Kejujuran Heman

Minggu, 19 Agustus 2012

Kejujuran Heman

Baca: Mazmur 88

Sebab jiwaku kenyang dengan malapetaka. —Mazmur 88:4

Saya takjub kepada Heman, penyair yang menulis Mazmur 88. Perjalanan hidupnya dipenuhi dukacita yang tak berkesudahan. “Sebab jiwaku kenyang dengan malapetaka,” ratapnya (ay.4). Ia begitu muak dengan penderitaan!

Heman melihat ke belakang dan yang teringat adalah kemalangan dan kelemahan tubuhnya. Ia memperhatikan sekelilingnya dan yang terlihat adalah kesengsaraan dan penelantaran. Ia memandang ke atas dan tidak menemukan penghiburan. “Aku putus asa,” keluhnya (ay.16). Ia “tinggal di antara orang-orang mati” (ay.6), “dalam kegelapan” (ay.7), “tertekan” (ay.8), “tertindas” (ay.16) dan terbuang (ay.15). Ia tidak melihat adanya jalan keluar dari pergumulannya; tidak habis-habisnya ia berduka.

Kejujuran Heman menghibur saya. Orang Kristen yang tidak pernah bergumul membuat saya bingung. Tentu saja, perlu ada keseimbangan: tak seorang pun mau dekat-dekat dengan orang yang menggerutu sepanjang hari tentang kesulitan mereka. Akan tetapi hati saya sangat terhibur saat mengetahui bahwa orang lain juga bergumul.

Namun Heman memiliki sikap yang lebih daripada sekadar berterus terang. Ia juga mempunyai iman yang teguh dan tak tergoyahkan. Meski mengalami banyak masalah, ia terus bergantung kepada Allah dan berseru kepada-Nya “sepanjang hari” (ay.2,10,14). Ia tak pernah berhenti berdoa. Ia tak menyerah. Heman mengakui kasih, kesetiaan, dan keadilan Allah (ay.12-13), meski tidak merasakannya saat itu.

Saya menyukai orang seperti Heman. Mereka menguatkan iman percaya saya kepada Allah dan mengingatkan saya untuk tidak jemu-jemunya berdoa. —DHR

Dalam kesunyian, saatku hendak berdoa
Jiwaku membubung di hadapan takhta-Nya;
Harapan bagi kekuatanku adalah ketika
Hatiku dan kehendak-Nya menyatu. —NN.

Doa adalah tanah, tempat di mana pengharapan bertumbuh pesat.

Bagikan Konten Ini
0 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *