Paradoks Doa

Oleh Jeffrey Siauw, Jakarta

Salah satu misteri besar dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen adalah bagaimana kita harus berdoa.

Di satu sisi, kita tahu bahwa kita tidak boleh khawatir karena kita harus percaya pada Allah yang memelihara. Kita juga tidak boleh takut karena kita harus percaya bahwa Allah itu baik. Kita juga harus yakin bahwa apapun yang terjadi tidak pernah lepas dari kontrol Allah. Kita tahu bahwa apapun yang Allah akan berikan, sekalipun awalnya terasa tidak enak bagi kita, bisa menjadi kebaikan bagi kita. Karena itu kita harus belajar mengatakan: “Jadilah kehendak-Mu”.

Tetapi, di sisi lain, bukankah Tuhan mengajarkan kita untuk berseru kepada-Nya siang dan malam? Kita harus terus menerus meminta kepada-Nya seperti yang diajarkan dalam perumpamaan tentang hakim yang lalim (Lukas 18:1-7). Atau, seperti yang juga diajarkan oleh Yesus supaya kita terus meminta, mencari, mengetok pintu, sampai diberikan, ditemukan, dan dibukakan pintu (Lukas 11:5-10).

Kadang dengan mudah kita bisa berkata “jadilah kehendak-Mu” ketika permohonan doa itu tidak menyangkut diri kita tetapi orang lain, mungkin mereka yang sedang sakit atau kesusahan. Kita berkata “jadilah kehendak-Mu” karena mungkin di dalam hati kita tidak terlalu peduli dengan apapun yang akan terjadi! Tetapi ketika permohonan doa itu sangat menyangkut diri kita atau orang yang kita kasihi, masihkah kita berdoa dengan sikap “terserah Tuhan”?

Kita pasti akan memohon dengan sangat dan ngotot kepada Tuhan. Berkali-kali kita akan minta lagi dan minta lagi. Bahkan mungkin sambil menangis dan berduka. Tetapi di saat seperti itu, seringkali kita diingatkan, bukankah Tuhan tahu yang terbaik dan kehendak Tuhan adalah yang terbaik?

Maka di satu sisi kita ingin ngotot, di sisi lain kita tahu bahwa harusnya kita berserah. Lalu bagaimana seharusnya kita berdoa? Itulah paradoks doa. Seperti Yesus berdoa di taman Getsemani. Dia tahu persis bahwa Dia harus minum cawan itu. Tapi Dia tetap berdoa dengan sungguh-sungguh, bukan sekali tapi tiga kali! Artinya, Dia berdoa terus, meminta, mencari, mengetok, dengan sungguh-sungguh. Tapi, setiap kali, Dia berdoa dengan sikap “jadilah kehendak-Mu”. Paradoks!

Paradoks doa ini yang harusnya kita alami dan lakukan waktu berdoa. Kita meminta dengan sungguh, terus menerus, memohon kepada Tuhan, dan sekaligus berserah kepada kehendak Tuhan. Kita tidak boleh hanya meminta dengan ngotot tanpa percaya bahwa Tuhan tahu yang terbaik dan kehendak Tuhan adalah yang terbaik. Kita juga tidak boleh hanya “berserah” tanpa meminta dengan sungguh-sungguh, karena mungkin itu hanya tanda ketidakpedulian kita. Meminta dengan sungguh-sungguh dan berserah. Sangat sulit!

Aku percaya bahwa kehidupan doa adalah bagian dari perjalanan iman kita. Seperti tidak ada orang yang sempurna imannya, demikian pula tidak ada orang yang sempurna dalam berdoa. Mari terus belajar berdoa, dengan sungguh dan berserah kepada Tuhan.

Baca Juga:

Mazmur di Tengah Masa-masa Jenuhku

Ketika kejenuhan melanda, aku mencoba satu hal baru: aku mencoba memosisikand iri seperti seorang pemazmur. Dan, puji Tuhan, Dia menolongku untuk keluar dari jerat kejenuhan.

Bagikan Konten Ini
8 replies
  1. Novia
    Novia says:

    Selalu suka sama renungannya kak, selalu mudah untuk saya pahami, dan setiap baca renungan, selalu merasa di tegur

  2. Susana umboh
    Susana umboh says:

    Trima kasih kasih Tuhan utk firman-Mu pagi ini,telah mnegurku ,jdikan q Tuhan seorg pribadi yg tahu menegri kehendakMu sllu bljr&trus bljr bersoa&berdoa yg sungguh2 bkn dgn ksombongn keegoisan tpi dr hari yg sungguh berserah pd kehendak-Mu

  3. Nia Pricillia
    Nia Pricillia says:

    Terimakasih untuk renungan ini, memang saat ini saya sedang berada di titik kelemahan, kesulitan. Dan beberapa hari ini seperti mendapat teguran melalui FT, renungan, bahkan cuma sekedar story IG atau WA. Supaya saya mengandalkan kuasa Tuhan daripada kemampuan saya sendiri.
    Thanks for sharing…. Tuhan Yesus memberkati…

  4. Christina Santoso
    Christina Santoso says:

    Amin. Doa adalah nafas hidup orang percaya. Doa yang benar adalah doa yang mengutamakan kehendak Tuhan, bukan kehendak Kita. Dan iman Kita diuji melalui sikap Kita dalam berdoa.

  5. Putri Maya S Sihaloho
    Putri Maya S Sihaloho says:

    Terima kasih buat renungan ini. Sangat menegur saya yang sedang dimasa-masa jenuh. Dan setelah membaca ini mulai introspeksi diri atas isi doa saya selama ini kepada Tuhan.

  6. Chitra Badudu
    Chitra Badudu says:

    Mengutip kalimat di atas yg bunyinya: Ketika permohonan doa bukan menyangkut diri kita tetapi orang lain, mungkin mereka yang sedang sakit atau kesusahan. Kita berkata “jadilah kehendak-Mu” karena mungkin di dalam hati kita tidak terlalu peduli dengan apapun yang akan terjadi! Tetapi ketika permohonan doa itu sangat menyangkut diri kita atau orang yang kita kasihi, masihkah kita berdoa dengan sikap “terserah Tuhan”? –sangat menegur saya. Artinya, saya harus benar² berpikir ketika berjanji akan mendoakan seseorang. Saya harus memiliki hati yang tulus dan sangat peduli dengan permintaan doa saya untuk masalahnya. Tidak boleh ‘asal’…

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *