Posts

Jangan Hidup dalam Kekhawatiran

Oleh Yulinar Br. Bangun, Tangerang

Di ibadah yang kuikuti beberapa minggu lalu, ada lagu yang mengusik hatiku. Lagu ini ditulis oleh Ira Forest Stanphill, yang berjudul “I Know Who Holds Tomorrow”. Berikut ini sepenggal liriknya:

Many things about tomorrow
I don’t seem to understand
But I know who holds tomorrow
And I know who holds my hand

Bukan tanpa alasan mengapa lagu ini liriknya mengusikku. Lagu ini ini seperti jawaban, sekaligus tamparan buatku. Aku mahasiswa penerima beasiswa di sebuah kampus Kristen, sekarang aku tinggal menunggu wisuda. Aku bersyukur bisa menyelesaikan studiku dengan baik, tapi aku bingung dengan persiapan wisuda dan masuk dunia kerja nanti. Aku kepikiran dengan segala biaya yang perlu dikeluarkan: untuk cari kerja,untuk biaya tinggal di kota perantauan, dan sebagainya. Biaya ini tentu akan jadi beban buat keluargaku.

Aku memikirkan beberapa opsi, tapi aku malah jadi berdebat dengan orang tuaku. Apa yang menurutku baik ternyata tidak searah dengan pemikiran mereka. Aku ingin berhemat. Saat nanti diterima kerja, di bulan pertama kan aku belum mendapatkan gaji. Tapi, mereka malah ingin memberiku uang karena mereka ingin menenangkanku dan bersyukur karena aku tidak membebani mereka dengan biaya studi.

“Nak, pasti ada rezekinya. Tuhan pasti kasih jalan.” Percakapan kami berakhir dengan kalimat ini, kalimat sederhana yang mencerminkan keyakinan orang tuaku akan pemeliharaan Tuhan.

Jika ditelisik, masalahku adalah kekhawatiran akan hal-hal yang belum terjadi. Aku khawatir kalau orang tuaku nanti kesulitan finansial. Tapi, apakah kekhawatiran inilah yang jadi masalah utama? Dari konselingku, aku mendapati kalau khawatir hanyalah masalah yang tampak di permukaan saja. Akar dari khawatir adalah meragukan Tuhan, yang berujung pada mengandalkan diri sendiri.

Khawatir bukanlah pergumulan yang kualami sendiri, atau dialami oleh manusia zaman ini saja. Dari masa ke masa, khawatir senantiasa hadir dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam Injil Matius, Yesus menekankan, “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Matius 6:27). Rasul Paulus juga menegaskan, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Filipi 4:6).

Ketika keluar dari Mesir, bangsa Israel juga mengalami kekhawatiran. Meski Allah telah menyertai mereka dengan membelah Laut Teberau (Keluaran 14:15-31), mereka tetap saja khawatir dan bersungut-sungut. Namun, Allah tetap setia. Allah memelihara bangsa Israel dengan memberi mereka makanan berupa roti mana (Keluaran 16:4), melindungi mereka dengan tiang api dan tiang awan (Keluaran 14:19-2), serta memberi mereka mata air untuk diminum (Keluaran 15:22-27).

Penggalan lagu di awal tulisan ini membawaku kepada refleksi mendalam. Aku lahir dan besar di keluarga Kristen, kuliah di kampus Kristen, ikut ibadah di gereja, berdoa, memuji Tuhan. Tapi, seberapa sungguh aku mengimani itu semua?

Jika aku melihat perjalanan hidupku ke belakang, Tuhan selalu mencukupiku. Dia setia memelihara sampai ke titik ini. Dia izinkan aku menerima beasiswa. Lantas, mengapa aku harus khawatir untuk masa depanku jika Dia telah membuktikan kesetiaan-Nya. Mendapati fakta ini, aku jadi sangat malu.

Sebagai manusia yang tidak bisa mengetahui dengan jelas bagaimana masa depan, kita rentan jatuh dalam godaan kekhawatiran. Kita khawatir akan karier, jodoh, usia, keluarga, keuangan, dan lainnya. Alih-alih membiarkan khawatir itu memenuhi isi pikiran kita, kita dapat menaikkannya kepada Tuhan dalam doa. Izinkanlah Tuhan bekerja dalam kekhawatiran kita, izinkanlah hati kita untuk percaya dan taat pada cara kerja Tuhan.

Ketika kekhawatiran datang, izinkanlah kembali hati kita untuk percaya pada kesetiaan-Nya. Tuhan tak menjanjikan hidup kita bebas rintangan dan penderitaan, tetapi Dia berjanji setia menyertai.

I don’t worry o’er the future
For I know what Jesus said
And today I’ll walk beside Him
For He knows what is ahead

Many things about tomorrow
I don’t seem to understand
But I know who holds tomorrow
And I know who holds my hand

Baca Juga:

Ibadah Online, Salah Satu Kontribusi Gereja Redakan Pandemi COVID19

Apakah ibadah boleh ditiadakan hanya gara-gara sebuah wabah? Perlukah ibadah konvensional (secara tatap muka) tetap dipertahankan? Bagaimana pandangan Alkitab tentang hal ini?

Saat Aku Mengizinkan Ketakutan Menguasaiku

Oleh Agnes Lee, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: When I Let Fear Rule Me

Setiap orang punya ketakutannya masing-masing. Kadang, ketakutan itu begitu mempengaruhi kita hingga kita terjebak di dalamnya. Buatku, ketakutan yang kualami bermula dari peristiwa masuk angin.

Suatu hari aku terbangun dengan rasa tidak enak di tenggorokan yang kemudian berubah menjadi batuk-batuk. Aku memutuskan untuk pergi menemui dokter. Apa diagnosisnya? Kata dokter, itu hanya gejala masuk angin biasa. Aku disarankan untuk cuti beristirahat di rumah selama dua hari.

Kupikir tubuhku akan lebih baik setelah itu, tapi batuknya malah semakin parah. Aku juga merasa mual. Aku kehilangan nafsu makan dan tidak bisa menyantap makanan apapun. Tapi, aku harus memaksa diriku makan supaya aku bisa minum obat. Sepanjang hari aku merasa mengantuk dan terkadang demam. Aktivitas yang kulakukan cuma tertidur, tapi karena batuk, aku jadi sering terbangun.

Keadaan terasa lebih parah karena aku khawatir akan pekerjaanku yang harus kuselesaikan di kantor. Bosku sedang pergi dan tidak ada staf lain yang terlatih untuk menjalin komunikasi dengan klien.

Akhirnya, aku memutuskan untuk kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaanku. Saat aku berada di dalam kereta, aku mulai batuk-batuk. Orang-orang di sekelilingku pun menjauhiku.

Aku benci situasi itu—aku berharap seandainya saja aku tidak sakit. Aku berharap seandainya aku bisa menyembunyikan diri dari penumpang-penumpang lain. Orang-orang menghindariku seolah aku ini sedang menderita penyakit yang aneh dan menular. Rasanya begitu memalukan.

Bagaimana mungkin sekadar masuk angin membuatku merasa begitu tidak nyaman? Kapan aku akan sembuh? Sudah lima hari berlalu. Apakah ini benar-benar cuma masuk angin? Dokter yang memeriksaku sepertinya telah salah!

Bagaimana kalau ternyata aku menderita kanker paru-paru? Atau TBC? Aku tahu seseorang yang menderita TBC dan masa-masa pemulihannya itu sangat menyakitkan, penuh dengan jarum, obat-obatan yang berbeda, rawat inap, dan beberapa kali kunjungan ke dokter. Gejala awal penyakit parah itu dimulai dari sekadar masuk angin dan pilek juga.

Aku mencoba mengalihkan diriku dari pikiran-pikiran negatif dengan mendengarkan lagu-lagu. Aku menemukan sebuah lagu dari Casting Crowns yang berjudul Oh My Soul. Mark Hall, penulis sekaligus penyanyinya berkata: “Ada suatu tempat di mana ketakutan harus berhadapan dengan Tuhan yang kamu percaya.” Lagu ini melegakanku.

Tuhan sedang memberitahuku untuk tidak takut. Tuhan menggunakan lagu itu untuk meyakinkanku, agar aku meletakkan ketakutanku di hadapan-Nya sebab Dia begitu mengerti akan diriku. Ketika kita membawa ketakutan kita ke hadapan Tuhan, Dia memikulnya untuk kita dan membebaskan kita.

Ketika aku mencari tahu lebih tentang lagu itu, aku mendapati bahwa penulisnya menulis lagu itu saat dia berada di titik terendahnya—di suatu malam ketika dia didiagnosis menderita tumor di di dalam ginjalnya.

Aku terinspirasi dari iman yang diungkapkan oleh sang penulis lagu itu. Aku menyembah Tuhan yang selalu berada di sisiku di segala musim kehidupan, dan Dia tidak pernah meninggalkanku. Lantas, mengapa aku tidak menanggalkan segala ketakutanku? Aku begitu khawatir, terjebak di dalamnya, hingga aku lupa kalau sebenarnya aku bisa menyerahkan segala ketakutan itu kepada Tuhan.

Ketakutanku yang berlebihan itu rasanya adalah sesuatu yang konyol, sebab ketakutan itu tidak berdasar. Semakin aku berfokus kepadanya, semakin aku menjadi takut. Sebaliknya, aku dapat memberitahu diriku untuk fokus kepada Tuhan. Dan, dengan segera aku mendapatkan kedamaian hati karena aku mengetahui bahwa aku dapat menyerahkan segala ketakutanku kepada Tuhan yang kutahu.

Dalam diam, aku mengucapkan doa memohon ampun. Aku telah mengizinkan ketakutanku merampas kedamaian hatiku ketika seharusnya aku dapat menyerahkan segala rasa itu kepada Tuhan. Malam itu, aku menyembah Tuhan, berdoa, lalu tertidur.

Di tengah malam, aku batuk-batuk lagi. Tapi, anehnya, kali ini aku menangis. Aku merasa hadirat Tuhan melingkupiku tepat di saat aku benar-benar membutuhkan penghiburan. Saat itu aku merasakan kedamaian yang Ilahi dalam hatiku. Aku teringat Yohanes 14:27, ketika Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” Perkataan ini memenuhi hatiku dan aku merasa terhibur oleh firman Tuhan. Dari ayat ini, aku diingatkan bahwa Tuhan memberikan damai-Nya bagi kita bahkan ketika kita sedang menghadapi masalah. Kita tidak perlu takut sebab Tuhan ada bersama dengan kita.

Setelah beberapa menit, aku merasa seperti ada sesuatu yang terangkat dari tenggorokanku dan secara ajaib Tuhan menyembuhkanku. Tenggorokanku tidak lagi terasa gatal dan kering seperti hari-hari sebelumnya, dan batukku pun lebih berkurang sejak saat itu dan seterusnya. Di akhir minggu, batuk itu lenyap seutuhnya.

Melalui sakit yang kualami, itulah cara Tuhan mengingatkanku bahwa ada sebuah tempat di mana kita bisa meletakkan segala ketakutan kita, sebuah tempat di mana kita dapat merasa aman. Tuhan adalah Gembala yang baik, yang menyerahkan hidup-Nya untuk domba-domba-Nya (Yohanes 10:11). Karena Tuhan ada di sisiku, aku tidak perlu takut kehilangan kesehatan atau kenyamanan hidupku. Meskipun aku tidak dapat mengendalikan apa yang terjadi dalam hidupku, Tuhan sanggup melakukannya.

Baca Juga:

Di Balik Hambatan yang Kita Alami, Tuhan Sedang Merenda Kebaikan

Ketika melepas tahun 2018 yang lalu, kita mungkin mengidentikkan tahun 2019 ini dengan harapan-harapan baru. Tapi, mungkin juga kita bertanya-tanya, apakah tahun ini akan berbeda dari tahun sebelumnya? Atau, apakah sama saja?

Melepaskan Ketakutan

Selasa, 27 Februari 2018

Melepaskan Ketakutan

Baca: Markus 6:45-53

6:45 Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat lebih dulu ke seberang, ke Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang.

6:46 Setelah Ia berpisah dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa.

6:47 Ketika hari sudah malam perahu itu sudah di tengah danau, sedang Yesus tinggal sendirian di darat.

6:48 Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal, maka kira-kira jam tiga malam Ia datang kepada mereka berjalan di atas air dan Ia hendak melewati mereka.

6:49 Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak,

6:50 sebab mereka semua melihat Dia dan merekapun sangat terkejut. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”

6:51 Lalu Ia naik ke perahu mendapatkan mereka, dan anginpun redalah. Mereka sangat tercengang dan bingung,

6:52 sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil.

6:53 Setibanya di seberang Yesus dan murid-murid-Nya mendarat di Genesaret dan berlabuh di situ.

Tenanglah! Aku ini, jangan takut! — Markus 6:50

Melepaskan Ketakutan

Tubuh kita akan bereaksi terhadap perasaan ngeri dan takut. Perut kita merasa mual, jantung kita berdegup kencang, dan napas kita tersengal-sengal. Semua itu menandakan kecemasan kita. Tubuh kita secara alami memberikan reaksi yang membuat kita tidak bisa mengabaikan perasaan yang tidak nyaman itu.

Suatu malam, para murid diguncang rasa takut setelah Yesus mengadakan mukjizat dengan memberi makan lebih dari lima ribu orang. Tuhan meminta para murid berangkat terlebih dahulu ke Betsaida supaya Dia dapat berdoa sendirian. Sepanjang malam itu, ketika para murid sedang bersusah payah mendayung melawan angin sakal, tiba-tiba mereka melihat Yesus berjalan di atas air. Para murid menjadi sangat ketakutan karena mengira Yesus adalah hantu (Mrk. 6:49-50).

Namun, Yesus meyakinkan mereka untuk tidak takut dan tetap tenang. Setelah Dia naik ke perahu, angin kencang tiba-tiba berhenti dan mereka dapat melanjutkan perjalanan hingga tiba di pantai. Saya membayangkan bahwa kengerian mereka ditenangkan ketika mereka dilingkupi damai sejahtera yang diberikan Tuhan.

Ketika kita merasa kewalahan dan dihimpit kecemasan, kita dapat dengan yakin mengandalkan kuasa Yesus. Yesus sanggup meredakan gelombang pergumulan kita, atau sebaliknya, Dia memberi kita kekuatan untuk menghadapi pergumulan itu. Apa pun yang dikerjakan-Nya, Dia akan memberi kita damai sejahtera-Nya yang “melampaui segala akal” (Flp. 4:7). Ketika Yesus melepaskan kita dari segala ketakutan, jiwa dan tubuh kita akan kembali merasakan ketenangan. —Amy Boucher Pye

Tuhan Yesus Kristus, tolonglah aku saat rasa takut melanda. Lepaskan aku dari semua ketakutan dan berilah aku damai sejahtera-Mu.

Tuhan melepaskan kita dari segala ketakutan.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 17-19; Markus 6:30-56

Berani untuk Setia

Minggu, 18 Februari 2018

Berani untuk Setia

Baca: 1 Petrus 3:13-18

3:13 Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?

3:14 Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.

3:15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,

3:16 dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.

3:17 Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.

3:18 Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,

Janganlah gentar. —1 Petrus 3:14

Berani untuk Setia

Ketakutan terus menggayuti Hadassah, seorang remaja putri Yahudi yang hidup pada abad pertama. Ia adalah tokoh fiktif dalam buku karya Francine Rivers yang berjudul A Voice in the Wind. Setelah Haddasah menjadi seorang budak di rumah seorang Romawi, ia takut mengalami penganiayaan karena imannya kepada Kristus. Ia tahu bahwa orang Kristen dibenci, dan banyak yang dihukum mati atau menjadi mangsa singa di gelanggang. Akankah ia tetap berani untuk teguh mempertahankan kebenaran ketika ia diuji?

Akhirnya, ketakutannya yang terbesar pun menjadi kenyataan. Majikannya dan para pejabat Romawi lainnya yang membenci iman Kristen menantang Hadassah. Ia diberi dua pilihan: menyangkali imannya kepada Kristus atau dijadikan mangsa singa di gelanggang. Namun ketika ia tetap menyatakan Yesus Kristus sebagai Tuhannya, ketakutannya pun hilang dan ia menjadi berani untuk menghadapi kematian sekalipun.

Alkitab mengingatkan bahwa adakalanya kita akan menderita karena melakukan kebenaran—baik karena memberitakan Injil atau karena menjalani hidup saleh yang bertentangan dengan nilai-nilai dunia zaman sekarang. Kita diingatkan untuk tidak menjadi gentar (1Ptr. 3:14), tetapi menguduskan “Kristus di dalam hati [kita] sebagai Tuhan” (ay.15). Pergumulan utama Hadassah terjadi di dalam hatinya. Ketika akhirnya ia menetapkan hati untuk tetap memilih Yesus, ia pun memperoleh keberanian untuk setia.

Ketika kita memutuskan untuk menguduskan dan menghormati Kristus, Dia akan menolong kita mempunyai keberanian dan mengatasi ketakutan pada saat iman kita diuji. —Keila Ochoa

Bapa, berikanlah kepadaku keberanian untuk teguh beriman pada saat-saat yang sulit.

Marilah kita berani ketika bersaksi bagi Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 23-24; Markus 1:1-22

5 Ayat Alkitab yang Menguatkanmu Saat Kamu Merasa “Takut”

Kehidupan memang tidak selalu berjalan dengan mulus. Kadang kita menghadapi tantangan dan badai hidup yang dapat menggoyahkan iman kita. Tetapi semua itu dapat menjadi sebuah jalan agar kita makin berakar dan bertumbuh di dalam Tuhan. Saat melewati hari-hari yang sulit itu, membaca firman Tuhan dapat menguatkan kita untuk terus berjuang di dalam Dia. Mari terus berharap pada kekuatan dan penghiburan dari-Nya.

5-5 Ayat Alkitab-takut-01

5-5 Ayat Alkitab-takut-02

5-5 Ayat Alkitab-takut-03

5-5 Ayat Alkitab-takut-04

5-5 Ayat Alkitab-takut-05

5-5 Ayat Alkitab-takut-06

Jadilah yang pertama menemukan artikel terbaru dari WarungSaTeKaMu.org. Add akun LINE kami dengan klik di sini atau cari melalui ID @warungsatekamu

Add Friend

Skripsi dan Iman

Oleh: Teresia

skripsi-dan-iman

Siapa sangka skripsi bisa membuat iman bertumbuh?

Bagi para mahasiswa tingkat akhir, skripsi biasanya menjadi momok. Tapi tidak bagiku. Aku sama sekali tidak menganggap skripsi sebagai sesuatu yang sulit. Aku sangat yakin skripsi dapat diselesaikan dengan baik kalau kita mau berusaha. Dan memang kenyataannya begitu. Proposal skripsiku diterima tanpa hambatan yang berarti.

Tanpa disangka-sangka, beberapa minggu sebelum seminar proposalku diadakan, aku dilanda kecemasan dan ketakutan yang tidak beralasan. Pikiran negatif bermunculan tanpa bisa dibendung. Keluarga dan teman dekat tidak banyak membantu, karena setahu mereka, aku adalah sosok yang kuat dan percaya diri. Apa yang aku ceritakan tidak mereka tanggapi dengan serius. Mereka yakin aku pasti bisa mengatasinya. Namun, ketakutan itu begitu hebat hingga mulai mempengaruhi kondisi fisikku. Aku merasa sangat bingung. Rasanya seperti tidak mengenal diriku sendiri. Aku takut, tetapi tidak tahu apa yang kutakutkan. Aku mencoba menggunakan “Teknik Pembebasan Emosi”, bersandar pada ilmu psikologi yang memang kusukai. Tentu saja, tidak banyak membantu. Kecemasan itu masih ada.

Sampai pada akhirnya aku menyerah dan mencari jawaban kepada Tuhan. Aku sangat malu saat membaca Matius 8:26. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya yang sedang ketakutan: “‘Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?’ Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.”

Sebutan “kamu yang kurang percaya” atau dalam terjemahan Inggris: “you of little faith” benar-benar menamparku. Selama ini aku “merasa” sudah punya hubungan yang erat dengan Tuhan, setiap malam aku biasa membaca Alkitab. Namun, sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari aku lebih banyak bersandar pada pengertianku sendiri. Ayat-ayat Alkitab sekadar menjadi bacaan yang baik bagiku, bukan sesuatu yang benar-benar kuhidupi.

Pengalaman skripsi itu dipakai Tuhan untuk membuatku mengerti apa artinya “percaya”. Dia mau aku menyandarkan hati dan pikiranku sepenuhnya hanya kepada-Nya. Mungkin ini yang namanya “spiritual awakening” alias kebangunan rohani yang sebenarnya. Mataku dibukakan pada kebenaran-kebenaran Firman Tuhan yang mengubahkan hidup. Imanku yang sempat goyah dikuatkan oleh-Nya. Semua ketakutan dan kecemasan yang tak beralasan itu pun perlahan lenyap, berganti kedamaian yang melegakan hati. Kedamaian yang hanya dapat ditemukan di dalam Tuhan. Tak satu pun manusia yang bisa menghibur kita seperti itu. Tak satu pun teknik psikologi yang bisa memberikan damai serupa.

Sungguh hebat mengingat bahwa kita punya Allah yang kebesaran dan kasih-Nya jauh melampaui batas pemikiran kita. Lebih hebat lagi, Dia berjanji untuk tidak pernah meninggalkan kita, anak-anak-Nya yang mau percaya dan bersandar penuh kepada-Nya. Apa pun kesulitan hidup yang menghadang, kita tak perlu takut menghadapinya, sebab Tuhan kita memegang kendali atas segala yang ada.

Terpujilah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Bahwasanya cinta-Nya untuk selama-lamanya. Amin.

Pahlawan Kita Yang Tak Kenal Rasa Takut

Jumat, 15 November 2013

Pahlawan Kita Yang Tak Kenal Rasa Takut

Baca: Matius 8:23-34

Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya? —Matius 8:26

Sewaktu saya masih kanak-kanak, saya pernah merasa sangat takut untuk tidur di malam hari. Segera setelah orangtua saya mematikan lampu kamar tidur, saya membayangkan tumpukan baju kotor di atas kursi akan berubah bentuk menjadi seekor naga yang ganas. Saya juga membayangkan ada sesosok makhluk mengerikan di bawah tempat tidur, dan itu membuat saya panik dan tidak berani memejamkan mata.

Saya telah menyadari bahwa rasa takut yang melumpuhkan itu tidak hanya terjadi pada waktu saya kecil. Sekarang, rasa takut juga menghalangi kita untuk mau mengampuni, untuk mempunyai sikap yang benar di tengah pekerjaan, untuk menyerahkan harta bagi Kerajaan Allah, atau untuk berani menolak dosa dan tidak terbawa oleh arus yang menyesatkan. Jika kita menghadapi semua itu seorang diri, kita akan berhadapan dengan banyak “naga yang ganas” dalam hidup ini.

Dalam kisah tentang para murid yang berada dalam perahu yang diombang-ambingkan badai, saya tertegun saat menyadari bahwa satu-satunya pribadi yang tidak diliputi ketakutan hanyalah Yesus. Dia tidak takut terhadap angin ribut, terhadap orang gila di pekuburan, ataupun kepada sepasukan setan yang merasuki orang tersebut (Mat. 8:23-34).

Ketika dihadapkan dengan rasa takut, kita perlu mendengar pertanyaan Yesus, “Mengapa kamu takut?” (ay.26). Kita diingatkan kembali bahwa Dia tidak akan pernah membiarkan ataupun meninggalkan kita (Ibr. 13:5-6). Tak ada satu hal pun yang tak dapat diatasi-Nya, sehingga tak ada satu hal pun yang ditakuti-Nya. Jadi, ketika kelak Anda dicekam rasa takut, ingatlah bahwa Anda dapat mengandalkan Yesus, Pahlawan kita yang tak kenal rasa takut! —JMS

Tuhan, terima kasih karena Engkau mengingatkanku bahwa Engkau
takkan membiarkan atau meninggalkanku. Saat aku takut, aku tahu
aku dapat mengandalkan penyertaan-Mu dan kuasa-Mu
untuk menenangkan hatiku dan mengatasi ketakutanku.

Ketika rasa takut mencekam, berserulah kepada Yesus, Pahlawan kita yang tak kenal rasa takut.

Keyakinan Di Masa Sulit

Senin, 23 September 2013

Keyakinan Di Masa Sulit

Baca: Mazmur 91

Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa. —Mazmur 91:1

Ada anak-anak yang suka membual tentang ayah mereka. Jika Anda kebetulan mendengarkan percakapan di antara mereka, Anda akan mendengar anak kecil berkata, “Ayahku lebih jago dari ayahmu!” atau “Ayahku lebih pintar dari ayahmu!” Akan tetapi bualan terbesar yang bisa diucapkan adalah, “Ayahku lebih kuat dari ayahmu!” Bualan ini biasanya diucapkan dengan niat untuk memperingatkan anak-anak lain; andai kata mereka mengancam anak ini, mereka harus siap-siap menghadapi ayahnya yang lebih kuat dan yang bisa mengalahkan mereka semua, termasuk ayah mereka!

Mempercayai bahwa ayah Anda adalah yang terkuat di antara ayah-ayah lainnya dapat mengilhami rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi suatu bahaya. Inilah mengapa saya menyukai kenyataan bahwa Allah Bapa kita itu Mahakuasa. Ini berarti tidak seorang pun dapat menandingi kekuatan dan kuasa-Nya. Lebih hebatnya lagi, itu berarti Anda dan saya “bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa” (Mzm. 91:1). Jadi, tidaklah mengherankan jika sang pemazmur dapat dengan yakin mengatakan bahwa ia “tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang” (ay.5).

Terlepas dari apa yang akan terjadi hari ini atau masalah yang sedang Anda hadapi saat ini, janganlah lupa bahwa Allah lebih kuat daripada apa pun yang terjadi di dalam hidup Anda. Jadi, yakinlah! Naungan kehadiran-Nya yang senantiasa menyertai Anda telah menjamin bahwa kuasa-Nya dapat mengubah situasi seburuk apa pun menjadi sesuatu yang baik. —JMS

Bapa surgawi, di tengah masalah yang kuhadapi,
ajarku untuk bersandar pada kenyataan bahwa Engkau
Mahabesar. Terima kasih atas keyakinan yang kumiliki bahwa
Engkau jauh lebih kuat dari apa pun yang mengancam hidupku.

Allah lebih besar daripada masalah kita yang terbesar.

Obat Bagi Ketakutan

Senin, 20 Februari 2012

Baca: Mazmur 34:2-11

Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. —Mazmur 34:5

Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden terpilih Amerika yang baru pada tahun 1933, Franklin D. Roosevelt, berpidato kepada suatu bangsa yang masih terpuruk akibat mengalami Depresi Besar. Dengan harapan dapat memicu pandangan yang lebih optimis menghadapi krisis ekonomi tersebut, ia menyatakan, “Satu-satunya hal yang perlu kita takuti adalah ketakutan itu sendiri!”

Ketakutan sering muncul dalam hidup kita ketika kita menghadapi risiko kehilangan sesuatu—kekayaan, kesehatan, reputasi, kedudukan, rasa aman, keluarga, temanteman kita. Ketakutan menyingkapkan keinginan batin kita yang terdalam untuk melindungi hal-hal yang penting bagi kita, daripada untuk mempercayakan semua itu sepenuhnya dalam pemeliharaan dan kendali Allah. Ketika ketakutan menguasai, ia akan melumpuhkan emosi kita dan menguras kekuatan rohani kita. Kita jadi takut menceritakan tentang Kristus kepada orang lain, memberikan hidup dan harta kita demi kepentingan orang lain, atau untuk mencoba hal-hal yang baru. Jiwa yang diliputi ketakutan akan jauh lebih rentan terhadap si musuh, yang menggoda kita untuk mengkompromikan keyakinan iman dan menjerumuskan kita untuk bersandar pada diri sendiri.

Obat bagi ketakutan, tentunya, adalah sikap percaya kepada Pencipta kita. Hanya ketika kita mempercayai bahwa kehadiran, kuasa, perlindungan, dan pemeliharaan Allah bagi hidup kita itu nyata, kita baru dapat turut merasakan sukacita Pemazmur yang berkata, “Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (Mzm. 34:5). —JMS

Kekuatan serta penghiburan
Diberikan Tuhan padaku.
Tiap hari aku dibimbing-Nya;
Tiap jam dihibur hatiku. —Berg

(Kidung Jemaat, No.332)

Sikap percaya kepada Tuhan adalah obat untuk jiwa yang penuh ketakutan.