Seri Kesaksian Atlet
Radamel Falcão, salah seorang penyerang terbaik di dunia, direkrut oleh Monaco pada Mei 2013 dengan nilai transfer fantastis dari Atletico Madrid. Kemudian, hidup Falcão menjadi makin semarak. Tiga bulan setelah kontraknya, Falcão dan istrinya, penyanyi asal Argentina Lorelei Taron, mendapatkan buah hati mereka yang pertama, Dominique Garcia Taron.
Kontrak baru. Anak pertama. Sungguh tahun yang indah bagi Falcão, pemain berusia 28 tahun yang telah menjadi simbol bagi tim nasional Kolombia.
Namun demikian, pada 22 Januari 2014, saat bertanding bersama Monaco dalam pertandingan Piala Perancis, lutut kiri Falcão cedera setelah terkena jegalan yang keras. Akibatnya, ia harus menjalani operasi pada ligamen anterior tiga hari kemudian. Saat itu impiannya bermain bersama tim nasional runtuh seketika. Piala Dunia adalah kesempatan yang datang empat tahun sekali, dan cedera yang dideritanya seakan membawa petaka bagi tim nasional Kolombia.
Akan tetapi apa yang telah membuatnya teguh di masa-masa gemilang juga telah menguatkannya di tengah masa-masa yang sulit itu. Allah. Ya, Falcão selalu bergantung pada Allah. Dan ia tahu pasti bahwa Allah punya rencana yang lebih baik ketika mengizinkannya mengalami cedera.
Siapa sebenarnya pemain sepakbola yang tangguh ini? Falcão—yang dikenal “El Tigre” atau “Sang Harimau”—adalah seorang yang sangat mencintai keluarganya, seorang Kristen yang saleh, dan pemimpin dari suatu pelayanan olahraga. Para penggila sepakbola berdecak kagum menyaksikan keterampilan dan kemampuannya mencetak gol. Para pengagum dan pebisnis menyukai penampilannya yang unik—wajah yang ramah dengan rambut hitam yang panjang dan kentara. Tim-tim sepakbola menyanjung reputasinya yang tak bercela di luar lapangan.
Falcão pertama kali dikenal publik ketika ia berusia 13 tahun dan bermain untuk klub Lanceros Boyaca di Kolombia. Sejak saat itu ia terus membuat orang mengagumi permainannya di atas lapangan. Ketenarannya mulai memuncak ketika ia bermain bagi Atletico Madrid pada tahun 2011-2013, saat ia berhasil mencetak lebih dari 100 gol. Pada tahun 2012, harian The Guardian menempatkan Falcão pada posisi nomor 6 dalam peringkat 100 pesepakbola terbaik di dunia. Pelatih top Fábio Capello menganggap Falcão dapat disejajarkan dengan bintang-bintang internasional seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Namun prestasinya itu juga membawa tekanan dan godaan—tekanan untuk selalu tampil prima dan godaan untuk menerima sanjungan orang yang memuji penampilannya.
“Saya merasa diberkati dapat bermain sebagai penyerang dan mencetak gol,” ujar Falcão. “Itulah puncak sukacita yang bisa dirasakan dalam suatu pertandingan dan suatu momen spesial bagi para pemain dan penggemar. Namun dengan sanjungan dan tanggung jawab untuk mencetak gol, aku juga merasakan banyak tekanan. Aku bergantung pada Allah di dalam tekanan tersebut, karena aku sadar Dia selalu ada bersamaku untuk menolongku. Imanku di dalam Dia telah menolongku menguasai diri dan tetap teguh dalam keyakinanku di sepanjang karir—dan juga sepanjang hidupku.”
Itulah yang membuat Falcão begitu unik—cara pandangnya di tengah ketenaran dan kekayaan yang diterimanya, serta sikapnya yang selalu bergantung kepada Allah sekalipun nampaknya ia telah mendapatkan segala-galanya yang diingini di dunia.
“Ada yang berkata bahwa semua yang dapat memberikan kepuasan sejati adalah prestasi di lapangan, pengakuan dunia dan uang yang banyak,” komentar Falcão. “Tetapi banyak orang merasa hampa dan hatinya kosong meskipun mereka terkenal dan kaya-raya. Aku percaya hanya Allah yang dapat memuaskan dahaga jiwa kita. Yesus Kristus memberikan nyawa-Nya untuk memuaskan dahaga itu. Bersama Dia, kita dapat merasa yakin bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan kita. Aku meyakini betul hal ini karena aku telah sering mengalami bukti kesetiaan dan kasih-Nya dalam hidupku sendiri.”
Orang yang belum pernah menikmati kesenangan dunia ini mungkin pantas mengatakan bahwa dunia ini tidak berarti, tetapi alangkah luar biasanya apabila itu keluar dari seseorang yang telah mencapai puncak kesuksesan, seperti Falcão. Orang yang tidak mempunyai uang bisa saja berkata kalau kekayaan itu tak berarti; tetapi sungguh mengagumkan apabila pengejaran akan uang itu diabaikan oleh seseorang yang telah benar-benar merasakan nikmatnya kekayaan.
Kesaksian Falcão mengingatkan kita untuk melihat dunia sebagaimana adanya, tidak diperdaya oleh kemasannya yang menggiurkan. Seorang teolog bernama Henri Nouwen pernah menulis dalam bukunya Life of the Beloved, “Anda harus terus membongkar pandangan dunia tentang diri Anda apa adanya: pandangan yang penuh tipu daya, berhasrat menguasai, gila kuasa, dan pada akhirnya, membawa kehancuran.”
Teolog lain, Agustinus, pernah berkata, “Engkau telah mencipta kami bagi diri-Mu, ya Tuhan, dan hati kami takkan tenteram sebelum menemukan perteduhannya di dalam Engkau.” Ada yang menyebutnya kegelisahan itu sebagai “kehampaan seukuran Allah” di dalam hati kita yang akan menganga selamanya, tak peduli betapa hebatnya prestasi atau banyaknya uang yang ada di rekening kita.
Iman Falcão adalah hal yang terpenting baginya ketika ia bermain baik. Iman itu jugalah yang menjaganya untuk bergantung pada Allah di dalam kegagalannya. Iman Falcão menjadi penopang hidupnya di tengah berbagai keadaan yang tidak menentu.
Sumber: Sports Spectrum
🙂 Untuk direnungkan
1. Hal apa yang menurutmu jika diraih akan memberikan kepuasan dalam hidup ini?
2. Bayangkanlah kamu meraih kesuksesan dalam banyak hal seperti Falcão. Lalu mendadak Allah mengizinkan impianmu runtuh dalam semalam. Bagaimana iman kepada Yesus Kristus dapat menopangmu dalam naik turunnya kehidupanmu?