3 Miskonsepsi Tentang Pertumbuhan Rohani

Karya seni ini merupakan kolaborasi WarungSaTeKaMu dan Lara Lynch

Pernahkah kamu merasa pertumbuhan imanmu seolah jalan di tempat? Kamu mencari Tuhan lewat berdoa dan membaca Alkitab, pun tak ada dosa yang kamu sembunyikan… tapi rasanya kok tetap hambar? Kamu pun bingung apakah hari ini kamu telah menjadi semakin serupa dengan Kristus dibandingkan minggu lalu atau tidak.

Kamu tidak sendirian! Tapi, mari ambil waktu sejenak untuk menyelidiki kembali apakah pertumbuhan rohani itu. Kita bertumbuh secara rohani ketika Allah, melalui anugerah-Nya, bekerja dalam hidup kita untuk membuat kita semakin serupa dengan Kristus (Efesus 2:8-9). Ketika kita merasa stagnan, marilah meresponsnya dengan berpaling pada Dia yang mampu mengubah kita, bukan kepada upaya kita untuk mengubah keadaan.

Seiring kita mengejar Kristus, memohon pertolongan-Nya agar kita bertumbuh dalam kebaikan, pengetahuan, penguasaan diri, dan kasih (2 Petrus 1:5-8), kita pun perlu waspada terhadap miskonsepsi yang dapat menjauhkan kita dari pertumbuhan sejati.

Miskonsepsi #1
Ini tentang tahu betul isi Alkitab

Petrus bicara tentang bertumbuh dalam pengetahuan (2 Petrus 1:5, 3:18), dan pengetahuan Alkitabiah adalah sesuatu yang diinginkan dan perlu diupayakan. Alkitab adalah cara utama untuk mengetahui siapakah Tuhan itu.

Namun, “pengetahuan” hanyalah salah satu poin yang mengindikasikan pertumbuhan rohani. Kebanyakan kita mungkin teringat akan seseorang di gereja atau kelompok sel kita yang tampaknya tahu semua isi Alkitab, tapi juga angkuh. Orang seperti itu tentu tidak memiliki kualifikasi lainnya untuk disebut dewasa secara rohani.

Dalam Yohanes 14:23, Yesus memberitahu kita, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku.” Mengetahui isi Alkitab akan menolong kita untuk mengenal pengajaran Yesus, tetapi yang lebih penting adalah bukan sekadar tahu, tapi menaatinya.

Saat kita membaca Alkitab hari demi hari, marilah tanyakan pada diri kita sendiri, apa yang ayat ini katakan tentang Allah? Apa maknanya buatku? Dan yang paling penting, bagaimana aku bisa menghidupinya?

Miskonsepsi #2
Ini tentang mempraktikkan disiplin rohani dengan rajin

Petrus mendorong kita untuk “mengupayakan segala hal” untuk bertumbuh secara rohani. Paulus juga berkata, “…tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Filipi 2:12). Kerja keras adalah bagian dari pertumbuhan rohani. Kita tahu cara-cara mendasarnya: baca Alkitab, berdoa, bersekutu dengan sesama orang percaya, dan lain sebagainya.

Tetapi, janganlah kita terjebak dalam pola pikir seolah berlomba untuk menjadi yang paling rajin untuk tampak paling baik. Banyak dari kita mungkin pernah mengalaminya, ketika kita sangat giat melakukan kegiatan rohani tanpa sungguh-sungguh menaruh hati dan mencari Tuhan di dalamnya.

Yang sesungguhnya paling penting adalah bersungguh hati menjalin relasi dengan Allah. Kita dipanggil untuk “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37). Seiring kita setia membaca Alkitab, berdoa, dan bergereja, mintalah agar Allah membaharui hati kita setiap kali kita melakukan aktivitas tersebut, agar setiap harinya kita semakin mengasihi-Nya.

Miskonsepsi #3
Ini tentang pertumbuhan yang bisa diukur setiap harinya

Kadang kita berpikir kalau pertumbuhan rohani itu proses yang lurus dan progresif, yang artinya kita pasti lebih dewasa hari ini daripada kemarin. Lagipula, jika kita tidak mengalami kemajuan dalam relasi kita dengan Allah, tentunya itu sebuah kemunduran, bukan?

Jika kita sudah memberikan seluruh hati kita untuk mencari-Nya, tapi kita seolah tak mendengar apa pun dari-Nya, atau tak merasa dekat dengan-Nya, apakah itu karena kita melakukan kesalahan?

Kebenarannya adalah, kita semua melewati berbagai musim kehidupan. Bahkan Daud, seorang yang berkenan di hati Allah (Kisah Para Rasul 13:22), melalui masa-masa sukar hingga dia mempertanyakan,

“Berapa lama lagi, TUHAN, Kauupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?” (Mazmur 13:2).

Jika Allah terasa jauh, atau membaca Alkitab terasa hambar, atau kita tak mampu berkata-kata untuk berdoa, itu tidak berarti kita berhenti bertumbuh. Yakobus mendorong kita bahwa pencobaan terhadap iman kita menimbulkan ketekunan, dan kita perlu “biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun” (Yakobus 1:4).

Jadi, kendati masa-masa sulit kita alami, marilah kita meneladani Daud, “Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu” (Mazmur 13:6a). Allah yang akan melengkapi kita untuk mencapai tujuan-Nya.

Marilah kita terus mencari-Nya, membangun relasi dengan-Nya, mempercayai-Nya untuk melengkapi kita dengan pengatahuan dan kebaikan, serta dengan setia bertekun meskipun kita tak melihat hasilnya. Kita tahu Allah mengasihi kita, dan Dia tetap bekerja, bahkan saat ini, untuk membawa kita mendekat pada-Nya.

Bagikan Konten Ini
3 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *