Nenek Lois di Belakang Layar
Oleh Fandri Entiman Nae, Kotamobagu
Kita hidup dalam dunia yang cenderung mudah memberikan sanjungan kepada mereka yang berdiri di atas panggung megah, mengenakan pakaian bagus, dan mendapat sorotan lampu. Namun, sangat sering kita melupakan orang-orang yang berdiri di belakang layar, yang telah menghabiskan begitu banyak tenaga untuk menyiapkan pertunjukan hebat tersebut.
Sebagai contoh, berapa banyak dari kita yang mengenal seorang penemu terkenal dengan segala pencapaiannya, tetapi tidak mengetahui siapa sosok ibu luar biasa yang menjadi kunci kesuksesannya? Setelah dia dikeluarkan dari sekolah karena dianggap kurang pintar oleh pihak sekolah, ibunya mengambil keputusan untuk membaktikan diri mengajari anak laki-lakinya itu. Singkat cerita, hari ini kita semua mengenal Thomas Alva Edison, sang penemu lampu pijar. Namun, bagaimana dengan ibunya?
Bagiku, pujian untuk Edison adalah sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan, tetapi mengabaikan sosok ibu di belakangnya adalah penghinaan terhadap kerja keras dan kesetiaan.
Siapa dari kita yang telah membaca Kitab Suci dan tidak mengenal sosok Timotius? Reputasinya yang baik telah membuat banyak orang memberikan nama itu untuk anak-anak mereka. Dia adalah anak rohani rasul Paulus, sekaligus merupakan penerima pertama dari dua surat (1 dan 2 Timotius) dalam Kitab Suci Perjanjian Baru yang kita miliki. Bahkan terlepas dari ketidaksempurnaan semua manusia, termasuk Timotius, kurasa dia telah menjadi semacam role model bagi banyak anak muda Kristen. Namun, bagaimana dengan ibu dan neneknya, Eunike dan Lois?
Dalam tulisan ini, aku akan menyoroti Lois dan tidak akan berbicara terlalu banyak mengenai Eunike karena berbagai alasan. Salah satunya, karena aku melihat di lingkunganku, nama Eunike terdengar lebih populer ketimbang nama Lois. Bahkan bertahun-tahun yang lalu, ketika sedang menempuh pendidikan, aku pernah tinggal di sebuah rumah seorang anak kecil bernama Eunike yang mana di desanya itu terdapat banyak orang dengan nama yang sama.
Nama Lois hanya disebut satu kali di dalam Kitab Suci (2 Timotius 1:5). Mungkin ini yang menjadi alasan sebagian orang untuk tidak terlalu banyak membahas sosok ini. Padahal, kita seharusnya tidak lalai memerhatikan apa yang dikatakan oleh rasul Paulus ketika dia menyebutkan nama wanita tua ini di dalam suratnya itu.
“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.” (2 Timotius 1:5).
Dalam bagian itu, kita melihat sang rasul memberikan pujian kepada Timotius atas imannya yang tulus ikhlas. Namun, dia juga memberikan catatan tambahan yang tidak kalah pentingnya. Sebenarnya, apa yang dia tambahkan di sana merupakan alasan yang sangat kuat mengapa Timotius bisa menjadi manusia yang berkualitas. Tentu saja, iman dan karakter Timotius tidak jatuh dari langit. Allah bekerja sedemikian rupa menggunakan orang-orang dalam lingkungan Timotius untuk mempersiapkannya menjadi seorang prajurit-Nya.
Keluarga menjadi tempat vital yang akan membentuk seorang manusia. Aku tidak mengatakan bahwa seseorang yang berasal dari keluarga yang “berantakan” tidak mungkin menjadi manusia yang berguna. Apa yang kumaksud adalah pengaruh keluarga benar-benar sangat kuat dalam memengaruhi cara berpikir seseorang. Aku mempunyai seorang teman yang sangat angkuh. Aku sering terheran-heran dengan apa yang tiba-tiba bisa terlontar dari mulutnya. Dia sangat senang merendahkan orang lain, termasuk menghina ras dan tampilan fisik seseorang. Sekarang aku tahu alasannya, ternyata orang tuanya juga begitu. Sekali lagi, tidak semua kasus bisa seperti ini. Kita tahu, ada faktor-faktor lain yang juga dapat mengubah situasi. Namun kamu menangkap poinku, kan?
Timotius adalah produk dari Eunike dan Eunike adalah produk dari Lois. Nenek ini benar-benar sangat mengagumkan. Dia telah membentuk dua generasi yang telah menjadi tiang kokoh gereja mula-mula. Kita dapat dengan yakin menyimpulkan bahwa apa yang diajarkan oleh Eunike kepada anaknya, Timotius, adalah apa yang telah dia terima dari ibunya Lois.
Lois bukan hanya berhasil “mewariskan” imannya kepada Eunike, tetapi dia telah menjadikan Eunike seorang ibu sekaligus guru yang ulung. Tanpa bermaksud merendahkan, tetapi bukankah ada beberapa orang berprofesi guru yang tidak berhasil mendidik anaknya sendiri? Namun, Lois mendidik Eunike menjadi seorang pendidik yang menghasilkan pendidik muda baru bernama Timotius. Lois adalah wanita hebat di belakang layar kesuksesan Timotius.
Apresiasi yang diberikan Paulus kepada Lois bukanlah sesuatu yang main-main. Betapa signifikannya ketika dia mengatakan bahwa iman Timotius yang tulus ikhlas itu adalah iman yang pertama-tama hidup dalam diri Lois. Paulus tahu, harga yang telah dibayar oleh seorang Lois untuk mengajari generasi penerusnya. Paulus tahu, “manusia-manusia hebat” tidak dididik dalam satu malam. Diperlukan segunung kesabaran untuk mengajarkan kebenaran kepada orang lain. Dibutuhkan teladan yang bersungguh-sungguh untuk “memperkokoh” ajaran yang kita bagikan. Ingat, pada saat itu kekristenan menjadi hal yang tidak disukai oleh pemerintah Roma yang politeistik, dan di dalam kesulitan itulah Lois bekerja keras melawan arus kencang.
Kerja keras dan kesetiaan Lois seharusnya mengingatkan kita pada apa yang Kristus telah lakukan di atas salib-Nya. Sang Raja yang telah mengorbankan nyawa-Nya untuk menyelamatkan Lois, Eunike, Timotius, engkau, dan aku.
Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu