Bahan renungan yang bisa menemani saat teduhmu dan menolongmu dalam membaca firman Tuhan.

Berpeganglah!

Selasa, 12 Januari 2016

Berpeganglah!

Baca: Wahyu 3:7-13

3:7 “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Filadelfia: Inilah firman dari Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

3:8 Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku.

3:9 Lihatlah, beberapa orang dari jemaah Iblis, yaitu mereka yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, melainkan berdusta, akan Kuserahkan kepadamu. Sesungguhnya Aku akan menyuruh mereka datang dan tersungkur di depan kakimu dan mengaku, bahwa Aku mengasihi engkau.

3:10 Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi.

3:11 Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu.

3:12 Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru.

3:13 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.”

Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu. —Wahyu 3:11

Berpeganglah!

Seorang teman saya yang bekerja sebagai koboi dan tumbuh besar di sebuah peternakan di Texas mempunyai sejumlah ungkapan yang menarik. Salah satu yang saya sukai adalah “Kopi enak tidak butuh banyak air.” Dan ketika ada seorang koboi yang berusaha menjerat seekor lembu jantan muda yang terlalu besar untuk dikendalikannya atau tengah mengalami masalah, teman saya akan berseru, “Pegang erat-erat apa yang sedang kamu pegang!” yang berarti, “Bantuan akan segera tiba! Jangan menyerah!”

Dalam kitab Wahyu, kita membaca suratsurat yang ditujukan kepada “ketujuh jemaat yang di Asia Kecil” (Pasal 2-3). Pesan-pesan dari Allah itu diwarnai dengan dorongan, teguran, dan tantangan, dan surat-surat itu juga berbicara kepada kita di masa kini, sama seperti kepada para penerimanya di abad pertama.

Dalam surat-surat tersebut, kita menemukan frasa seperti berikut sebanyak dua kali, “Peganglah apa yang ada padamu.” Tuhan mengatakan kepada jemaat di Tiatira, “Tetapi apa yang ada padamu, peganglah itu sampai Aku datang” (2:25). Dan kepada jemaat di Filadelfia, Dia berkata, “Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu” (3:11). Di tengah-tengah pencobaan dan perlawanan yang hebat, orang-orang percaya itu terus bergantung pada janji Allah dan bertekun dalam iman.

Di tengah keadaan yang sulit dan kepedihan menekan sukacita kita, Yesus berseru kepada kita, “Peganglah erat-erat apa yang sedang kamu pegang! Bantuan akan segera tiba!” Dan dengan janji tersebut, kita dapat bertekun dalam iman dan tetap bersukacita. —David McCasland

Tuhan, kami bersandar pada janji-Mu, berharap pada kedatangan-Mu kembali, dan bertekun dengan keyakinan teguh, sembari berkata, “Amin! Datanglah, Tuhan Yesus!”

Janji kedatangan Kristus yang kedua kali memanggil kita untuk bertekun dalam iman.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 29-30; Matius 9:1-17

Kamu Berharga

Senin, 11 Januari 2016

Kamu Berharga

Baca: Roma 5:6-11

5:6 Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.

5:7 Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar–tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati–.

5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

5:9 Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah.

5:10 Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!

5:11 Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.

Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. —1 Korintus 6:20

Kamu Berharga

Setelah ibu mertua saya meninggal dunia, saya dan istri menemukan setumpuk uang sen logam Amerika Serikat, yang bergambar kepala orang Indian, di dalam laci meja rias di apartemennya. Ibu mertua saya bukanlah kolektor koin, tetapi ia hidup di zaman ketika uang logam itu masih beredar dan ia pernah mengumpulkan sejumlah uang tersebut.

Sebagian dari koin itu berada dalam kondisi yang sangat baik; sisanya tidak. Ada koin-koin yang sudah begitu rusak dan usang sampai-sampai tidak terlihat lagi gambar dan tulisan yang tercetak di atasnya. Pada semua koin tertera tulisan “Satu Sen” di sisi lainnya. Meski sekarang ini koin satu sen hampir tidak ada harganya dan banyak yang menganggapnya tidak lagi berguna, pada zaman dahulu jumlah itu cukup untuk membeli koran 1 eksemplar. Kini para kolektor masih melihat nilai dari koin-koin kuno tersebut, bahkan dari koin yang sudah rusak dan usang.

Mungkin saat ini kamu merasa penuh cela, lapuk, tua, atau tidak berguna lagi. Meski demikian, Allah memandang dirimu bernilai. Sang Pencipta alam semesta ini menginginkanmu—bukan karena pikiran, tubuh, pakaian, pencapaian, kepandaian, atau kepribadianmu, melainkan karena dirimu sendiri! Dia rela menempuh apa pun dan membayar harga berapa pun untuk memilikimu (1Kor. 6:20).

Dan Dia sungguh telah melakukannya. Dari surga, Dia datang ke dunia untuk membeli kamu dengan darah-Nya sendiri (Rm. 5:6,8-9). Sedemikian besar keinginan-Nya untuk memilikimu. Kamu sungguh berharga di mata-Nya, dan Dia mengasihimu. —David Roper

Bapa, saat merenungkan kasih-Mu kepadaku, aku terkagum karena Engkau rela mengasihi seseorang seperti diriku. Aku sungguh-sungguh memuji-Mu.

Kematian Kristus menjadi ukuran kasih Allah kepadamu.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 27-28; Matius 8:18-34

Tempat Perlindungan Sejati

Minggu, 10 Januari 2016

Tempat Perlindungan Sejati

Baca: Yosua 20:1-9

20:1 Berfirmanlah TUHAN kepada Yosua, demikian:

20:2 “Katakanlah kepada orang Israel, begini: Tentukanlah bagimu kota-kota perlindungan, yang telah Kusebutkan kepadamu dengan perantaraan Musa,

20:3 supaya siapa yang membunuh seseorang dengan tidak sengaja, dengan tidak ada niat lebih dahulu, dapat melarikan diri ke sana, sehingga kota-kota itu menjadi tempat perlindungan bagimu terhadap penuntut tebusan darah.

20:4 Apabila ia melarikan diri ke salah satu kota tadi, maka haruslah ia tinggal berdiri di depan pintu gerbang kota dan memberitahukan perkaranya kepada para tua-tua kota. Mereka harus menerima dia dalam kota itu dan memberikan tempat kepadanya, dan ia akan diam pada mereka.

20:5 Apabila penuntut tebusan darah itu mengejar dia, pembunuh itu tidak akan diserahkan mereka ke dalam tangannya, sebab ia telah membunuh sesamanya manusia dengan tidak ada niat lebih dahulu, dan dengan tidak menaruh benci kepadanya lebih dahulu.

20:6 Ia harus tetap diam di kota itu sampai ia dihadapkan kepada rapat jemaah untuk diadili, sampai imam besar yang ada pada waktu itu mati. Maka barulah pembunuh itu boleh pulang ke kotanya dan ke rumahnya, ke kota dari mana ia melarikan diri.”

20:7 Lalu orang Israel mengkhususkan sebagai kota perlindungan: Kedesh di Galilea, di pegunungan Naftali dan Sikhem, di pegunungan Efraim, dan Kiryat-Arba, itulah Hebron, di pegunungan Yehuda.

20:8 Dan di seberang sungai Yordan, di sebelah timur Yerikho, mereka menentukan Bezer, di padang gurun, di dataran tinggi, dari suku Ruben; dan Ramot di Gilead dari suku Gad, dan Golan di Basan dari suku Manasye.

20:9 Itulah kota-kota yang ditetapkan bagi semua orang Israel dan bagi pendatang-pendatang yang ada di tengah-tengah mereka, supaya setiap orang yang membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana dan jangan mati dibunuh oleh tangan penuntut tebusan darah, sebelum ia dihadapkan kepada rapat jemaah.

Nama TUHAN adalah menara yang kuat; ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat. —Amsal 18:10

Tempat Perlindungan Sejati

Pada Maret 2014, terjadi konflik antar suku di kota kelahiran saya yang memaksa keluarga ayah saya, bersama para pengungsi lainnya, mencari perlindungan di ibu kota provinsi tersebut. Sepanjang sejarah, orang-orang yang merasa nyawa mereka terancam di tanah kelahirannya telah berkelana untuk mendapatkan rasa aman dan hidup yang lebih baik.

Ketika mengunjungi dan berbincang dengan orang-orang dari kota kelahiran saya, saya teringat pada kota perlindungan di Yosua 20:1-9. Kota-kota itu ditetapkan sebagai tempat yang aman bagi mereka yang melarikan diri dari “orang yang hendak membalas dendam” jika terjadi pembunuhan yang tidak disengaja (ay.3 BIS). Kota-kota tersebut menawarkan kedamaian dan perlindungan.

Pada masa kini orang masih mencari tempat-tempat perlindungan karena berbagai alasan. Sekalipun sangat diperlukan untuk memberikan penampungan dan makanan, tempat perlindungan itu tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan para pengungsi dan pelarian. Perteduhan itu hanya didapatkan di dalam Allah. Mereka yang berjalan bersama Allah akan memperoleh tempat bernaung yang sejati dan perlindungan yang paling aman. Ketika bangsa Israel kuno dibawa ke pembuangan, Tuhan berkata, “Aku menjadi tempat kudus [perlindungan] . . . bagi mereka di negeri-negeri di mana mereka datang” (Yeh. 11:16).

Bersama sang pemazmur, kita dapat dengan yakin berkata kepada Tuhan, “Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak” (32:7). —Lawrence Darmani

Bapa, terima kasih karena Engkau telah menjadi gunung batu tempat kami berlindung. Di mana pun kami berada atau dalam kondisi apa pun, Engkau senantiasa menyertai kami. Tolong kami untuk mengingat bahwa di malam yang paling gelap sekalipun, Engkaulah menara kami yang kuat.

Takkan ada yang mampu menggoyahkan mereka yang aman di dalam genggaman tangan Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 25-26; Matius 8:1-17

Mata Air Keselamatan

Sabtu, 9 Januari 2016

Mata Air Keselamatan

Baca: Yesaya 12

12:1 Pada waktu itu engkau akan berkata: “Aku mau bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, karena sungguhpun Engkau telah murka terhadap aku: tetapi murka-Mu telah surut dan Engkau menghibur aku.

12:2 Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku.”

12:3 Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan.

12:4 Pada waktu itu kamu akan berkata: “Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur!

12:5 Bermazmurlah bagi TUHAN, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!

12:6 Berserulah dan bersorak-sorailah, hai penduduk Sion, sebab Yang Mahakudus, Allah Israel, agung di tengah-tengahmu!”

Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan. —Yesaya 12:3

Mata Air Keselamatan

Biasanya orang mengebor hingga ke dalam perut bumi guna mengambil contoh bebatuan, menggali sumber minyak, atau mencari air.

Di Yesaya 12, kita belajar bahwa Allah menginginkan umat-Nya, yang sedang tinggal di padang gurun baik secara fisik maupun spiritual, untuk menemukan “mata air keselamatan” dari-Nya. Yesaya menyamakan keselamatan dari Allah dengan mata air yang memancarkan air yang paling menyegarkan. Setelah bertahun-tahun lamanya berpaling dari Allah, bangsa Yehuda ditentukan-Nya untuk mengalami masa pembuangan ketika Dia mengizinkan bangsa-bangsa asing untuk menaklukkan Yehuda dan menyerakkan penduduknya. Namun, Nabi Yesaya berkata bahwa sekelompok sisa dari umat-Nya pada akhirnya akan kembali ke tanah kelahiran mereka sebagai tanda bahwa Allah menyertai mereka (Yes. 11:11-12).

Yesaya 12 merupakan kidung pujian kepada Allah atas kesetiaan-Nya dalam memenuhi segala janji-Nya, terutama janji keselamatan. Yesaya membesarkan hati umat Allah dengan menyampaikan bahwa dari “mata air keselamatan” Allah, mereka akan menerima kesegaran berupa anugerah, kekuatan, dan sukacita Allah (ay.1-3). Semua itu akan menyegarkan dan menguatkan hati mereka dan mendorong mereka untuk memuji dan mengucap syukur kepada Allah (ay.4-6).

Allah rindu setiap dari kita, melalui pengakuan dosa dan pertobatan, menemukan kesegaran sukacita yang terdapat dalam mata air keselamatan-Nya yang kekal. —Marvin Williams

Apa yang akan kamu lakukan untuk mereguk dari mata air Allah agar kamu menerima sukacita, kesegaran, dan kekuatan-Nya?

Mata air keselamatan dari Allah tidak akan pernah kering.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 23-24; Matius 7

Kebahagiaan Tertinggi

Jumat, 8 Januari 2016

Kebahagiaan Tertinggi

Baca: Yohanes 8:31-38

8:31 Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku

8:32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”

8:33 Jawab mereka: “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?”

8:34 Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.

8:35 Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.

8:36 Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.”

8:37 “Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu.

8:38 Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu.”

 

Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu. —Yohanes 8:31-32

Kebahagiaan Tertinggi

“Semua orang melakukannya” tampaknya menjadi argumen terbaik saat saya masih muda. Namun argumen semacam itu tak pernah berhasil melunakkan orangtua saya, sekalipun saya telah berusaha keras memperoleh izin untuk melakukan sesuatu yang mereka anggap tidak aman atau tidak bijaksana.

Saat usia bertambah, kita menambahkan alasan dan pembenaran pada daftar argumen kita untuk melakukan apa yang kita kehendaki: “Takkan ada yang terluka.” “Ini bukan hal yang ilegal.” “Ia yang lebih dahulu melakukannya kepadaku.” “Ia takkan tahu.” Di balik tiap argumen itu, ada keyakinan bahwa apa yang kita inginkan lebih penting daripada apa pun.

Gawatnya, cara berpikir yang sesat itu bisa menjadi dasar keyakinan kita akan Allah. Salah satu kebohongan yang terkadang kita percayai adalah kita, bukan Allah, merupakan pusat dari segala sesuatu. Kita berpikir kita akan bebas dan bahagia hanya apabila kita dapat mengatur segalanya sesuai keinginan kita. Kebohongan itu begitu meyakinkan karena menjanjikan cara yang lebih mudah dan cepat untuk mendapatkan keinginan kita. Kita berdalih, “Allah itu kasih, jadi Dia ingin aku melakukan apa pun yang membahagiakan diriku.” Namun cara berpikir seperti itu akan menghasilkan sakit hati, bukan kebahagiaan.

Yesus berkata kepada mereka yang percaya kepada-Nya bahwa kebenaran akan benar-benar memerdekakan mereka (Yoh. 8:31-32). Namun Dia juga memperingatkan, “Setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa” (ay.34). Sumber kebahagian tertinggi adalah kemerdekaan yang kita alami saat kita menerima kebenaran bahwa Yesus adalah jalan menuju kehidupan yang utuh dan bahagia. —Julie Ackerman Link

Tuhan, kami mengakui kecenderungan kami untuk mencari pembenaran atas segalanya demi mendapatkan kemauan kami. Tuntun kami hari ini agar kami memilih untuk menaati perintah-Mu daripada mengejar hasrat diri sendiri.

Tidak ada jalan pintas menuju kebahagiaan sejati.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 20-22; Matius 6:19-34

Mulai dari Atas

Kamis, 7 Januari 2016

Mulai dari Atas

Baca: Matius 6:5-10

6:5 “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.

6:6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

6:7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.

6:8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.

6:9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,

6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.

Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada- Nya. —Matius 6:8

Mulai dari Atas

Rumah saya terletak di tepi anak sungai pada ngarai di dekat sebuah gunung besar. Setelah salju mencair di musim semi dan hujan turun dengan lebat, aliran anak sungai itu meluap dan lebih menyerupai aliran sungai. Banyak orang pernah tenggelam di anak sungai itu. Suatu hari saya menyusuri anak sungai itu hingga ke sumbernya—padang salju di puncak gunung. Dari sanalah salju yang mencair memulai perjalanannya menuruni gunung dan bergabung dengan aliran air lainnya membentuk anak sungai yang mengalir di bawah rumah saya.

Saat merenungkan tentang doa, saya sempat terpikir bahwa saya sering berdoa dengan salah arah. Saya biasa berdoa mulai dari bawah, dengan menyatakan segala kebutuhan saya sendiri dan membawanya kepada Allah. Saya memberi tahu Allah, seolah-olah Dia belum tahu apa-apa. Saya memohon terus, seakan-akan berharap bahwa itu akan mengubah pikiran Allah yang mungkin enggan mengabulkannya. Namun yang benar adalah saya harus memulainya dari atas, dari sumber aliran berkat itu.

Saat kita membalik arah doa kita, kita akan menyadari bahwa Allah memang selalu peduli pada pergumulan kita—kekasih hati kita yang menderita kanker, keluarga yang hancur, anak remaja yang memberontak—jauh melampaui kepedulian kita. Bapa kita tahu apa yang kita butuhkan (Mat. 6:8).

Anugerah, seperti air, mengalir ke bagian yang paling rendah. Demikian pula belas kasihan. Kita mulai berdoa dengan memandang kepada Allah dan bertanya kepada-Nya apa yang dapat kita perbuat bagi pekerjaan-Nya di bumi. Dengan titik tolak yang baru itu, persepsi kita berubah. Kita melihat karya Sang Pelukis Agung di alam semesta. Kita melihat sesama sebagai individu kekal yang diciptakan sesuai gambar Allah. Wajarlah jika kita bersyukur dan memuji nama-Nya! —Philip Yancey

Ya Tuhan, aku memuji-Mu atas kasih dan perhatian-Mu yang begitu besar kepadaku. Entah apa yang dapat kulakukan tanpa-Mu.

Doa menyalurkan berkat dari Allah bagi kebutuhan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 18-19; Matius 6:1-18

Lonceng Pengingat

Rabu, 6 Januari 2016

Lonceng Pengingat

Baca: Mazmur 37:21-31

37:21 Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar adalah pengasih dan pemurah.

37:22 Sesungguhnya, orang-orang yang diberkati-Nya akan mewarisi negeri, tetapi orang-orang yang dikutuki-Nya akan dilenyapkan.

37:23 TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;

37:24 apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.

37:25 Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;

37:26 tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.

37:27 Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap tinggal untuk selama-lamanya;

37:28 sebab TUHAN mencintai hukum, dan Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai selama-lamanya mereka akan terpelihara, tetapi anak cucu orang-orang fasik akan dilenyapkan.

37:29 Orang-orang benar akan mewarisi negeri dan tinggal di sana senantiasa.

37:30 Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hukum;

37:31 Taurat Allahnya ada di dalam hatinya, langkah-langkahnya tidak goyah.

Apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. —Mazmur 37:24

Lonceng Pengingat

Menara jam di Westminster, dengan loncengnya yang dikenal dengan nama Big Ben, merupakan simbol terkenal di kota London, Inggris. Konon melodi dari dentangan lonceng itu diambil dari nada lagu “I Know That My Redeemer Liveth” (Ku Tahu Penebusku Hidup) dari Messiah karya Handel. Lirik pun ditambahkan dan dipajang di ruang menara jam tersebut:

Tuhan, di sepanjang waktu ini, kiranya Engkau menuntun kami; Maka oleh kuasa-Mu, kami takkan goyah.

Lirik itu mengacu pada Mazmur 37: “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya” (ay.23-24). Perhatikan betapa eratnya keterlibatan Allah dalam pengalaman hidup anak-anak- Nya: “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya” (ay.23). Ayat 31 menambahkan, “Taurat Allahnya ada di dalam hatinya; langkah-langkahnya tidak goyah.”

Sungguh menakjubkan! Sang Pencipta alam semesta tidak hanya menopang dan menolong kita, tetapi Dia juga sangat mempedulikan setiap saat dalam kehidupan kita. Maka tidak heran apabila dengan penuh keyakinan Rasul Petrus dapat mengundang kita, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1Ptr. 5:7). Karena jaminan akan pemeliharaan-Nya terus bergaung di dalam hati kita, kita memperoleh keberanian untuk menghadapi apa saja yang menerpa hidup kita. —Bill Crowder

Bapa yang Mahakasih, terima kasih karena setiap bagian dalam kehidupanku berarti bagi-Mu. Beriku semangat di dalam pergumulanku sehingga aku dapat menempuh jalan yang mencerminkan kasih-Mu yang besar dan memuliakan nama-Mu yang agung.

Tiada tempat yang lebih aman daripada di dalam genggaman Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 16-17; Matius 5:27-48

Saat-Saat Kesepian

Selasa, 5 Januari 2016

Saat-Saat Kesepian

Baca: 2 Timotius 4:9-18

4:9 Berusahalah supaya segera datang kepadaku,

4:10 karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia.

4:11 Hanya Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia ke mari, karena pelayanannya penting bagiku.

4:12 Tikhikus telah kukirim ke Efesus.

4:13 Jika engkau ke mari bawa juga jubah yang kutinggalkan di Troas di rumah Karpus dan juga kitab-kitabku, terutama perkamen itu.

4:14 Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat kejahatan terhadap aku. Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya.

4:15 Hendaklah engkau juga waspada terhadap dia, karena dia sangat menentang ajaran kita.

4:16 Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorangpun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku–kiranya hal itu jangan ditanggungkan atas mereka–,

4:17 tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa.

4:18 Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga. Bagi-Nyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin.

Akupun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku. —Efesus 1:16

Saat-Saat Kesepian

Di antara tumpukan surat yang saya terima setelah masa Natal, saya menemukan sesuatu yang berharga, yakni selembar kartu Natal buatan tangan dengan lukisan yang dibuat di atas karton tebal hasil daur ulang. Sapuan cat air yang sederhana itu melukiskan suasana perbukitan di musim dingin yang dicerahkan oleh pepohonan hijau yang asri. Di bagian tengah bawah, tergores tulisan tangan yang dibingkai gambar buah beri merah, dengan kata-kata: Damai besertamu!

Pelukisnya adalah seorang narapidana sahabat saya. Ketika mengagumi hasil karyanya itu, saya pun tersadar bahwa sudah dua tahun lamanya saya tidak menulis surat untuknya!

Dahulu kala, ada seorang narapidana lain yang pernah dilupakan ketika berada di penjara. “Hanya Lukas yang tinggal dengan aku,” tulis Rasul Paulus kepada Timotius (2Tim. 4:11). “Tidak seorangpun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku” (ay.16). Paulus tetap dikuatkan sekalipun di dalam penjara, dan ia menulis, “Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku” (ay.17). Namun Paulus tentu merasakan pedihnya kesepian karena dilupakan.

Di sisi belakang dari kartu Natal yang indah itu, teman saya menulis, “Kiranya damai, sukacita, pengharapan, dan kasih yang dianugerahkan melalui kelahiran Yesus menyertaimu dan keluargamu.” Ia menutup pesannya dengan tanda tangan, “Saudaramu di dalam Kristus.” Saya memajang kartu itu di dinding sebagai pengingat untuk mendoakannya. Kemudian, saya menulis surat untuknya.

Di sepanjang tahun mendatang, marilah kita mengulurkan tangan kepada saudara-saudari kita yang kesepian. —Tim Gustafson

Siapakah orang-orang kesepian yang terpikirkan oleh saya saat ini? Pendatang baru di komunitas saya? Para narapidana? Pasien di rumah sakit atau di panti jompo? Apa yang dapat saya lakukan, meski kecil, untuk melayani mereka?

Jalinlah persahabatan dan kuatkanlah mereka yang kesepian.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 13-15; Matius 5:1-26

Apakah Dia Mendengarkan?

Senin, 4 Januari 2016

Apakah Dia Mendengarkan?

Baca: Matius 26:39-42;27:45-46

26:39 Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”

26:40 Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?

26:41 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.”

26:42 Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!”

27:45 Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.

27:46 Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?”* Artinya: /Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?

Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? —Matius 27:46

Apakah Dia Mendengarkan?

Kerap kali aku merasa seolah Allah tak mendengarkanku.” Katakata itu diucapkan seorang wanita yang berusaha tetap teguh dalam perjalanan imannya bersama Allah sementara ia masih mendampingi suaminya yang kecanduan alkohol. Kata-kata itu juga menggemakan jeritan hati banyak orang percaya. Bertahun-tahun lamanya, wanita itu meminta Allah untuk mengubah suaminya. Namun perubahan itu tidak pernah terjadi.

Apa yang ada dalam pikiran kita ketika kita berulang kali meminta Allah untuk memberikan sesuatu yang baik—sesuatu yang dengan mudah memuliakan Allah—tetapi jawabannya tidak juga datang? Kita berpikir, apakah Allah mendengarkan kita atau tidak?

Mari kita memperhatikan kehidupan Yesus, Juruselamat kita. Di taman Getsemani, Dia bergumul berjam-jam dalam doa, mencurahkan isi hati-Nya dan memohon, “Biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku” (Mat. 26:39). Namun dengan jelas Bapa menjawab “Tidak.” Demi memberikan keselamatan, Allah mengutus Yesus untuk mati di kayu salib. Meskipun Yesus merasa seolah-olah Bapa-Nya telah meninggalkan Dia, Dia terus berdoa dengan tekun dan sabar karena Dia percaya bahwa Allah mendengarkan.

Ketika kita berdoa, mungkin kita tidak melihat bagaimana cara Allah bekerja atau tidak memahami bagaimana Dia akan mendatangkan kebaikan di tengah semua kesulitan yang ada. Maka, kita harus mempercayai-Nya. Kita harus melepaskan hak kita untuk tahu dan mengizinkan Allah melakukan yang terbaik menurut-Nya.

Kita harus menyerahkan apa yang tidak kita ketahui kepada Allah yang Mahatahu. Dia senantiasa mendengarkan dan bekerja menurut cara-Nya. —Dave Branon

Tuhan, kami tidak perlu tahu mengapa doa-doa kami terkadang tak terjawab. Tolong kami untuk menantikan waktu-Mu, karena Engkau baik.

Ketika kita berlutut untuk berdoa, Allah menyendengkan telinga-Nya untuk mendengarkan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 10-12; Matius 4