Mengejar Hikmat Surgawi

Hari ke-20 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Mengejar Hikmat Surgawi

Baca: Yakobus 3:17–18

3:17 Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.

3:18 Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai.

Mengejar Hikmat Surgawi

Saat masih remaja, aku sudah mengikuti sebuah kelompok pendalaman Alkitab wanita bersama ibuku. Dalam kelompok itu, aku mengamati, mendengar, dan belajar dari para wanita lain yang punya lebih banyak pengalaman hidup. Sepanjang perjalanan belajar Alkitab bersama mereka, aku mendengar mereka membahas topik-topik Alkitab yang sulit, juga mendengarkan pergumulan mereka dalam hidup sehari-hari. Ada satu wanita yang sangat menarik perhatianku.

Namanya Rita. Ia adalah pemimpin kelompok belajar Alkitab itu.

Rita selalu lambat untuk berkata-kata (Yakobus 1:19); sabar menanti, mendengarkan, dan mempertimbangkan pemikiran orang lain, menilai apa yang mereka katakan, berusaha belajar sekaligus menyaring semua masukan, memastikan itu selaras dengan firman Tuhan. Setiap kali percakapan dalam kelompok mulai bergeser ke arah yang tidak membangun, Rita akan dengan lemah lembut mengarahkan pembicaraan itu untuk kembali berfokus kepada Tuhan.

Perkataan dan tindakan Rita memberiku gambaran sekilas tentang seperti apa seharusnya hikmat surgawi itu terlihat. Kehidupannya menggambarkan beberapa karakteristik yang kita temukan dalam Yakobus 3:17-18.

– Murni: Artinya tidak bernoda. Kemurnian melibatkan komitmen penuh untuk menjaga kekudusan hidup, termasuk dari “iri hati dan mementingkan diri sendiri” (Yakobus 3:14) sebagaimana disebutkan ayat sebelumnya.

– Pendamai: Secara harfiah berarti suka kedamaian. Orang yang suka damai mendambakan kedamaian dan senang menciptakan suasana yang damai. Menjadi seorang pendamai tidak mudah dalam praktiknya, terutama saat berhadapan dengan berbagai macam orang yang memiliki perbedaan pendapat.

– Peramah: Sebagai manusia yang berdosa, kita tidak luput dari kesalahan. Menjadi seorang peramah di sini berarti dengan lemah lembut mengarahkan orang lain kepada jalan yang benar tanpa membuat mereka merasa dihakimi atas kelemahan atau kelalaian mereka. Seorang peramah memikirkan hal-hal yang baik dari orang lain.

– Penurut: Ini menunjukkan keterbukaan untuk mendengarkan orang lain dan kesediaan untuk mengikuti apa yang sesuai akal sehat dan prinsip-prinsip Alkitab. Ini meliputi sikap yang rendah hati untuk berubah apabila memang terbukti salah. Seorang penurut memiliki hati yang terbuka dan mau diajar.

– Penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik: Yang dimaksud di sini bukan sekadar merasa kasihan dan bersimpati, melainkan belas kasihan yang dinyatakan dalam tindakan. Galatia 5:22-23 mendaftarkan buah-buah roh sebagai berikut: “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” Setiap karakteristik ini melibatkan tindakan.

– Tidak memihak: Artinya tidak pandang bulu. Dalam hubungan kita dengan orang-orang di sekitar kita, kita harus bersikap adil dan tidak membeda-bedakan orang—sama seperti Tuhan yang adil kepada semua orang.

– Tidak munafik: Orang yang tidak munafik adalah orang yang tulus. Hidup mereka terbuka, tidak berpura-pura. Mereka siap mengakui bahwa mereka bukan manusia sempurna, dan melakukan yang terbaik untuk mempertahankan nilai-nilai yang mereka junjung tinggi.

Yakobus mengakhiri bagian ini dengan menyebutkan buah dari hikmat surgawi, yaitu kebenaran. Ia memanggil kita untuk mengejar hidup benar yang dikehendaki Tuhan dengan mulai mengejar hikmat surgawi.

Hikmat surgawi mencakup banyak hal, tetapi setidaknya kita dapat mulai dengan hidup menurut semua karakteristik yang disebutkan tadi! Jika kamu sama seperti aku yang bergumul dalam mempraktikkannya, kamu dapat mulai dengan berdoa memohon hikmat. Yakobus mendorong kita di bagian awal suratnya, “Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah” (Yakobus 1:5)—Dia berjanji untuk memberikan hikmat dengan murah hati, kepada semua orang yang meminta dan mempercayainya dengan tidak bimbang. —Julie Schwab, Amerika Serikat

Handlettering oleh Elizabeth R. Soetopo
Photo credit: Ian Tan

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Kesan seperti apa yang kamu berikan ketika berbicara tentang imanmu kepada orang lain—apakah imanmu terkesan sebagai sebuah kewajiban atau sebuah kesukaan?

2. Bagaimana hikmat yang dari Tuhan menolongmu melewati berbagai situasi hidup secara berbeda?

3. Ambillah waktu untuk merenungkan aspek-aspek dari hikmat yang berasal dari Tuhan. Pilih salah satu aspek dan pikirkan bagaimana hari ini kamu dapat bertumbuh dalam aspek tersebut.

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Julie Schwab, Amerika Serikat | Julie tinggal di Virginia untuk menempuh studi, namun dia berharap agar kelak dia dapat pindah kembali ke kampung halamannya di Michigan segera setelah dia lulus. Dia menikmati perjalanan hidupnya yang berpindah dari kota ke kota, namun dia pun rindu menemukan tempat yang tetap yang bisa dipanggilnya sebagai rumah. Meskipun sibuk dengan urusan studinya, Julie suka menulis dan bermain gitar, kedua hal ini dipandangnya sebagai bentuk penyembahannya kepada Tuhan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Bagikan Konten Ini
2 replies
  1. Christy
    Christy says:

    1. Berbicara tentang Iman, awalnya kita beriman karena hasil dari kewajiban orangtua yg di wariskan. Iman bertumbuh terus dari sebuah ketekunan bahkan ujian yg terjadi menjadi penyerahan total atau tidak setengah2. Saat Iman terus di praktekkan itu berarti sebuah kesukaan.
    2. Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yg terpanggil sesuai dengan rencana Nya. Kita belajar mengasihi saat kita tidak ingin atau tidak dikasihi
    3.

  2. Frensia tanaga
    Frensia tanaga says:

    1. Kesan seperti apa yang kamu berikan ketika berbicara tentang imanmu kepada orang lain—apakah imanmu terkesan sebagai sebuah kewajiban atau sebuah kesukaan?
    Saya pikir sebuah kewajiban yang saya lakukan
    2. Bagaimana hikmat yang dari Tuhan menolongmu melewati berbagai situasi hidup secara berbeda?
    Dengan percaya Tuhanlah sumber pertolongan amin

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *