Bukan Sebuah Keanehan Alam

Oleh: Vania Tan
(artikel asli ditulis dalam Bahasa Inggris: It’s Not a Freak of Nature)

not-a-freak-of-nature

Gerhana matahari yang terjadi pada pertengahan Maret kemarin sungguh merupakan fenomena alam yang menakjubkan. Meskipun jutaan orang bisa menyaksikan peristiwa langka itu dari berbagai belahan dunia, para penduduk Kepulauan Faroe dan Svalbard, bagian ujung utara Eropa bisa dibilang sangat beruntung karena mereka bisa melihat langsung terjadinya gerhana matahari total, yaitu ketika posisi bulan menutupi matahari sepenuhnya.

Karena aku tidak tinggal di daerah yang bisa menyaksikan langsung gerhana matahari tersebut, aku menggunakan internet untuk melihat video dan foto-foto dari peristiwa itu. Dan, apa yang kulihat memang sangat mencengangkan! Ketika bulan bergeser perlahan-lahan menutupi matahari dan menutupinya dari pandangan, pancaran sinar matahari yang menyilaukan mata melintasi langit. Lalu pada pukul 9.14 pagi, langit yang tadinya terang benderang mendadak mulai gelap, seolah senja sudah tiba, dan segera saja kegelapan total menyelimuti langit. Fenomena yang sulit dijelaskan dengan logika. Benar-benar sebuah “keanehan” alam, pikirku. Aku tidak bisa memahami penjelasan ilmiah di balik semua itu.

Gerhana tersebut mengingatkan aku kepada kegelapan serupa yang menyelimuti langit setelah kematian Kristus di kayu salib. Matius 27:45 mencatat apa yang terjadi, “Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.” Bayangkan, tiga jam lamanya! Ada sebagian orang yang berspekulasi bahwa kegelapan tersebut disebabkan oleh gerhana total. Tetapi, sebagian lagi meyakini bahwa tidak mungkin gerhana total akan bertahan selama itu.

Yang lebih menarik lagi bagiku adalah reaksi yang diberikan orang terhadap kedua peristiwa tersebut. Pada tanggal 20 Maret 2015, orang-orang yang menyaksikan gerhana, temasuk para pengamat bintang dan pecinta alam, dipenuhi dengan perasaan penuh harap dan semangat menantikan momen istimewa itu. Sebaliknya, ketika langit menjadi gelap pada saat penyaliban Yesus, orang-orang yang menyaksikan justru dipenuhi penyesalan, rasa bersalah, kemarahan, atau ketakutan. “Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah’” (Matius 27:54). Aku bertanya-tanya, bagaimana aku sendiri akan bereaksi jika aku ada pada saat penyaliban Yesus?

Meskipun kita tidak tahu apakah hari itu kegelapan menyelimuti seluruh bumi atau sebagian saja, kita tahu dengan pasti bahwa Allah dimuliakan melalui peristiwa tersebut. Fenomena ajaib itu menunjukkan kuasa Allah dan dampak penyaliban Kristus bagi seluruh dunia.

Mengingat Jumat Agung dan Paskah yang baru saja kita lewati, mari merenungkan tentang arti kematian Kristus bagi kita. Dia telah menanggung dosa-dosa dan rasa malu kita, dan mengampuni kita secara cuma-cuma, agar kita dapat diperdamaikan dengan Allah. Tanpa terang Kristus, dunia ini akan tetap tinggal dalam kegelapan.

Bagikan Konten Ini
10 replies
  1. melvin Tobondo
    melvin Tobondo says:

    Haleluya, terpujilah namamu Tuhanku Yesus Kristus yang telah menciptakan Alam bagi kehidupan kita manusia, Amin

  2. Edsul
    Edsul says:

    “Imanmu menyelamatkanmu”

    “Berbahagialah orang yang tidak melihat, namun percaya.”

    Saya selalu bersyukur akan segala hal yang saya alami karena itulah yang menambah pengalaman hidup dan iman saya.

    Terima kasih, salam sehat selalu.

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *