Posts

3 Miskonsepsi Tentang Pertumbuhan Rohani

Karya seni ini merupakan kolaborasi WarungSaTeKaMu dan Lara Lynch

Pernahkah kamu merasa pertumbuhan imanmu seolah jalan di tempat? Kamu mencari Tuhan lewat berdoa dan membaca Alkitab, pun tak ada dosa yang kamu sembunyikan… tapi rasanya kok tetap hambar? Kamu pun bingung apakah hari ini kamu telah menjadi semakin serupa dengan Kristus dibandingkan minggu lalu atau tidak.

Kamu tidak sendirian! Tapi, mari ambil waktu sejenak untuk menyelidiki kembali apakah pertumbuhan rohani itu. Kita bertumbuh secara rohani ketika Allah, melalui anugerah-Nya, bekerja dalam hidup kita untuk membuat kita semakin serupa dengan Kristus (Efesus 2:8-9). Ketika kita merasa stagnan, marilah meresponsnya dengan berpaling pada Dia yang mampu mengubah kita, bukan kepada upaya kita untuk mengubah keadaan.

Seiring kita mengejar Kristus, memohon pertolongan-Nya agar kita bertumbuh dalam kebaikan, pengetahuan, penguasaan diri, dan kasih (2 Petrus 1:5-8), kita pun perlu waspada terhadap miskonsepsi yang dapat menjauhkan kita dari pertumbuhan sejati.

Miskonsepsi #1
Ini tentang tahu betul isi Alkitab

Petrus bicara tentang bertumbuh dalam pengetahuan (2 Petrus 1:5, 3:18), dan pengetahuan Alkitabiah adalah sesuatu yang diinginkan dan perlu diupayakan. Alkitab adalah cara utama untuk mengetahui siapakah Tuhan itu.

Namun, “pengetahuan” hanyalah salah satu poin yang mengindikasikan pertumbuhan rohani. Kebanyakan kita mungkin teringat akan seseorang di gereja atau kelompok sel kita yang tampaknya tahu semua isi Alkitab, tapi juga angkuh. Orang seperti itu tentu tidak memiliki kualifikasi lainnya untuk disebut dewasa secara rohani.

Dalam Yohanes 14:23, Yesus memberitahu kita, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku.” Mengetahui isi Alkitab akan menolong kita untuk mengenal pengajaran Yesus, tetapi yang lebih penting adalah bukan sekadar tahu, tapi menaatinya.

Saat kita membaca Alkitab hari demi hari, marilah tanyakan pada diri kita sendiri, apa yang ayat ini katakan tentang Allah? Apa maknanya buatku? Dan yang paling penting, bagaimana aku bisa menghidupinya?

Miskonsepsi #2
Ini tentang mempraktikkan disiplin rohani dengan rajin

Petrus mendorong kita untuk “mengupayakan segala hal” untuk bertumbuh secara rohani. Paulus juga berkata, “…tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Filipi 2:12). Kerja keras adalah bagian dari pertumbuhan rohani. Kita tahu cara-cara mendasarnya: baca Alkitab, berdoa, bersekutu dengan sesama orang percaya, dan lain sebagainya.

Tetapi, janganlah kita terjebak dalam pola pikir seolah berlomba untuk menjadi yang paling rajin untuk tampak paling baik. Banyak dari kita mungkin pernah mengalaminya, ketika kita sangat giat melakukan kegiatan rohani tanpa sungguh-sungguh menaruh hati dan mencari Tuhan di dalamnya.

Yang sesungguhnya paling penting adalah bersungguh hati menjalin relasi dengan Allah. Kita dipanggil untuk “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37). Seiring kita setia membaca Alkitab, berdoa, dan bergereja, mintalah agar Allah membaharui hati kita setiap kali kita melakukan aktivitas tersebut, agar setiap harinya kita semakin mengasihi-Nya.

Miskonsepsi #3
Ini tentang pertumbuhan yang bisa diukur setiap harinya

Kadang kita berpikir kalau pertumbuhan rohani itu proses yang lurus dan progresif, yang artinya kita pasti lebih dewasa hari ini daripada kemarin. Lagipula, jika kita tidak mengalami kemajuan dalam relasi kita dengan Allah, tentunya itu sebuah kemunduran, bukan?

Jika kita sudah memberikan seluruh hati kita untuk mencari-Nya, tapi kita seolah tak mendengar apa pun dari-Nya, atau tak merasa dekat dengan-Nya, apakah itu karena kita melakukan kesalahan?

Kebenarannya adalah, kita semua melewati berbagai musim kehidupan. Bahkan Daud, seorang yang berkenan di hati Allah (Kisah Para Rasul 13:22), melalui masa-masa sukar hingga dia mempertanyakan,

“Berapa lama lagi, TUHAN, Kauupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?” (Mazmur 13:2).

Jika Allah terasa jauh, atau membaca Alkitab terasa hambar, atau kita tak mampu berkata-kata untuk berdoa, itu tidak berarti kita berhenti bertumbuh. Yakobus mendorong kita bahwa pencobaan terhadap iman kita menimbulkan ketekunan, dan kita perlu “biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun” (Yakobus 1:4).

Jadi, kendati masa-masa sulit kita alami, marilah kita meneladani Daud, “Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu” (Mazmur 13:6a). Allah yang akan melengkapi kita untuk mencapai tujuan-Nya.

Marilah kita terus mencari-Nya, membangun relasi dengan-Nya, mempercayai-Nya untuk melengkapi kita dengan pengatahuan dan kebaikan, serta dengan setia bertekun meskipun kita tak melihat hasilnya. Kita tahu Allah mengasihi kita, dan Dia tetap bekerja, bahkan saat ini, untuk membawa kita mendekat pada-Nya.

Memikirkan Sukacita

Rabu, 26 Februari 2020

Memikirkan Sukacita

Baca: Filipi 4:4-9

4:4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!

4:5 Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!

4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

4:7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! —Filipi 4:4

Memikirkan Sukacita

Dalam buku koleksi wawancara Bill Shapiro yang berjudul What We Keep (Apa yang Kita Simpan), setiap orang bercerita tentang satu benda yang mereka anggap sangat penting dan membawa kesenangan hingga orang itu tidak mau berpisah darinya.

Membaca hal tersebut membuat saya merenungkan apa benda milik saya yang sangat berarti dan membuat saya gembira. Salah satunya adalah selembar kartu berumur empat puluh tahun yang berisi resep tulisan tangan ibu saya. Barang lainnya adalah cangkir teh merah jambu milik nenek saya. Orang lain mungkin menyimpan kenangan berharga—pujian yang membesarkan hati, gelak tawa cucu, atau pencerahan yang mereka dapatkan dari Alkitab.

Namun, sering kali, apa yang kita simpan dalam hati justru hal-hal yang membuat kita sangat tidak bahagia. Kekhawatiran—memang tersembunyi, tetapi siap melanda kapan saja. Kemarahan—tidak kelihatan di permukaan, tapi sewaktu-waktu siap meledak. Kebencian—diam-diam merusak dan mengotori pikiran kita.

Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Rasul Paulus mengajarkan cara “berpikir” yang lebih positif. Ia mendorong jemaat agar senantiasa bersukacita, baik hati, dan membawa segala keinginan dalam doa kepada Allah (flp. 4:4-9).

Dorongan Paulus tentang apa yang sebaiknya kita pikirkan dapat menolong kita untuk melihat bahwa kita bisa mengenyahkan pikiran-pikiran buruk dan mengizinkan damai sejahtera Allah memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus (ay.7). Pada saat pikiran kita dipenuhi dengan semua yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, penuh kebajikan, dan patut dipuji maka damai sejahtera-Nya akan memerintah dalam hati kita (ay.8).—Cindy Hess Kasper

WAWASAN
Tidak seperti surat-suratnya yang lain, surat Paulus kepada jemaat di Filipi tampaknya bukan sebuah respons terhadap krisis yang serius atau konflik dalam jemaat (hanya satu konflik relasi yang disebutkan di 4:2). Sebaliknya, motivasi utama Paulus sepertinya adalah untuk menyampaikan ucapan syukurnya untuk dukungan dari orang-orang percaya di Filipi (ay.14-18) dan juga untuk mendukung dan bersukacita bersama komunitas orang beriman yang sangat dikasihinya. Suasana surat tersebut menunjukkan bahwa ia memiliki jiwa persaudaraan dan kepercayaan dengan komunitas orang beriman tersebut, yang ia deskripsikan sebagai “sukacitaku dan mahkotaku” (ay.1). Paulus merasakan kesatuan yang mendalam dengan orang-orang percaya ini sebagai “mendapat bagian dalam kasih karunia” (1:7). Ia tidak berfokus pada menegur kelemahan-kelemahan dalam jemaat tersebut, melainkan ia dapat dengan sukacita mendorong mereka untuk mendalami Injil Kristus dalam hidup mereka (ay.27) dan belajar untuk mengalami sukacita dalam Kristus bahkan di tengah penderitaan (ay.29).—Monica Brands

Pikiran buruk apa saja yang terus mengisi pikiran dan hatimu? Satu cara apa yang bisa kamu terapkan agar pikiranmu terisi dengan hal-hal yang baik tiap hari?

Ya Allah, arahkanlah pemikiranku hari ini, sembari Engkau menggenggam hati dan hidupku dalam tangan kasih-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 15-16; Markus 6:1-29

Handlettering oleh Tora Tobing

Bertumbuh dalam Pengenalan

Minggu, 22 September 2019

Bertumbuh dalam Pengenalan

Baca: Filipi 4:10-13

4:10 Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu.

4:11 Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.

4:12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.

4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. —Filipi 4:13

Bertumbuh dalam Pengenalan

“Kamu akan ikut dalam program pertukaran pelajar!” Waktu itu saya berumur tujuh belas tahun dan sangat senang mendengar kabar bahwa saya diterima menjadi peserta program pertukaran pelajar di Jerman. Namun, saya hanya mempunyai waktu tiga bulan sebelum keberangkatan dan belum pernah mengikuti les bahasa Jerman sama sekali.

Hari-hari selanjutnya menjadi sangat padat—saya belajar bahasa berjam-jam, bahkan sampai menuliskan kosa katanya di telapak tangan untuk menghafalnya.

Beberapa bulan kemudian, memang saya berada di dalam kelas di Jerman, tetapi saya sangat kecil hati karena belum juga lancar berbahasa. Hari itu, seorang guru memberi saya nasihat yang bijaksana. “Belajar bahasa ibarat memanjat bukit pasir. Adakalanya kamu merasa tidak maju-maju. Meskipun demikian, teruslah berusaha maka kamu akan berhasil,” katanya.

Terkadang saya mengingat kembali nasihat itu saat saya memikirkan apa artinya bertumbuh sebagai pengikut Yesus. Rasul Paulus mengenang, “Saya sudah mengenal rahasianya untuk menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga” (flp. 4:12 bis). Bagi Paulus pun kedamaian pribadi tidak serta-merta ia dapatkan, melainkan dialaminya sebagai proses pertumbuhan. Ia membagikan rahasia pertumbuhannya, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (ay.13).

Hidup ini penuh tantangan. Namun, saat kita berpaling kepada Dia yang telah “mengalahkan dunia” (yoh. 16:33), kita akan mendapati bahwa bukan hanya Dia setia membawa kita melewati segala pergumulan, tetapi juga bahwa tidak ada yang lebih berarti daripada kedekatan kita dengan-Nya. Dia memberikan kepada kita damai-Nya, memampukan kita percaya, dan menguatkan kita berjalan bersama-Nya. —James Banks

WAWASAN
Dalam Filipi 4:7-19, Paulus menggambarkan suatu paradoks. Di satu sisi, ia hidup dengan tenang dan “mencukupkan diri”, percaya bahwa Allah memenuhi segala kebutuhannya (ay.11). Di sisi lain, Paulus menyatakan bahwa orang percaya sepenuhnya bergantung pada Allah dan sesama; ia juga menasihati mereka untuk menyatakan kebutuhan mereka secara jujur dalam doa (ay.7,9,19). Rasul Paulus juga menyinggung paradoks lain: meskipun kita memiliki segala yang kita perlu dalam Allah, tetapi kelimpahan dan damai sejahtera Allah paling terasa dalam komunitas, yaitu dengan sesama orang percaya yang saling berbagi sukacita dan dukacita. Meskipun ia menyatakan bahwa dirinya tidak dalam “kekurangan” (ay.11), Paulus sangat berterima kasih atas kesediaan orang-orang percaya untuk mengambil bagian dalam pergumulannya (ay.10,14). Pada surat lain, ia menguraikan pemikiran tersebut dengan menggambarkan kumpulan orang percaya sebagai satu tubuh yang saling bergantung satu sama lain, di mana setiap orang dibutuhkan (1 Korintus 12:12-27). —Monica Brands

Bagaimana kamu akan berfokus kepada Yesus hari ini? Bagaimana caramu mendorong orang lain untuk juga mendekat kepada-Nya?

Tuhan Yesus, terima kasih atas damai sejahtera yang Kauberikan kepadaku saat aku berpaling kepada-Mu. Tolong aku tetap dekat kepada-Mu hari ini!

Bacaan Alkitab Setahun: Pengkhotbah 10-12; Galatia 1

Handlettering oleh Kezia Endhy

Siapakah Kita?

Rabu, 31 Juli 2019

Siapakah Kita?

Baca: Kisah Para Rasul 9:13-16

9:13 Jawab Ananias: “Tuhan, dari banyak orang telah kudengar tentang orang itu, betapa banyaknya kejahatan yang dilakukannya terhadap orang-orang kudus-Mu di Yerusalem.

9:14 Dan ia datang ke mari dengan kuasa penuh dari imam-imam kepala untuk menangkap semua orang yang memanggil nama-Mu.”

9:15 Tetapi firman Tuhan kepadanya: “Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel.

9:16 Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku.”

Orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku. —Kisah Para Rasul 9:15

Siapakah Kita?

Saya tidak akan pernah lupa apa yang terjadi pada saat saya membawa calon istri bertemu dengan keluarga saya. Dengan gaya iseng, kedua kakak saya bertanya kepadanya, “Apa sih yang kamu lihat dari laki-laki ini?” Calon istri saya tersenyum dan meyakinkan kakak-kakak saya bahwa oleh anugerah Tuhan saya telah bertumbuh menjadi pria yang dicintainya.

Saya sangat senang dengan jawaban cerdas itu karena hal itu juga mencerminkan bahwa di dalam Kristus, Allah melihat lebih jauh daripada masa lalu kita. Dalam Kisah Para Rasul 9, Dia mengarahkan Ananias untuk menyembuhkan Saulus, seorang penganiaya jemaat yang telah dibutakan oleh Tuhan. Ananias terkejut dan tidak percaya saat menerima perintah tersebut, karena Saulus pernah memburu orang-orang percaya untuk dianiaya dan bahkan dihukum mati. Allah memerintahkan Ananias untuk tidak berfokus pada diri Saulus yang dahulu, melainkan pada diri Saulus yang telah berubah: seorang pemberita Injil yang akan membawa kabar baik ke seluruh dunia pada masa itu, termasuk kepada orang-orang bukan Yahudi dan raja-raja (ay.15). Ananias melihat Saulus adalah orang Farisi dan penganiaya, tetapi Allah melihatnya sebagai Paulus sang rasul dan pemberita Injil.

Terkadang kita hanya dapat melihat diri kita yang dahulu—dengan segala kegagalan dan kekurangannya. Namun, Allah melihat kita sebagai ciptaan baru, bukan diri kita yang dahulu, melainkan jati diri kita yang sekarang di dalam Yesus, dan diri kita yang mendatang setelah diubah terus-menerus oleh kuasa Roh Kudus. Ya Allah, ajarlah kami memandang diri kami dan orang lain sedemikian rupa! —Peter Chin

WAWASAN
Ada tiga catatan mengenai pertobatan Paulus dalam kitab Kisah Para Rasul (9:1-19; 22:3-21; 26:9-29). Paulus juga memberikan kesaksiannya dalam 1 Korintus 15:9-10; Galatia 1:11-17; Filipi 3:4-6; dan 1 Timotius 1:12-17. Sebagai orang yang pernah memusuhi Kristus, Paulus selalu bersyukur bahwa Allah masih mau menyelamatkannya, padahal ia adalah orang yang paling tidak layak menerima belas kasihan dan kemurahan Allah (1 Timotius 1:13-14). Allah berfirman kepada Ananias bahwa Dia akan menjadikan Paulus sebagai “alat pilihan” yang akan memberitakan Injil kepada orang non-Yahudi (Kisah Para Rasul 9:15). Akan tetapi, Paulus melihat alasan lain mengapa Allah memakainya: “agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya” (1 Timotius 1:16). Allah memikirkan kita ketika Dia menyelamatkan Paulus. Bila Paulus, seorang yang sangat berdosa saja, diselamatkan, maka tak ada seorang pun yang bisa luput dari belas kasihan dan kasih Allah. —K. T. Sim

Bagaimana kamu bisa lebih tepat memandang dirimu dan orang lain dengan mengingat identitasmu dalam Kristus? Apakah kamu dikuatkan saat menyadari bahwa Allah masih terus bekerja untuk menumbuhkan dan memurnikanmu?

Bapa Surgawi, tolonglah aku menemukan jati diriku yang seutuhnya di dalam Engkau. Mampukan aku dengan rendah hati memandang orang lain melalui mata-Mu yang penuh kasih!

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 54-56; Roma 3

Handlettering oleh Mesulam Esther

Cara Pelatihan Allah

Sabtu, 27 Juli 2019

Cara Pelatihan Allah

Baca: Matius 16:21-28

16:21 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.

16:22 Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.”

16:23 Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”

16:24 Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.

16:25 Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

16:26 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

16:27 Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.

16:28 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya.”

Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku. —Matius 16:18

Cara Pelatihan Allah

Seorang manajer perusahaan di Brazil meminta laporan tertulis dari para petugas kebersihan gedung tempatnya bekerja. Sang manajer ingin mengetahui setiap harinya siapa saja yang membersihkan setiap ruangan, ruangan mana saja yang tidak dibereskan, dan berapa lama para pegawai menggunakan setiap ruangan. Laporan “harian” tertulis yang pertama masuk seminggu kemudian, tetapi kurang lengkap.

Ketika sang manajer mencari tahu duduk persoalannya, ia mendapati sebagian besar petugas di sana tidak bisa membaca. Bisa saja ia memecat mereka, tetapi sebaliknya ia mengatur agar mereka mendapatkan pelajaran membaca. Dalam waktu lima bulan, mereka semua sudah bisa membaca dan dapat melanjutkan pekerjaan mereka.

Allah sering memakai pergumulan kita sebagai kesempatan untuk memperlengkapi kita agar terus bisa bekerja bagi-Nya. Kehidupan Petrus juga ditandai dengan ketidakmampuan dan kesalahan. Imannya bimbang saat ia mencoba berjalan di atas air. Petrus tidak yakin apakah Yesus perlu membayar bea untuk Bait Allah (Mat. 17:24-27). Ia bahkan menolak nubuatan Yesus tentang penyaliban dan kebangkitan-Nya (16:21-23). Melalui setiap hal, Yesus ingin mengajarkan Petrus lebih lagi tentang diri-Nya—Juruselamat yang dijanjikan (ay.16). Petrus mendengar dan mempelajari segala sesuatu yang perlu ia ketahui dalam menolong pembangunan jemaat mula-mula (ay.18).

Jika kamu kecewa karena kegagalan hari ini, ingatlah bahwa Yesus dapat memakainya untuk mengajar dan memimpin kamu melangkah maju dalam pelayananmu kepada-Nya. Yesus terus bekerja dalam diri Petrus di tengah segala kekurangannya, dan Dia mampu memakai kita untuk terus membangun kerajaan-Nya hingga kedatangan-Nya kembali. —Jennifer Benson Schuldt

WAWASAN
Pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup” (Matius 16:16) merupakan satu titik balik yang penting dalam hidup Kristus, karena “sejak saat itu Yesus mulai menjelaskan pada murid-murid-Nya bahwa Dia harus pergi ke Yerusalem dan menderita banyak hal” dan “akan dibunuh dan bangkit pada hari yang ketiga” (ay. 21). Sebelumnya, Yesus hanya berbicara tentang kematian dan kebangkitan-Nya secara tidak langsung (12:40; Yohanes 2:19; 3:14; 6:51), tetapi kemudian Dia “berbicara terang-terangan” tentang hal tersebut (Markus 8:32). Yesus menyebut diri-Nya sebagai “Anak Manusia” (Matius 16:27-28), suatu julukan Mesianik yang sering dipakai terkait dengan penghinaan dan penderitaan-Nya (Daniel 7:13-14; Matius 20:18; 26:2, 64). —K.T. Sim

Bagaimana Allah memakai berbagai tantangan dalam hidupmu untuk memimpin dan memperlengkapimu dalam melayani-Nya? Apa kegagalan masa lalu yang perlu kamu serahkan kepada-Nya hari ini?

Ya Tuhan, Engkau bisa memakai pengalaman apa pun untuk membuatku makin mengenal-Mu. Pakailah kegagalanku untuk kemuliaan nama-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 43-45; Kisah Para Rasul 27:27-44

Pengikut-Pengikut Sang Putra

Jumat, 12 Juli 2019

Pengikut-Pengikut Sang Putra

Baca: Lukas 8:11-15

8:11 Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah.

8:12 Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan.

8:13 Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.

8:14 Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.

8:15 Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”

Benih yang jatuh di tanah yang subur ibarat orang yang mendengar kabar itu, lalu menyimpannya di dalam hati yang baik dan jujur. Mereka bertahan sampai menghasilkan buah. —Lukas 8:15 BIS

Pengikut-Pengikut Sang Putra

Bunga matahari mudah tumbuh di mana saja. Setelah diserbuki oleh lebah, bunga matahari dapat muncul di pinggir jalan raya, di bawah kandang burung, pada ladang dan padang rumput. Namun, untuk tumbuh dengan baik, bunga matahari membutuhkan tanah yang subur. Menurut majalah Farmer’s Almanac, tanah yang agak asam dan kaya nutrisi, dengan pengairan yang baik, serta “diberi pupuk organik atau kompos” akan menghasilkan biji bunga yang lezat, penuh minyak yang murni, dan menjadi sumber penghasilan bagi para petaninya yang ulet.

Kita juga membutuhkan “tanah yang subur” untuk pertumbuhan rohani (Luk. 8:15 bis). Seperti dalam perumpamaan tentang penabur yang diajarkan Yesus, firman Tuhan bisa tumbuh bahkan di tanah yang berbatu-batu dan semak duri (ay.6-7). Meski demikian, firman Tuhan hanya dapat bertahan di tanah yang subur dari “orang yang mendengar kabar itu, lalu menyimpannya di dalam hati yang baik dan jujur. Mereka bertahan sampai menghasilkan buah” (ay.15 BIS).

Bunga matahari yang masih muda juga bertumbuh perlahan dengan mengikuti arah sinar matahari sepanjang hari dalam proses yang disebut heliotropisme. Bunga matahari yang sudah dewasa pun sama. Kelopaknya menghadap ke arah timur secara permanen, sehingga permukaan bunga menjadi hangat, lebih banyak lebah penyerbuk yang datang, dan akhirnya hasil panen pun menjadi berlimpah.

Seperti para petani bunga matahari, kita bisa memberikan wadah yang baik dan subur bagi firman Tuhan agar dapat bertumbuh, dengan cara berpegang pada firman-Nya dan mengikuti arah tuntunan Sang Putra Allah. Hati yang baik dan jujur adalah wadah bagi firman Allah untuk mendewasakan kita. Proses itu berlangsung setiap hari. Kiranya kita mau bertumbuh sesuai dengan tuntunan-Nya. —Patricia Raybon

WAWASAN
Dalam beberapa hal, injil Lukas berbeda dari tiga injil lainnya—Matius, Markus, dan Yohanes. Pertama, Lukas ditulis oleh seorang non-Yahudi (sekaligus satu-satunya penulis non-Yahudi dalam Perjanjian Baru). Kedua, tulisan Lukas merupakan hasil dari penelitian yang cermat (Lukas 1:1-4), sedangkan Injil lainnya ditulis berdasarkan pengamatan langsung atau penuturan saksi mata (Injil Markus diyakini sebagai tulisan dari penuturan Petrus). Sebagai seorang dokter (Kolose 4:14), Lukas secara unik menunjukkan ketertarikannya atas hal-hal medis. Contohnya, meski semua kitab Injil mencatat tentang serangan Petrus terhadap Malkhus, hamba Imam Besar, di taman Getsemani, hanya Lukas yang menceritakan bahwa Yesus menyembuhkannya (Lukas 22:51). Lukas juga menceritakan peranan kaum perempuan (8:1-3). Terakhir, tulisan Lukas terdiri dari dua ‘jilid’ (yaitu Injil Lukas dan Kisah Para Rasul). Dalam dua surat tersebut, Lukas memberikan lebih banyak gambaran daripada penulis Perjanjian Baru yang lain, termasuk Rasul Paulus. —Bill Crowder.

Bagaimana kondisi tanah rohanimu? Berbatu-batu, bersemak duri, atau kaya dengan “nutrisi rohani”? Mengapa demikian? Ketika kamu mengikuti arah Sang Putra Allah setiap hari, bagaimana kebiasaan itu berdampak pada kondisi hatimu?

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 4-6; Kisah para rasul 17:16-34

Handlettering oleh Robby Kurniawan

Hadiah Terbaik

Minggu, 31 Maret 2019

Hadiah Terbaik

Baca: Yohanes 1:43-51

1:43 Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea. Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!”

1:44 Filipus itu berasal dari Betsaida, kota Andreas dan Petrus.

1:45 Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: “Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.”

1:46 Kata Natanael kepadanya: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”

1:47 Kata Filipus kepadanya: “Mari dan lihatlah!” Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!”

1:48 Kata Natanael kepada-Nya: “Bagaimana Engkau mengenal aku?” Jawab Yesus kepadanya: “Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.”

1:49 Kata Natanael kepada-Nya: “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!”

1:50 Yesus menjawab, kata-Nya: “Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu.”

1:51 Lalu kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.”

Kami telah menemukan Dia, . . . yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret. —Yohanes 1:45

Daily Quotes ODB

Selama bertahun-tahun, teman saya Barbara telah memberi saya banyak kartu berisi kata-kata yang menguatkan dan hadiah-hadiah kecil yang penuh makna. Setelah saya mengabarinya bahwa saya telah menerima Yesus sebagai Juruselamat, ia memberikan hadiah terbaik darinya: Alkitab pertama saya. Ia berkata, “Kamu akan semakin dekat dengan Allah dan semakin dewasa dalam kerohanianmu jika kamu bertemu dengan Dia setiap hari, membaca Kitab Suci, berdoa, beriman, dan menaati-Nya.” Hidup saya berubah ketika Barbara mengajak saya untuk lebih mengenal Allah.

Barbara mengingatkan saya pada Filipus. Setelah Yesus mengajak Filipus untuk mengikut Dia (Yoh. 1:43), sang murid segera memberi tahu sahabatnya, Natanael bahwa Yesus adalah pribadi “yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi” (ay.45). Ketika Natanael merasa ragu, Filipus tidak membantah, mengkritik, atau meninggalkan sahabatnya itu. Yang ia lakukan hanyalah mengajak Natanael untuk bertemu sendiri dengan Yesus. “Mari dan lihatlah!” katanya (ay.47).

Saya dapat membayangkan betapa sukacitanya Filipus ketika ia mendengar Natanael menyebut Yesus sebagai “Anak Allah” dan “Raja orang Israel” (ay.49). Tentu Filipus juga sangat berbahagia saat mengetahui bahwa sahabatnya akan ikut melihat “hal-hal yang lebih besar” yang Yesus janjikan kepada mereka (ay.50-51).

Roh Kudus memprakarsai hubungan kita dengan Allah, lalu Dia hidup di dalam diri setiap orang yang merespons dengan iman. Dia memampukan kita untuk mengenal Allah secara pribadi dan untuk mengajak orang lain agar mau bertemu dengan Dia setiap hari lewat Roh-Nya dan Kitab Suci. Ajakan untuk mengenal Yesus lebih jauh adalah hadiah terbaik yang bisa kita terima dan berikan. —Xochitl Dixon

Siapa yang akan kamu ajak untuk mengenal Yesus lebih jauh? Bagaimana Dia memakai orang lain untuk menumbuhkan imanmu?

Mengenal Yesus adalah anugerah terbaik yang bisa kita terima; memperkenalkan-Nya kepada sesama adalah hadiah terbaik yang bisa kita berikan.

Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-Hakim 11-12; Lukas 6:1-26

Suasana yang Membangun

Minggu, 17 Februari 2019

Suasana yang Membangun

Baca: Roma 15:1-7

15:1 Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.

15:2 Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya.

15:3 Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: “Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku.”

15:4 Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci.

15:5 Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus,

15:6 sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus.

15:7 Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah.

Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya. —Roma 15:2

Suasana yang Membangun

Saya bersemangat setiap kali masuk ke pusat kebugaran dekat rumah kami. Tempat yang ramai itu penuh dengan orang-orang yang berusaha meningkatkan kesehatan dan kekuatan fisik mereka. Tulisan-tulisan yang dipajang di sana mengingatkan kami untuk tidak saling menghakimi, tetapi justru mendorong kami untuk memberikan kata-kata dan sikap yang menyemangati upaya orang lain.

Itu sangat tepat menggambarkan kehidupan rohani yang seharusnya kita jalani! Mungkin ada sebagian dari kita yang sedang berupaya untuk berubah dan bertumbuh dalam iman, tetapi kadangkala merasa tidak termasuk dalam komunitas karena kerohanian yang belum matang dan tidak sedewasa saudara-saudara seiman yang lain.

Paulus memberikan nasihat yang tegas dan singkat ini: “Nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu” (1Tes. 5:11). Kepada orang percaya di Roma, Paulus berkata, “Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya” (Rm. 15:2). Dengan menyadari kemurahan hati Bapa kepada kita, marilah kita meneruskan kemurahan itu kepada orang lain lewat perkataan dan perbuatan kita.

Ketika kita “menerima satu sama lain dengan senang hati” (Rm. 15:7 BIS), marilah kita juga mempercayakan pertumbuhan rohani kita kepada Allah dan karya Roh Kudus-Nya. Selagi kita berusaha mengikut Dia setiap hari, kiranya kita menciptakan suasana yang membangun bagi saudara-saudari seiman kita, karena mereka juga sedang berusaha untuk bertumbuh dalam iman. —Dave Branon

Tuhan, tolong aku untuk menyemangati orang lain yang kutemui hari ini. Bimbinglah aku untuk tidak mengucapkan hal-hal yang mengecilkan hati, melainkan memacu mereka untuk hidup semakin dekat kepada-Mu dalam kasih-Mu.

Kata-kata yang membangun dapat menguatkan orang untuk tetap maju di saat mereka hampir menyerah.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 21-22; Matius 28

Telinga untuk Mendengar

Minggu, 3 Februari 2019

Telinga untuk Mendengar

Baca: Yeremia 5:18-23

5:18 “Tetapi pada waktu itupun juga, demikianlah firman TUHAN, Aku tidak akan membuat kamu habis lenyap.

5:19 Dan apabila kamu nanti bertanya-tanya: Untuk apakah TUHAN, Allah kita, melakukan segala hal ini atas kita?, maka engkau akan menjawab mereka: Seperti kamu meninggalkan Aku dan memperhambakan diri kepada allah asing di negerimu, demikianlah kamu akan memperhambakan diri kepada orang-orang asing di suatu negeri yang bukan negerimu.”

5:20 Beritahukanlah ini di antara kaum keturunan Yakub, kabarkanlah itu di Yehuda dengan mengatakan:

5:21 “Dengarkanlah ini, hai bangsa yang tolol dan yang tidak mempunyai pikiran, yang mempunyai mata, tetapi tidak melihat, yang mempunyai telinga, tetapi tidak mendengar!

5:22 Masakan kamu tidak takut kepada-Ku, demikianlah firman TUHAN, kamu tidak gemetar terhadap Aku? Bukankah Aku yang membuat pantai pasir sebagai perbatasan bagi laut, sebagai perhinggaan tetap yang tidak dapat dilampauinya? Biarpun ia bergelora, ia tidak sanggup, biarpun gelombang-gelombangnya ribut, mereka tidak dapat melampauinya!

5:23 Tetapi bangsa ini mempunyai hati yang selalu melawan dan memberontak; mereka telah menyimpang dan menghilang.

Dengarkanlah ini, hai bangsa yang tolol dan yang tidak mempunyai pikiran, yang mempunyai mata, tetapi tidak melihat, yang mempunyai telinga, tetapi tidak mendengar! —Yeremia 5:21

Telinga untuk Mendengar

Aktris Diane Kruger pernah ditawari sebuah peran yang akan membuat namanya tenar. Ia diminta untuk memerankan istri sekaligus ibu muda yang kehilangan suami dan anaknya. Karena belum pernah mempunyai pengalaman semacam itu, ia tak tahu apakah bisa memerankannya dengan baik. Diane tetap menerima tawaran tersebut, dan dalam persiapannya, ia pun menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan untuk memberikan dukungan bagi orang yang sedang berduka.

Awalnya, ia mencoba memberi saran dan pandangan saat orang-orang dalam kelompoknya membagikan kisah mereka. Seperti kebanyakan dari kita, ia berniat baik dan mencoba memberi pertolongan. Namun, lambat laun ia berhenti bicara dan hanya mendengar saja. Saat itulah ia benar-benar belajar merasakan penderitaan orang lain. Ia belajar ketika ia mendengarkan.

Yeremia mengecam Israel karena mereka tidak mau memakai “telinga” mereka untuk mendengarkan suara Tuhan. Sang nabi memberi teguran keras dengan menyebut mereka “tolol dan . . . tidak mempunyai pikiran” (Yer. 5:21). Allah senantiasa bekerja dalam hidup kita untuk menyatakan pesan kasih, pengajaran, dorongan, dan peringatan. Allah Bapa rindu agar kita belajar dan menjadi dewasa. Setiap orang telah diperlengkapi, salah satunya dengan telinga, untuk dapat belajar. Maukah kita menggunakan telinga kita untuk mendengarkan suara hati Bapa? —John Blase

Ya Bapa, aku percaya Engkau selalu berbicara kepadaku. Ampuni kebebalanku yang membuatku berpikir bahwa aku sudah tahu semuanya dan tidak perlu belajar lagi. Bukalah telingaku supaya aku mendengar suara-Mu.

Telinga yang bersedia mendengar dapat menolong kita bertumbuh dewasa dalam iman.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 31-33; Matius 22:1-22