4 Makna di Balik Persembahan
Oleh Abyasat Tandirura, Toraja
Apa yang membuat seseorang tergerak hatinya untuk memberi persembahan?
Jika pertanyaan ini dilontarkan padaku, mungkin jawabanku adalah jika orang tersebut memiliki uang, entah banyak atau sedikit. Tapi, sekadar memiliki uang saja sebenarnya tidaklah cukup. Alkitab memberikan kita contoh yang jelas. Ketika Yesus mengamat-amati orang-orang yang memberikan persembahan di bait Allah, perhatiannya malah tertuju pada seorang janda miskin (Markus 12:41-44; Lukas 21:1-4). Yesus bahkan menyanjung si janda tersebut karena nominal yang diberikan adalah yang terkecil dari semua persembahan yang dimasukkan ke kotak, tetapi diberikan dengan sikap hati yang besar.
Kondisi finansial mungkin akan mempengaruhi nominal persembahan yang kita berikan, namun nominal bukanlah yang pertama dan terutama. Ada empat hal yang kupelajari mengapa persembahan kita, yang kita berikan dengan berbesar hati—seberapa pun nominalnya, berkenan buat Tuhan.
1. Memberi persembahan adalah ekspresi iman kita
Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur dalam segala hal, sebab Tuhan itu baik. Cara bersyukur pun beragam, tidak hanya dengan ucapan tetapi juga dengan tindakan, seperti memberi persembahan. Dalam Yesus Kristus, kita mengimani bahwa berkat Tuhanlah yang menjadikan kita memiliki segalanya, bahkan hidup kekal dari anugerah-Nya.
Tuhanlah yang empunya segalanya. Persembahan yang kita berikan bukanlah untuk memperkaya-Nya, tetapi ekspresi iman kita, bahwa kita mengasihi Tuhan lebih daripada berkat-berkat-Nya, dan kita selalu dipelihara-Nya (Mazmur 96:8; Matius 6:26). Tuhan pasti selalu mencukupkan segala yang dibutuhkan terlepas penghasilan kita banyak atau sedikit.
2. Memberi persembahan berarti memberikan yang terbaik bagi Tuhan
Dalam perikop Markus 12:41-44, kisah janda miskin memberikan persembahannya mendapat sanjungan dari Yesus yang kala itu berada dalam Bait Allah sambil memperhatikan orang-orang yang datang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Dengan dua peser senilai uang satu duit, janda miskin tersebut telah memberi yang terbaik bagi Tuhan dibanding pemberian orang-orang kaya dari kelebihannya.
Apa yang terbaik yang bisa diberikan seseorang yang secara kasat mata tak punya apa-apa? Tokoh janda miskin menggambarkan situasi kehidupan yang serba kekurangan. Secara strata sosial, janda miskin berada di lapisan terendah. Hidupnya hanya bergantung pada penghasilan sendiri atau bahkan pemberian orang lain. Tentu ini adalah kondisi yang kontras dengan kebanyakan pemberi persembahan saat itu.
Dengan segala kekurangannya, janda miskin itu sungguh-sungguh menyerahkan seluruhnya untuk Tuhan. Persembahan dua peser dari janda miskin adalah pemberian yang kuantitasnya sangat kecil, tetapi nilai kualitasnya sangat besar di hadapan Yesus. Bagi-Nya, persembahan yang terbaik adalah bukan soal nominalnya, kuantitasnya, melainkan sikap hati, yaitu ketulusan dan kesungguhan memberi dengan tujuan yang murni untuk Tuhan.
Memberi persembahan bukanlah sebuah paksaan, tetapi pemberian yang didasari kasih dan sukacita kita kepada Tuhan, sehingga kita seharusnya memberikan yang terbaik. Jangan menunggu kaya, untuk mau memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Apakah finansial kita lebih, cukup atau kurang, yang terbaik di hadapan Tuhan adalah ketulusan dan motivasi kita dalam memberi.
3. Memberi persembahan adalah sebuah pengorbanan
Dua peser yang diberikan janda miskin bisa kita sebut sebagai persembahan kehidupan, sebab dia memberikan segala yang dia miliki.
Teladan persembahan janda miskin ini memang sulit untuk kita lakukan. Aku pernah jadi orang yang pikir-pikir dulu sebelum memberi persembahan. “Aku butuh ini dan itu Tuhan. Bagaimana mungkin uangku ini kupersembahkan bagi-Mu?” Aku mencari pembelaan atas keenggananku memberi.
Aku juga pernah berharap dalam hati untuk mendapatkan imbalan ketika aku mengorbankan waktu dan tenagaku untuk melayani. Namun, puji Tuhan, teladan janda miskin menyadarkanku bahwa memberi persembahan adalah pengorbanan yang seharusnya aku tidak mengharapkan balasan.
Berbicara tentang persembahan yang kumaknai sebagai sebuah pengorbanan, aku teringat pada pengorbanan Yesus Kristus yang rela mengorbankan nyawa-Nya menebus dosa demi keselamatan hidup kita. Dia adalah Tuhan kita yang telah mempersembahkan diri-Nya untuk kebaikan kita, tidakkah kita juga harus merespons kasih-Nya itu dengan memberi persembahan tanpa mengharapkan imbalan? (Matius 6:3-4; Kolose 3:23).
4. Mempersembahkan hidup adalah persembahan sejati
Ketika kita berbicara tentang persembahan kepada Tuhan, sejatinya bukan hanya soal uang atau harta lainnya. Lebih dari semuanya itu, sesungguhnya hidup dan seluruh kehidupan kita adalah persembahan sejati bagi Tuhan. Saat kita memberikan persembahan, apakah kita sudah mengasihi sesama?
Mengasihi Allah dengan memberikan persembahan bagi-Nya tidak bisa dipisahkan dari ekspresi ibadah kita yang horizontal, yakni mengasihi sesama kita. Persembahan kita akan berkenan dan berarti apabila itu selaras pula dengan perbuatan, tutur kata, dan tindakan kita yang taat pada firman Allah.
Dalam Perjanjian Lama, para imam menguduskan diri terlebih dahulu sebelum mempersembahkan korban bakaran dari umat Israel. Di zaman Perjanjian Baru, Imam Agung kita, yaitu Yesus Kristus juga telah mempersembahkan diri-Nya sebagai korban penebus dosa.
***
Kisah janda miskin dan orang kaya dalam memberi persembahan menjadi pengingat bagi kita bahwa memberi persembahan bukanlah ajang untuk mempertontonkan kekayaan dan kekuasaan, melainkan dengan rendah hati kita memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama.
Mari merenungkan bahwa dua peser saja cukup dan dikenan Tuhan. Artinya dengan apa yang dimiliki untuk dipersembahkan dengan penuh iman dan ketulusan, Tuhan sanggup memakainya untuk menjadi berkat, terlebih menjadi hormat dan kemuliaan di hadapan Tuhan.
Kiranya Tuhan selalu berkenan untuk setiap persembahan yang kita beri, dan hidup kita menjadi persembahan sejati bagi-Nya.
“Dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” (Efesus 5:2).
Terpujilah Kristus!
Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥