (ay.16). Ia “tinggal di antara orang-orang mati” (ay.6), “dalam kegelapan” (ay.7), “tertekan” (ay.8), “tertindas” (ay.16) dan terbuang (ay.15). Ia tidak melihat adanya jalan keluar dari pergumulannya; tidak habis-habisnya ia berduka.

Kejujuran Heman menghibur saya. Orang Kristen yang tidak pernah bergumul membuat saya bingung. Tentu saja, perlu ada keseimbangan: tak seorang pun mau dekat-dekat dengan orang yang menggerutu sepanjang hari tentang kesulitan mereka. Akan tetapi hati saya sangat terhibur saat mengetahui bahwa orang lain juga bergumul.

Namun Heman memiliki sikap yang lebih daripada sekadar berterus terang. Ia juga mempunyai iman yang teguh dan tak tergoyahkan. Meski mengalami banyak masalah, ia terus bergantung kepada Allah dan berseru kepada-Nya “sepanjang hari” (ay.2,10,14). Ia tak pernah berhenti berdoa. Ia tak menyerah. Heman mengakui kasih, kesetiaan, dan keadilan Allah (ay.12-13), meski tidak merasakannya saat itu.

Saya menyukai orang seperti Heman. Mereka menguatkan iman percaya saya kepada Allah dan mengingatkan saya untuk tidak jemu-jemunya berdoa. —DHR

Dalam kesunyian, saatku hendak berdoa
Jiwaku membubung di hadapan takhta-Nya;
Harapan bagi kekuatanku adalah ketika
Hatiku dan kehendak-Nya menyatu. —NN.

Doa adalah tanah, tempat di mana pengharapan bertumbuh pesat.

Full Time

Oleh Patrick Fuad

Baca: Yohanes 14:1-4

Di dalam dunia olahraga dikenal istilah “full time” atau “waktu berakhir”. Contohnya dalam sepakbola, ketika seorang wasit meniupkan peluit tanda full time itu telah tiba, maka semua pemain harus menaati wasit tersebut dan mengakhiri pertandingan apa pun hasilnya. Demikian juga dalam kehidupan, full time ini juga berlaku, namun yang meniupkan peluit tanda waktu telah berakhir bukanlah seorang wasit biasa, melainkan Tuhan.

Ketika Tuhan menetapkan bahwa waktu seseorang itu telah usai, maka tak ada seorang pun yang dapat menahan waktu itu tiba. Setiap orang pasti menemui kematian, tua ataupun muda. Kematian pasti akan datang di dalam kehidupan kita semua.

Akan tetapi, bagi orang yang ada di dalam Kristus, akhir hidupnya bukanlah akhir dari segalanya. Ayat Yohanes 14:1-4 mengandung sebuah pengharapan akan hidup kekal di dalam Kristus. Ketika seseorang telah percaya kepada Kristus, Allah telah menyiapkan sebuah tempat di mana kita akan hidup bersama dengan-Nya untuk selama-lamanya.

Dalam Yohanes 14:1, Tuhan Yesus berkata, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Dengan iman, kita memegang satu harapan yang pasti berupa jaminan hidup kekal. Jaminan itu kita terima karena Kristus yang telah mati dan hidup kembali itu menyediakan sebuah tempat untuk kita. Firman-Nya itu seharusnya memberikan kekuatan dan penghiburan kepada kita.

Perpisahan dengan seseorang yang kita kasihi mungkin menjadi sebuah kenyataan yang sulit untuk kita terima. Namun yakinlah, suatu hari nanti kita akan bertemu kembali dengannya di surga, untuk kemudian hidup bersama dengan Kristus selama-lamanya.

Soli Deo Gloria.

Puisi: Bisikan Hati Allah Untukku

Oleh Ade Henka Sinurat

Anak-Ku…

Yang kuminta dari padamu bukanlah sesuatu yang spektakuler

Kemenangan-kemenangan yang menurutmu kecil adalah sebuah kemenangan besar bagi-Ku

Engkau tidak harus mengalahkan sebuah bangsa

Tetapi ketika engkau mengalahkan dirimu, itu sungguh besar bagi-Ku

Ketika engkau tetap bersukacita di tengah kegalauan dunia

Ketika engkau tetap mengasihi di tengah kebencian dan keapatisan

Ketika engkau tetap bersemangat dalam iman dan pengharapan meski semua hal seperti mustahil

Ketika engkau tetap memilih memaafkan di tengah keinginan untuk menyimpan kepahitan

Ketika engkau tetap bekerja sesuai prosedur walau diabaikan

Ketika engkau tetap memberi waktu bagi orang lain di tengah kesibukanmu

Ketika engkau tetap menghargai orang lain yang dikucilkan dunia

Ketika engkau mencapai tujuanmu dalam ketulusan tanpa menyakiti orang lain

Ketika engkau tetap rendah hati meski kedudukanmu semakin tinggi

Ketika engkau menolong orang lain di dalam kebutuhan mereka

Ketika engkau memberitakan kebaikan Tuhan bagi orang lain

Ketika engkau tetap mencari wajahKu di tengah sedikitnya waktumu

Itulah kemenangan dan pelayanan yang berarti untuk-Ku

Teruslah berjalan anak-Ku. Aku Bapamu, menuntunmu, menggengam tanganmu, bahkan menggendongmu melewati kerasnya dunia.

“Sebab Allah yang telah berfirman: “Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.” (2 Korintus 4:6)

Ade Henka Sinurat
Jogjakarta, Maret 2012

Pengharapan Di Dalam Dia

Sabtu, 17 Desember 2011

Baca: Yesaya 53

Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan menamakan Dia Imanuel. —Yesaya 7:14

Suatu malam ketika kami berkendara pulang dari sebuah pesta Natal, kami sekeluarga melewati sebuah gedung gereja kecil yang terletak di antara tumpukan salju yang berkilauan. Dari kejauhan, saya dapat melihat dekorasi Natalnya. Untaian lampu putih membentuk suatu kata yang tertulis dalam huruf kapital: H-A-R-A-P-A-N. Tampilan dari huruf-huruf yang bersinar di tengah kegelapan tersebut mengingatkan saya bahwa Yesus adalah, dan selalu menjadi, harapan bagi umat manusia.

Sebelum Yesus lahir, orang-orang mengharapkan hadirnya Sang Mesias–– Pribadi yang akan menanggung dosa mereka dan menjadi perantara mereka dengan Allah (Yes. 53:12). Mereka mengharapkan Mesias untuk datang melalui seorang perawan yang akan melahirkan seorang anak laki-laki di Betlehem dan akan menamai-Nya Imanuel, yang artinya “Allah beserta kita” (7:14). Pada malam Yesus dilahirkan, harapan mereka terpenuhi (Luk. 2:1-14).

Meski sekarang kita tidak lagi menantikan kedatangan Yesus dalam rupa seorang bayi, Dia masih merupakan sumber pengharapan kita. Kini, kita menantikan kedatangan-Nya yang kedua (Mat. 24:30), kita mengharapkan rumah surgawi yang sedang dipersiapkan-Nya untuk kita (Yoh. 14:2), dan kita memimpikan hidup bersama Dia di kota Allah di surga (1 Tes. 4:16). Sebagai orang Kristen, kita dapat menyambut masa yang akan datang karena bayi yang dahulu ada di dalam palungan tersebut adalah, dan tetaplah, “Kristus Yesus, dasar pengharapan kita” (1 Tim. 1:1). —JBS

Dahulu kala, di malam itu
Saat lahirnya Sang Juruselamat,
Memberi janji harapan yang cemerlang:
Damai sejahtera di bumi dan perkenan Allah. –NN.

Kata kunci untuk Natal adalah “Imanuel”— Allah beserta kita!

Tema Adven

Kamis, 1 Desember 2011

Baca: 1 Petrus 1:3-5,13-21

Letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. —1 Petrus 1:13

Saya percaya bahwa seluruh isi Kitab Suci saling berkaitan dan relevan. Meski demikian, saya tetap merasa terkejut ketika bacaan Alkitab setahun saya pada bulan November dari kitab 1 Petrus menyentuh keempat tema Adven. Adven adalah suatu periode waktu dalam kalendar gereja dimana banyak orang Kristen bersiap untuk merayakan kedatangan Kristus yang pertama sembari menanti-nantikan kedatangan-Nya yang kedua. Selama masa Adven, kita memusatkan perhatian pada pengharapan, damai, sukacita, dan kasih yang diberikan Allah melalui Kristus yang datang.

PENGHARAPAN. Kita memiliki warisan yang tersimpan di surga, suatu hidup yang penuh pengharapan melalui kebangkitan Kristus dari antara orang mati (1 Ptr. 1:3-5).

DAMAI. Kita akan mencintai hidup dan melihat hari-hari baik, jika kita berpaling dari kejahatan dan berbuat baik, serta jika kita mencari perdamaian, karena mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar dan Dia mendengar doa-doa mereka (3:10-12).

SUKACITA. Kita memiliki sukacita yang tak terkatakan meski sedang menghadapi pencobaan karena iman kita sedang diuji kemurniannya. Tujuan iman ini adalah keselamatan jiwa kita (1:6-9). KASIH. Kita dapat mengasihi satu sama lain dengan hati yang tulus karena kita telah dilahirkan kembali melalui firman Allah yang senantiasa hidup dan kekal (1:22-23).

Karena kedatangan Kristus yang pertama, kita dapat hidup di dalam pengharapan, damai, sukacita, dan kasih hingga kedatangan-Nya kembali. —JAL

Pengharapan kita dalam Yesus Kristus
Memberikan sukacita dalam hati kita;
Dan ketika kita mengenal kasih Allah,
Damai-Nya akan diberikan-Nya. —Sper

Bila Anda mencari pengharapan, damai, sukacita, dan kasih di masa Natal ini, carilah di dalam Allah.

Kuasa Pujian

Senin, 5 April 2010

Baca: Yesaya 61:1-3

Tuhan telah mengurapi aku . . . untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung. —Yesaya 61:1,3

Pujian itu berkuasa! Saat pendeta berkebangsaan Skotlandia, Robert Murray McCheyne, bermasalah dengan kebekuan hati terhadap segala sesuatu tentang Tuhan, ia akan menyanyikan puji-pujian bagi Allah sampai ia merasa dibangkitkan lagi rohnya. Mereka yang tinggal serumah dengannya sering dapat mengatakan jam berapa McCheyne bangun karena ia selalu memulai harinya dengan menaikkan mazmur pujian.

Suatu hari, saat McCheyne sedang mempersiapkan hatinya untuk berkhotbah, di dalam jurnalnya ia menuliskan, “Apakah hatiku rindu untuk dikuduskan secara menyeluruh? . . . Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu . . . Aku sudah merasakan begitu banyak kematian dan dukacita sehingga aku tak bisa lagi berduka atas kematian ini. Menjelang malam, aku bersemangat lagi. Mengalami ketenangan roh melalui [pujian mazmur] dan doa.” McCheyne telah dipulihkan dengan memuji Tuhan.

Mungkin Anda merasa seolah-olah terperosok di dalam sesuatu yang disebut John Bunyan sebagai “rawa tanpa pengharapan”. Naikkan pujian bagi Tuhan. Sang Pemazmur berkata, “Aku hendak menyanyikan kasih setia Tuhan selama-lamanya” (89:2). Ketika kita melakukannya, pujian bukan hanya mengalir dari bibir kita, tetapi juga dari hati kita. Tuhan senang memberikan “minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar” (Yes. 61:3).

Ya, “bermazmur bagi Allah kita itu baik”—di setiap waktu (Mzm. 147:1). —PVG

Jiwa, puji Raja Sorga,
Bawa persembahanmu,
Engkau ditebus-Nya juga,
Sampai hidupmu sembuh. Lyte
(Nyanyian Rohani GMI, No. 38)

Jika merasakan roh Anda berbeban berat, kenakanlah jubah pujian.