Mengapa Kita Perlu Menunda Pertemuan Fisik?

Oleh Dr. Alex Tang
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Why We Should Stop Meeting Together

Mengapa orang-orang Kristen perlu menunda aktivitas pertemuan selama masa-masa pandemi virus Covid-19? Apakah karena kita kekurangan iman bahwa Tuhan akan melindungi kita? Bukankah Tuhan menjanjikan perlindungan-Nya sebagaimana tertulis di Mazmur 91:5-6 agar kita tidak “takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang”?

Gereja-gereja menunda pertemuan ibadah dan pertemuan-pertemuan lainnya sebagai antisipasi dalam mencegah penyebaran virus. Berbagai cara alternatif pun dilakukan. Ada gereja yang menyiarkan ibadahnya secara daring, atau hadir dalam media-media lain agar para jemaat tetap mendapatkan dukungan dan terhubung dengan firman Tuhan.

Pertemuan ibadah di mana jemaat hadir bersama-sama adalah bagian yang penting dalam tradisi gereja Kristen. Kita bertemu bersama untuk koinonia; perjamuan kudus, persekutuan, berdoa, menyembah, dan mendidik jemaat. Bahkan di masa-masa penganiayaan pun, gereja selalu berusaha untuk bertemu bersama secara sembunyi-sembunyi terlepas dari bahaya yang mengancam. Lantas, mengapa sekarang kita menghindari pertemuan tatap muka? Mengapa kita harus membatalkan semua pertemuan fisik yang sudah kita rencanakan?

Bukan kekurangan iman, tapi kita tidak mencobai Tuhan

Pertama, gereja-gereja menunda pertemuan fisik bukanlah tanda bahwa gereja kekurangan iman, melainkan gereja beriman kepada Tuhan yang menciptakan manusia dan mengaruniakannya dengan pemikiran yang rasional. Ya, Tuhan menjanjikan perlindungan-Nya. Tapi, apakah dengan begitu kita lalu terjun dari lantai 10 sebuah gedung dan percaya Tuhan akan mengirim malaikat-malaikat-Nya sebelum tubuh kita terluka? Bukankah Mazmur 91:11-12 berkata, “Sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu”?

Kita perlu berpikir, apakah ini masalah iman, atau kesombongan? Iblis merayu Yesus ketika dia membawa-Nya ke puncak tertinggi bait Allah dan menyuruh-Nya lompat. Iblis bahkan mengutip Mazmur 91:11-12 (Iblis juga tahu firman Tuhan!). Tapi, Yesus merespons Iblis dengan tegas. Yesus berkata bahwa Dia tidak mencobai Allah, mengutip dari Ulangan 6:16, “Jangalah kamu mencobai TUHAN, Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa.”

Yesus dengan tepat menegaskan masalahnya di sini bukanlah tentang iman, tetapi tentang mencobai Allah. Di Masa, bangsa Israel berdebat dengan Musa perihal kekurangan air, dan Musa menegur mereka karena telah mencobai Allah dengan ketidaktaatan dan keraguan mereka. Itulah mengapa generasi Musa tidak melihat Tanah Perjanjian, tapi mendapatkan hukuman untuk mengembara di padang gurun selama 40 tahun sampai mereka semua mati (Mazmur 95:8-10).

Jadi, ketika kita saling bertanya tentang iman kita, kita perlu meyakini bahwa kita tidak sedang mencobai Tuhan. Kadang, kita hanya ingin melihat Tuhan menepati firman-Nya. Aku mempunyai saran bahwa menunda pertemuan selama masa ini bukanlah tindakan kekurangan iman, tetapi sebuah sikap penyembahan kepada Tuhan.

Pembatasan sosial adalah tanggung jawab kita

Kedua, pembatasan sosial (social distancing) dianggap sebagai cara yang efektif untuk membatasi penyebaran virus Covid-19. Virus ini hanya dapat aktif dalam tubuh manusia dan disebarkan dari satu manusia ke manusia lain melalui droplet (batuk, bersin) dan kontak di area yang sudah terkontaminasi (seperti meja dan kursi). Virus jadi semakin mudah menyebar ketika orang-orang berkumpul dalam jumlah besar dan dalam kumpulan itu ada satu orang yang terinfeksi. Ketika orang yang terinfeksi mampu diidentifikasi dengan cepat dan segera dirawat (saat ini tidak ada perawatan yang sifatnya efektif, hanya suportif), virus itu akan mati dan tidak menyebar.

Memutus rantai persebaran virus dari manusia ke manusia akan menolong mengurangi jumlah orang yang terinfeksi pandemi ini. Oleh karena itu, kita perlu membatalkan semua pertemuan publik di mana orang-orang datang secara bersama-sama dan dalam jumlah besar. Inilah yang disebut dengan pembatasan sosial dan merupakan tanggung jawab kita untuk melaksanakannya. Kita melakukan ini untuk saling melindungi, terkhusus bagi kaum lansia di atas 65 tahun yang paling berisiko meninggal dunia karena terjangkit virus ini.

Dampak lain dari pembatasan sosial adalah memperlambat penyebaran virus. Jika terlalu banyak orang terinfeksi dalam waktu bersamaan, fasilitas kesehatan kita akan kebanjiran pasien, sebagaimana terjadi di Italia dan Iran, dan Tiongkok.

Bisakah kita melakukan sesuatu?

Kita tidak bisa mengentaskan pandemi ini sendirian. Dalam lingkup kita yang terbatas, yang bisa kita lakukan adalah menjaga kebersihan pribadi, patuh pada anjuran dari instansi kesehatan dan pemerintah, serta mempercayakan para petugas medis untuk melaksanakan tugasnya.

Tips praktis bagi kita semua

– Tinggallah di rumah sebisa mungkin.
– Hindari perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri jika memungkinkan (meskipun kita sudah mengeluarkan biaya, kesehatan kita jauh lebih penting daripada uang).
– Cuci tangan dengan sabun dan air saat di rumah dan gunakan pembersih tangan saat di luar rumah.
– Jika sakit dengan gejala batuk dan demam, tinggallah di rumah dan jangan mengunjungi teman.
– Makan di rumah, atau beli makanan bungkus jika memungkinkan.
– Jika harus pergi makan ke luar, gunakan pembersih tangan untuk membersihkan area di sekitar tempat duduk dan bawalah peralatan makan pribadi.
– Hindari menyentuh hidung, wajah, dan mulut.
– Jangan duduk berdekat-dekatan dengan orang lain.
– Hindari tempat-tempat ramai, bahkan taman bermain atau ruangan terbuka sekalipun.

Tanggung jawab sosial yang kita lakukan adalah bentuk ibadah kita untuk mengasihi sesama. Keputusan untuk membatalkan atau menunda aktivitas gereja adalah sikap yang bertanggung jawab dalam menanggapi pandemi virus corona. Gereja-gereja harus mencari cara lain untuk tetap terhubung dengan jemaatnya secara daring, sesuai dengan perkembangan teknologi. Marilah terus berdoa agar pandemi ini dapat segera berakhir dan kita dapat melanjutkan kembali persekutuan kita seperti sediakala.

* * *

Tentang penulis:

Dr. Alex Tang adalah seorang pengkhotbah, pembicara, cendekiawan, penulis dan pendiri Kairos Spiritual Formation Ministries. Dia juga menjabat sebagai Konsultan Senior Pediatri (Ilmu kedokteran tentang kesehatan anak) di KPJ Johor Specialist Hospital, Johor Bahru dan sebagai rekanan Profesor Pediatri di Clinical School Monash University. Dr. Tang juga mengajar teologi praktis di Malaysia Bible Seminary (MBS) dan East Asia School of Theology (EAST) di Singapura. Kunjungi situsnya di www.alextang.org

Baca Juga:

Bosan Saat Berdoa? Cobalah Metode Berdoa Berdasarkan Alkitab

Sulit menikmati doa?
Bingung bagaimana harus berdoa?

Teman kita, Novita, pernah mengalaminya. Dia lalu membaca satu buku yang mencerahkannya. Yuk baca artikel Novita.

Bagikan Konten Ini
3 replies
  1. Rita Linggalo
    Rita Linggalo says:

    Luar biasa Firman Tuhan ini…kesaksian kemarin saya berkhotbah, isi Firman-Nya hmpir sama dgn apa saya yg buat dgn materi ini.. Padahal saya blm membacanya..Tuhan kiranya memberkati kita….😇

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *