3 Alasanku Berhenti Berbuat Curang

3 alasanku berhenti berbuat curang

Oleh Noni Elina Kristiani, Banyuwangi

Mari kuceritakan kisah yang lucu tapi juga memalukan. Saat duduk di kelas X dan sedang diadakan ulangan harian, aku yang duduk di bangku paling depan berusaha untuk mencontek. Waktu itu, aku benci pelajaran kimia karena bagiku pelajaran itu terlalu rumit dan harus banyak menghafal. Sebenarnya, tak hanya di pelajaran kimia, di mata pelajaran lainnya pun aku sudah terbiasa mencontek.

Tepat di depanku, guruku sedang duduk. Melihat soal-soal yang memusingkan, aku pun tak berdaya dan akhirnya memilih untuk diam-diam membuka buku catatanku di bawah meja. Kemudian, ada suara yang menegurku. “Apa itu? Berani-beraninya kamu mencontek, padahal ada guru di depan sini. Cepat tutup buku itu!” Guru kimia itu memergokiku dan saat itu juga aku merasa seolah jantungku berhenti berdetak. Suara tawa dari teman-temanku memenuhi ruangan kelas. Aku merasa amat malu karena ketahuan mencontek. Saking malunya, aku merasa seperti ingin mengubur diriku sendiri saja. Sepulang sekolah, teman-teman meledekku. Kata mereka, aku perlu latihan supaya bisa mencontek lebih baik.

Saat ulangan itu berlangsung, sebenarnya ada banyak anak-anak lain yang mencontek juga tapi hanya aku yang ketahuan. Walaupun aku sudah mencontek, tapi tetap saja ketika hasil ulangan dibagikan, nilaiku tetap jelek. Sudah mencontek, gagal pula. Kejadian itu membuatku malu dan akhirnya bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. Aku tidak mau mencontek lagi seumur hidupku.

Itu adalah kisah pertamaku tentang mencontek. Setelah kejadian itu, aku memang tidak lagi mencontek. Sebelum ujian dilangsungkan, aku berlatih untuk mendisiplinkan diri dengan membaca buku, mengulang kembali pelajaran-pelajaran di kelas, dan tak lupa aku juga berdoa supaya Tuhan menolongku untuk memahami setiap pelajaran yang kubaca. Tapi, masih ada satu hal lainnya yang belum bisa aku lepaskan, yaitu memberi contekan.

Kisah kedua terjadi ketika aku duduk di kelas XI. Teman sebangkuku adalah sahabat terdekatku. Ketika ulangan berlangsung, dia memohon kepadaku untuk diberikan satu saja jawaban dari soal yang paling sulit. Aku merasa kasihan dan ingin berbuat baik kepadanya, jadi kuberikan saja jawaban itu. Tapi, coba tebak. Ketika nilai ulangan dibagikan, aku sangat kaget. Aku mendapatkan nilai 80, sedangkan temanku yang kuberikan contekan malah mendapat nilai 90. Aku jadi kesal dan jengkel karena orang yang kuberikan contekan malah nilainya lebih tinggi dariku. Saat itulah akhirnya aku berjanji untuk tidak mencontek dan tidak akan memberi contekan lagi untuk seterusnya.

Usahaku untuk berhenti dari kebiasaan mencontek itu tidak mudah. Kadang, aku masih tergoda untuk mencontek karena aku tidak puas dengan nilai-nilaiku. Ketika kuliah, godaan lainnya datang dari teman-teman yang menganggapku tidak bisa diajak kerjasama kalau tidak mau mencontek. Aku pernah dikucilkan oleh mereka karena prinsipku ini, tapi lambat-laun mereka bisa menghargai keputusanku dan mau bergaul kembali denganku.

Jika aku mengingat kembali kejadian memalukan saat guru kimia memergokiku, aku mengucap syukur kepada Tuhan. Lewat kejadian itu, Tuhan sedang menegurku, meski sebenarnya aku berharap ditegur dengan cara yang lain, bukan dengan cara yang memalukan.

Ketika aku berjuang untuk menjaga diriku dari berbuat curang, ada 3 hal yang membuatku menyadari bahwa kebiasaan mencontek itu tidak patut dilakukan bagi pengikut Kristus.

1. Tuhan mengetahui segala sesuatu

Mencontek, apapun cara caranya adalah tindakan berbohong dan curang. Sebenarnya, setiap soal ujian yang diberikan itu baik untuk menilai kemampuan kita. Itulah sebabnya mengapa kita harus mengerjakannya dengan jujur sesuai dengan kemampuan diri kita sendiri. Ketika kita mencontek, kita bukan hanya sedang menipu guru kita, tapi kita juga sedang berusaha menipu Allah, padahal tidak ada satu pun yang tersembunyi di hadapan-Nya. “Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab” (Ibrani 4:13).

Kebiasaan-kebiasaan kecil kelak akan membentuk hidup kita. Tanpa kita sadari, apabila kita melestarikan kebiasaan contek-mencontek, kelak kita bisa saja akan jatuh kepada kebohongan yang lebih besar lagi, seperti praktik korupsi. Jika kita mengakui diri sebagai pengikut Kristus, kita pasti menyadari bahwa Tuhan mengetahui apa pun yang kita kerjakan, dan tentu kita tidak ingin mengecewakan Dia.

2. Kita sudah lahir baru

Aku baru bertobat dan mengalami lahir baru ketika duduk di kelas XI. Saat itu, aku mengalami kasih mula-mula yang begitu indah bersama Tuhan. Ketika aku mulai terbiasa melakukan saat teduh dan berdoa, lambat laun aku mulai tidak menyukai hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah, salah satunya adalah mencontek.

Sebagai seorang Kristen, kita tidak hanya dipanggil untuk diselamatkan oleh Allah, tapi kita juga dipanggil untuk menjadi serupa dengan-Nya. “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5:48).

3. Kita hidup untuk menyenangkan Tuhan, bukan manusia

Ketika kita belajar taat, mungkin saja teman-teman kita akan menganggap kita sebagai orang yang ‘sok rohani’. Waktu aku berusaha berhenti mencontek, ada teman-temanku yang mengejekku demikian. Tapi, aku berusaha menanggapinya dengan tenang. Aku membalas olokan mereka dengan senyuman dan berkata bahwa apapun hasilnya, aku bahagia dengan kerja kerasku sendiri.

Jika kita membuka kembali Alkitab kita, ada orang-orang yang awalnya dianggap remeh karena pilihan mereka menaati Tuhan. Tapi, pada akhirnya ketaatan mereka tidak hanya menyelamatkan diri mereka sendiri, tapi juga banyak bangsa. Ketika Nuh diperintahkan Tuhan untuk membangun bahtera di atas gunung, orang-orang banyak mengejeknya. Tapi, Nuh tetap taat mengerjakan bahtera itu hingga akhirnya air bah datang dan Nuh beserta keluarganya selamat.

Tidak perlu malu ketika kita berbeda dengan orang banyak karena kita memilih untuk menaati Tuhan. Kita hidup untuk menyenangkan Tuhan, bukan manusia. Segala sesuatu yang kita lakukan, kelak akan kita pertanggungjawabkan di hadapan-Nya.

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2).

Baca Juga:

Bolehkah Orang Kristen Mendengarkan Musik Sekuler?

Kita hidup di tengah dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Oleh karenanya, kita tidak perlu heran ketika menemukan musik-musik, buku-buku, maupun tontonan yang tidak sesuai dengan standar Alkitab. Lalu, apakah itu berarti kita hanya boleh mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu rohani saja? Apakah semua musik yang kita labeli sebagai musik sekuler akan membawa kita ke dalam dosa?

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. Chrysti jusuf
    Chrysti jusuf says:

    Yes. Thanks for share. Benar. Hanya Tuhan
    yang mampu memberikan hati yg bru untuk
    berpegang pd prinsip yg benar, meskipun
    ada harga yg harus dibayar. Kelahiran baru
    didalam Tuhan Yesus,,dia berikan roh dan hati
    yang baru. Sangat membangun
    God Bless you..

  2. Dewa arya jaya
    Dewa arya jaya says:

    Amin makasih sharing nya, sangat membantu juga menegur.
    Tuhan pasti mampukan untuk melakukannya.

  3. Jessica Imanuella
    Jessica Imanuella says:

    ada pepatah sekuler mengatakan “kejujuran adalah mata uang yg berlaku dimanapun”. Setelah baca artikel ini aku disadarkan kalo dr hal simpel ky mencontek aja kita ud nyakitin hati Tuhan. Kadang hal2 simpel yg kita anggp remeh malah menyakitkan hati Tuhan. So tetaplah jujur . Mungkin dgn ga nyontek bisa aja nilai kita lbh kecil dr yg nyontek tapi ijazah kan cm berlaku d dunia betapapun berharganya itu,sementara kejujuran nilainya kekal sampe ke surga, Tuhan itu Allah yg adil. So blessed, God bless

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *