Titik Acuan

Minggu, 30 September 2012

Titik Acuan

Baca: Mazmur 119:97-104

Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. —Matius 4:4

Jika Anda berkendara ke arah selatan dari rumah kami di Boise, Idaho, Amerika Serikat, Anda dapat melihat sebuah bukit vulkanik yang menjulang dari semak-semak pada sisi timur jalan. Di situlah titik acuan bagi pengukuran atas wilayah negara bagian Idaho.

Pada tahun 1867, empat tahun setelah Idaho ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan, Lafayette Cartee, Menteri Ukur Utama Amerika Serikat, menugasi Peter Bell untuk melakukan pengukuran atas wilayah baru tersebut. Bell mengendarai sebuah kereta dan menancapkan sebatang tiang kuningan ke suatu gundukan kecil di puncak bukit tersebut. Dengan demikian, Bell menetapkan tempat tiang itu sebagai titik acuan pengukurannya.

Pengukuran tersebut menjadi pedoman untuk pemetaan wilayah Idaho: Kotapraja ditetapkan berada di sebelah utara dan selatan dari titik acuan tersebut; lahan-lahan terbuka ditetapkan berada di sebelah timur dan baratnya. Dengan pedoman tersebut, Anda akan selalu tahu persis di mana Anda sedang berada.

Kita mungkin membaca banyak buku atau kitab, tetapi bagi kita, firman Allah merupakan “titik acuan” dan titik referensi yang pasti. John Wesley membaca banyak buku, tetapi ia selalu menyebut dirinya sebagai “pria satu kitab”. Tidak ada yang dapat menandingi Kitab segala kitab, yaitu firman Allah. Ketika kita menjadikan Alkitab sebagai penuntun bagi seluruh hidup kita, bersama sang pemazmur, kita dapat mengucapkan, “Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku” (Mzm. 119:103). —DHR

Ya Tuhan, kami bersyukur untuk Alkitab-Mu. Di dalamnya kami
belajar tentang diri-Mu dan menemukan tuntunan serta petunjuk
bagi hidup kami. Tolong kami untuk belajar mencintai firman-Mu
dan bersemangat menggali setiap halamannya. Amin.

Alkitab itu seperti kompas yang, jika diikuti, akan membawa Anda ke arah yang benar.

Kebenaran Di Dalam Taksi

Sabtu, 29 September 2012

Kebenaran Di Dalam Taksi

Baca: Yohanes 14:1-11

Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. —Yohanes 14:6

Suatu hari ketika sedang berada di pusat kota Chicago, saya memanggil sebuah taksi. Setelah masuk, saya melihat sejumlah iklan tentang seorang tokoh Gerakan Zaman Baru terpampang di kursi di depan saya. Sopir taksi mengatakan bahwa tokoh mistik itu merupakan “orang suci pilihan” untuk masa kini. Ia percaya bahwa Allah menetapkan pemimpin-pemimpin agama di sepanjang zaman, dan bahwa Yesus hanyalah salah seorang pemimpin yang ditetapkan Allah untuk zaman hidup-Nya.

Tentu saja, saya tidak setuju. Dalam pembicaraan kami, saya mengutip perkataan Yesus: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). Berlawanan dengan keyakinan sopir taksi itu, Yesus bukan hanya salah satu dari serangkaian pemimpin agama yang mendapat pencerahan dari surga—Dialah satu-satunya jalan untuk mengenal Allah, dan hanya melalui Dia kita dapat masuk surga.

Sebagai “Anak Allah yang hidup” (Mat. 16:16), Yesus tidak hanya menyatakan diri-Nya sebagai pemegang otoritas rohani tertinggi. Dia membuktikan pernyataan itu dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Kristus “mempersembahkan hanya satu kurban untuk pengampunan dosa, dan kurban itu berlaku untuk selama-lamanya” (Ibr. 10:12 BIS).

Yesus berkata tentang diri-Nya: “Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku” (Yoh. 14:11). Oleh karena itu, kita tidak perlu mencari-cari jalan “baru” untuk menuju keselamatan. Lebih baik kita mempelajari segala sesuatu tentang Kristus; karena Dialah satu-satunya Pribadi yang dapat memberikan kepastian rohani. —JBS

Hatiku bergolak tiap kali aku memikirkan Yesus,
Nama indah yang bebaskan jiwa yang tertawan;
Satu-satunya Nama yang memberiku keselamatan,
Tiada nama lain yang demikian berarti bagiku. —Eliason

Ajaran-ajaran palsu membawa kita pada jalan buntu, tetapi Yesus akan menuntun kita hingga tiba di surga.

Tak Seorang Pun Tahu Harinya

Jumat, 28 September 2012

Tak Seorang Pun Tahu Harinya

Baca: Matius 24:1-8

Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri. —Matius 24:36

Bagi banyak penduduk kota London, tahun 1666 tampak seperti tahun di mana Yesus akan datang kembali. Kalangan yang punya minat besar pada nubuatan telah menambahkan jumlah 1.000 tahun sejak kelahiran Kristus dengan angka 666, angka Antikristus, sehingga diperoleh angka tahun 1666.

Dunia memang terlihat ada di ambang kehancuran ketika di tahun 1665 suatu wabah mematikan telah merenggut nyawa 100.000 orang di London. Lalu pada bulan September 1666, terjadi kebakaran di kota itu yang meluluhlantakkan puluhan ribu bangunan. Ada orang yang bertanya-tanya, Bukankah Alkitab menubuatkan adanya banyak bencana pada akhir zaman? (lihat Mat. 24:1-8). Namun tahun 1666 pun berlalu, dan hidup terus berjalan kurang lebih seperti biasanya.

Bahkan di zaman kita, ada orang-orang yang meramalkan hari kiamat. Mereka memperkirakan sebuah tanggal, lalu media meliput hiruk-pikuk menjelang hari tersebut, tetapi kemudian hari itu berlalu seperti biasa.

Dalam hikmat Allah, waktu kedatangan Kristus yang sebenarnya telah dirahasiakan-Nya dari kita. Yesus berkata, “Tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri” (Mat. 24:36). Aspek “kapan saja” dari kedatangan Yesus kembali ini menolong orang percaya agar terus bersemangat dalam pelayanan dan pertumbuhan rohani mereka setiap saat dan tidak hanya ketika menjelang tanggal tertentu (Mat. 25:1-13; 1 Yoh. 3:2-3). Yakinlah, kedatangan Kristus yang kedua kali pasti akan terjadi. Sementara itu, sambil kita menantikan hari tersebut, hidup kita haruslah diwarnai dengan kesucian dan kesalehan (2 Ptr. 3:11). —HDF

Apakah Dia datang pada saat fajar pagi,
Saat siang hari atau redupnya senja,
Aku hanya berdoa agar setiap hari
Aku akan berjaga-jaga menantikan-Nya. —Bearden

Ajaran yang terkait paling erat dengan kehidupan sehari-hari adalah ajaran tentang kedatangan Yesus kembali.

Tahan Uji

Oleh Senjaya Citra

Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya (Ibrani 12:11).

Beberapa hari yang lalu, aku menerima sejilid manga yang isinya terinspirasi dari firman Allah. Sekilas, aku jadi terkenang pada komik karya H. A. Oppusunggu yang mengadaptasi cerita Alkitab dan buku karya John Bunyan, “Perjalanan Seorang Musafir”, yang aku baca semasa kecil. Manga adalah komik ala Jepang dengan salah satu ciri khas penggambaran mata yang besar pada tokoh-tokohnya. Bisa dibilang, inilah selera komik masa kini dan gaya komik ini sangat disukai oleh banyak anak muda.

Manga yang berjudul “Sang Pemenang” ini bercerita tentang tokoh Yusuf. Yusuf di sini digambarkan sangat ganteng dan bergaya layaknya orang masa kini. Yang menarik, pribadi Yusuf pun digambarkan sangat luar biasa. Ia punya sikap yang selalu berserah pada Tuhan. Yang saya suka, manga ini sering menggambarkan adegan Yusuf berdoa. Doa memang kelihatan sepele, tetapi yakinlah bahwa doa merupakan sumber kekuatan iman kita. Firman Tuhan berkata, “Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus” (Yud. 1:20).

Yusuf pun digambarkan tidak pernah mengeluh. Peristiwa-peristiwa yang ia alami tidak membuatnya membenci saudara-saudaranya. Ia terus meminta Allah untuk menguatkannya dan menyertainya. Saya pun teringat ucapan rasul Paulus, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa” (2 Kor. 4:8-9).

Ketika Yusuf berkuasa untuk membalas perbuatan saudara-saudaranya, ia menolak untuk mempergunakannya—sebaliknya, ia justru menyelamatkan hidup keluarganya. Melihat kekuatiran saudara-saudaranya, Yusuf melangkah untuk menenangkan hati mereka. Ia berkata, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar” (Kej. 50:20).

Roma 5:3-4 mencatat, “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” Ayat ini benar-benar tepat menggambarkan kehidupan Yusuf. Ia telah mengalami “tahan uji”. Bagaimana dengan kita?

Sampai Ke Ujung Bumi

Kamis, 27 September 2012

Sampai Ke Ujung Bumi

Baca: Kisah Para Rasul 1:1-8

Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi. —Kisah Para Rasul 1:8

Hari itu hari pertama kelas saya di Institut Alkitab Moskow, tempat saya mengajar para pendeta asal Rusia. Saya membukanya dengan meminta setiap mahasiswa untuk menyebutkan nama mereka dan di mana mereka melayani. Namun seorang mahasiswa mengejutkan saya ketika dengan berani ia mengatakan, “Dari semua pendeta, sayalah yang paling setia pada Amanat Agung!” Saya terkejut sesaat, sampai ia sambil tersenyum melanjutkan, “Amanat Agung memerintahkan kita untuk memberitakan Injil sampai ke ujung bumi. Saya menggembalakan jemaat di sebelah utara dari wilayah Lingkar Arktik, di sebuah desa yang dijuluki ‘Ujung Bumi’!” Semua orang tertawa dan kami pun melanjutkan sesi pelajarannya.

Kata-kata pendeta yang melayani di Semenanjung Yamal tersebut (yang berarti “ujung bumi”) mengandung arti penting. Dalam pesan terakhir Yesus kepada murid-murid-Nya, Dia berkata, “Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kis. 1:8). Setiap penjuru dunia ini, seberapa pun terpencilnya, harus dijangkau oleh berita salib Kristus. Sang Juruselamat menyerahkan nyawa-Nya bagi dunia—yang berarti orang-orang yang berada di sekitar kita maupun yang jauh dari kita.

Setiap dari kita memiliki kesempatan untuk membawa berita Injil kepada orang-orang yang ada di “ujung bumi” dari lingkungan kita. Di mana pun Anda berada, Anda dapat memberitakan tentang kasih Kristus kepada seseorang. Kepada siapa Anda akan memberitakannya hari ini? —WEC

Orang takkan percaya kepada Yesus
Jika Injil belum mereka dengar,
Jadi kita harus mewartakan beritanya
Kepada dunia—jauh maupun dekat. —Sper

Kita bisa menjadi saksi bagi Kristus di mana saja kita berada.

Meraih Kesempatan

Rabu, 26 September 2012

Meraih Kesempatan

Baca: Efesus 5:8-21

Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada. —Efesus 5:15-16

Istri saya, Martie, adalah seorang pembelanja yang tangguh. Ketika berbelanja kebutuhan sehari-hari, ia akan membaca setiap label kadar gizi yang tertera dan mempertimbangkan mana potongan harga yang terbaik dengan memperhatikan harga satuannya. Namun keahlian terbaiknya adalah melihat tanggal kedaluwarsa. Ia tidak akan langsung mengambil galon susu yang pertama dilihatnya, tetapi akan mencari galon yang memiliki tanggal kedaluwarsa terlama. Dengan demikian ia akan membawa pulang susu yang paling segar dari toko tersebut.

Di satu sisi, hidup kita pun ditandai dengan tanggal kedaluwarsa—hanya saja tidak satu pun dari kita yang mengetahui kapan saatnya jantung kita berhenti berdetak atau kapan kita akan menghembuskan nafas terakhir. Menyadari realita tersebut, bukankah kita sudah sepatutnya berusaha lebih keras untuk meraih kesempatan yang telah diberikan kepada kita? Meraih kesempatan di sini berarti bahwa kita akan berusaha untuk mengasihi lebih sungguh, mengampuni lebih segera, mendengarkan dengan lebih cermat, dan berbicara dengan lebih tegas.

Paulus memberikan nasihat yang baik berikut ini: “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat” (Ef. 5:15-16). Ia juga memerintahkan kita untuk “[hidup] sebagai anak-anak terang, . . . dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan” (ay.8-10).

Karena tidak satu pun dari kita yang tahu “tanggal kedaluwarsa” masing-masing, kita harus meraih kesempatan untuk menerangi dunia kita dengan kasih Kristus hari ini juga! —JMS

Tuhan, berilah aku anugerah-Mu sepanjang hari ini
Untuk melalui jalan yang lurus dan sempit,
Untuk melakukan apa pun sesuai kehendak-Mu
Apa yang baik dan sempurna, adil dan benar. —Huisman

Jalanilah hidup Anda seolah-olah setiap hari adalah hari terakhir Anda.

Untuk Kemuliaan-Nya

Selasa, 25 September 2012

Untuk Kemuliaan-Nya

Baca: 1 Petrus 4:12-16

Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, . . . Sebaliknya, bersukacitalah, . . . pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. —1 Petrus 4:12-13

Anda dapat belajar banyak dari pengalaman mendampingi orang lain yang sedang menghadapi masa sulit. Itulah yang kami alami ketika sahabat kami, Sam dan Carol, sedang berjuang menjalani pergumulan Sam dengan penyakit kanker. Selama satu tahun kami memperhatikan dan mendoakan Sam ketika ia menjalani pengobatan dan melawan rasa sakitnya. Lalu ketika tampaknya ia telah pulih, diagnosa baru melaporkan adanya lebih banyak sel kanker pada tubuhnya.

Kekecewaan jelas melanda. Pengalaman tahun berikutnya akan sama seperti pada tahun sebelumnya, karena Sam akan kembali menjalani kemoterapi, merasakan kesakitan dan menderita efek samping lainnya.

Namun saat memberi tahu kami tentang apa yang dihadapinya menjelang pengobatan di bulan berikutnya, Sam mengatakan sesuatu yang dapat kita pelajari bersama: “Kerinduan utama kami adalah melalui semuanya itu Allah dimuliakan dan kami memancarkan kasih-Nya kepada sesama.” Luar biasa! Dalam menghadapi kembali satu tahun yang penuh dengan rasa sakit dan pergumulan, prioritas utama Sam adalah bagaimana menunjukkan kasih Allah melalui semuanya itu. Ia sedang menantikan saatnya ketika Allah “menyatakan kemuliaan-Nya” (1 Ptr. 4:13).

Carol menulis kepada teman-temannya, “Tahun ini adalah tahun penuh cobaan, tetapi Allah selalu memampukan kami dengan belas kasihan dan anugerah-Nya. Kiranya kami tidak pernah mengalihkan pandangan kami dari wajah-Nya dan kasih-Nya kepada kami.”

Beban berat apa yang sedang Anda pikul? Seperti Sam dan Carol, Anda juga dapat bersandar pada anugerah Allah dalam menjalaninya. Berdoalah juga agar Anda dapat memancarkan kasih-Nya. —JDB

Tatkala beban hidup ini menindasmu
Dan pencobaan terlalu berat untuk dihadapi,
Ingatlah kekuatan Allah dalam kelemahanmu;
Dia akan memberimu kuasa dan anugerah-Nya. —Sper

Pencobaan yang semakin berat justru membuat anugerah Allah semakin nyata dirasakan.

Melawan Iri Hati

Senin, 24 September 2012

Melawan Iri Hati

Baca: 1 Korintus 3:1-10

Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? —1 Korintus 3:3

Ada suatu kisah yang menceritakan tentang dua orang pemilik toko yang saling bersaing. Mereka menghabiskan waktu hari demi hari dengan saling melacak usaha masing-masing. Jika yang satu mendapat pelanggan, ia akan tersenyum penuh kemenangan dengan maksud menyindir saingannya.

Suatu malam seorang malaikat muncul di dalam mimpi salah satu dari mereka dan berkata, “Aku akan memberikan apa saja yang kau minta. Namun, apa saja yang kau terima, sainganmu itu akan menerimanya dua kali lipat. Apa keinginanmu?” Pria itu mengerutkan keningnya, lalu berkata, “Buatlah mataku buta sebelah.” Sungguh ini suatu bentuk iri hati yang paling buruk!

Perasaan iri hati yang merusak diri sendiri berpotensi besar memecah belah jemaat di Korintus. Jemaat ini telah menerima Injil tetapi mereka tidak memberi kesempatan kepada Roh Kudus untuk mengubah hati mereka. Akibatnya, mereka saling iri hati, dan ini menyebabkan terpecahnya kebersamaan mereka. Paulus melihat iri hati mereka sebagai tanda ketidakdewasaan dan keduniawian (1 Kor. 3:3). Jemaat di Korintus tidak bersikap layaknya orang-orang yang hidupnya telah diubah oleh Injil.

Salah satu indikator yang paling jelas bahwa Roh Kudus sedang bekerja dalam hidup kita adalah ketika kita merasa puas dan bersyukur atas apa yang kita miliki. Dengan demikian, daripada diliputi oleh rasa iri hati, kita dapat dengan tulus menghargai karunia dan berkat yang diterima orang lain. —MLW

Allah, Engkau begitu baik! Engkau telah menyediakan seluruh
kebutuhan kami, bahkan yang lebih dari itu. Tolong kami untuk
merasa puas dengan apa yang kami miliki, dengan menyadari bahwa
tanpa-Mu kami tak memiliki baik napas maupun hidup ini sendiri.

Iri hati dapat diobati dengan sikap mengucap syukur kepada Allah.

Tersedia Sekarang!

Minggu, 23 September 2012

Tersedia Sekarang!

Baca: Mazmur 119:89-96

Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan titah-titah-Mu, sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku. —Mazmur 119:93

Naskah Laut Mati, yang ditemukan pada akhir 1940-an, berisi salinan Alkitab Ibrani tertua (Perjanjian Lama) yang pernah ditemukan. Selama puluhan tahun, naskah-naskah tersebut telah dijaga kelestariannya dengan ketat dan penggunaannya sering dibatasi untuk sekelompok kecil ahli saja. Dalam upaya untuk melestarikan gulungan kuno tersebut sekaligus memperluas kesempatan orang untuk menggunakannya, Israel Antiquities Authority (badan yang mengatur penggalian, penelitian dan pelestarian benda purbakala di Israel) bekerja sama dengan Google untuk menyediakan gambar-gambar berketajaman tinggi dari gulungan-gulungan yang berusia 2.000 tahun tersebut sehingga setiap orang dapat membacanya melalui dunia maya.

Ini kabar baik bagi para ahli dan siapa saja yang ingin tahu. Hal ini juga mengingatkan kita akan harta bernilai yang sekarang kita miliki dalam Alkitab itu sendiri. Di sepanjang Mazmur 119, penulis merayakan hikmat firman Allah yang bersifat kekal dan sanggup mengubahkan hidup. Sebagai inti bacaan Alkitab hari ini, penulis menyerukan, “Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan titah-titah-Mu, sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku” (ay.93).

Mungkin banyak dari kita sudah lama mempunyai Alkitab. Namun berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk membaca dan mempelajarinya? Seberapa dalam kita merenungkan arti dari bagian-bagian Alkitab yang sudah sering kita baca?

Maukah Anda menjadikan pembacaan Alkitab sebagai prioritas Anda sehari-hari? Mintalah Allah untuk memandu, mengajar, dan menguatkan Anda melalui firman-Nya yang tertulis. Kitab yang menakjubkan ini sekarang tersedia dan dapat dibaca oleh siapa saja. —DCM

Tuhan, terima kasih untuk Alkitab, firman-Mu kepada kami.
Beri kami hikmat saat kami membaca dan mempelajarinya.
Buatlah kami peka pada suara-Mu
dan beri kami tekad untuk menaatinya. Amin.

Allah berbicara melalui firman-Nya—sediakanlah waktu untuk mendengarkan-Nya.