Posts

Namun Tuhan Bilang

Oleh: Dewi Simanungkalit

Tuhan-bilang

Siapa bilang tiada tangisan
Ketika kamu berjalan mengikut Tuhan
Namun Tuhan bilang
Yang menabur dengan cucuran air mata
Akan menuai dengan bersorak-sorai

Siapa bilang tiada kecewa
Ketika dalam melayani besar komitmenmu
Namun Tuhan bilang
Berbahagialah kamu
Yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku

Siapa bilang tiada beban berat
Ketika kamu memilih untuk taat
Namun Tuhan bilang
Jangan menjadi lemah dan putus asa
Ada sukacita mulia menantimu

Siapa bilang tiada kesepian
Selama kamu hidup di dunia
Namun Tuhan bilang
Aku takkan membiarkanmu
Aku takkan meninggalkanmu

Siapa bilang mengasihi itu mudah
Apalagi bila kita tak dikasihi
Namun Tuhan bilang
Aku ingin kamu saling mengasihi
seperti Aku telah mengasihi kamu

Ada masanya kasihku goyah
Aku mengejar berkat
Bukan Sang Pemberi berkat
Aku menginginkan nikmat
Bukan Sang Pemberi nikmat
Saat tersadar langkahku telah begitu jauh
Tuk kembali diriku merasa malu
Namun Tuhan bilang
Setia-Ku tidak berubah
Aku mengasihimu dengan kasih yang kekal
Dalam kelemahanmu, kuasa-Ku nyata sempurna
Maukah kau tinggal di dalam kasih-Ku?

 
Mzm 126:5, Luk 7:23, Mat 25:23, Rm 8:17-18; Ibr 13:5,
Yoh 13:34, Yer 31:3, Yes 54:10, 2Kor 12:9-10

GitaKaMu: Walau Ku Tak Dapat Melihat

Mungkin beberapa dari kita sudah sering mendengar lagu yang dilantunkan Grezia Epiphania ini. Tetapi jujur, baru awal tahun 2015 aku mengetahui keberadaannya (kudet nih.. hehehe). Kalimat demi kalimat dalam lagu ini membuatku terpana saat pertama mendengarnya karena begitu sesuai dengan pergumulan yang sedang kuhadapi.

Hari itu aku sedang dilanda kecewa. Harapan dan impianku untuk melanjutkan studi di sekolah musik harus kandas. Padahal, semua usaha telah kulakukan. Mulai dari berlatih keras, kursus ke sana-sini, berdoa, sampai akhirnya berhasil lulus ujian penerimaan mahasiswa baru. Namun, tanpa disangka-sangka keluarga kami dilanda masalah ekonomi, dan mau tidak mau aku harus melepaskan kesempatan emas itu. Aku merasa sangat terpuruk. Entah sudah berapa banyak air mata mengalir dan pertanyaan yang kuserukan kepada Tuhan. Jelas aku sangat berharap mendapatkan mukjizat. Namun, situasiku tidak berubah sama sekali.

Melalui lagu ini, Tuhan memberi jawaban sekaligus penghiburan bagiku. Tidak hanya karena melodi dan iringan musiknya yang indah, tetapi juga karena kesaksian penyanyinya. Pelantun lagu ini, Grezia, adalah gadis kecil yang terlahir dengan selaput di matanya sehingga ia tidak bisa melihat, namun ia menjalani hidup dengan penuh syukur dan pujian. Aku diingatkan bahwa Tuhan dapat berkarya melampaui segala keterbatasan manusia. Sebab itu, kita perlu mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan yang Mahabesar dan Mahakreatif, bukan kepada masalah demi masalah yang menyurutkan semangat kita. Walau kita tidak bisa melihat dan memahami semua rencana Tuhan, tetapi kita memilih untuk memercayakan segenap hidup kita kepada-Nya, karena kita tahu bahwa masa depan kita ada di tangan-Nya, rancangan-Nya adalah rancangan damai sejahtera dan penuh harapan (Yeremia 29:11).

Lagu ini juga menolongku untuk memeriksa hatiku di hadapan Tuhan. Apakah aku mengasihi Tuhan dengan segenap hatiku, apapun situasi yang Dia izinkan aku alami? Ataukah aku hanya mengasihi-Nya bila semua keinginanku dipenuhi-Nya? Apakah aku memandang Tuhan sebagai Raja yang berdaulat atas hidupku, ataukah sebagai “pelayan” yang harus menuruti mauku? Seperti sebuah kutipan bijak yang pernah kubaca: ”Ketulusan hati kita akan terbukti, ketika kita tidak memperoleh apa yang kita kehendaki”.

 
Lirik:
Ku sadar tak semua dapat aku miliki di dalam hidupku
Hatiku percaya rancangan-Mu bagiku adalah yang terbaik
Walau ku tak dapat melihat semua rencana-Mu Tuhan
Namun hatiku tetap memandang pada-Mu
Kau tuntun langkahku
Walau ku tak dapat berharap atas kenyataan hidupku
Namun hatiku tetap memandang pada-Mu
Kau ada untukku

Mengapa Aku Tetap Berharap

Oleh: Michele Ong, New Zealand
(artikel asli dalam bahasa Inggris: Why I Didn’t Give Up on Hope)

Why-I-Didn’t-Give-Up-on-Hope

Dulu aku memiliki pandangan yang sangat tidak jelas tentang kata “pengharapan”. Menurutku, kata itu terdengar seperti sesuatu yang tidak pasti. Orang yang berharap tak ubahnya seperti orang yang tidak punya pendirian. Berharap berarti mengucapkan keinginanmu lalu pasrah menantikan seseorang akan mengabulkannya. Ketika langit mendung, aku sering mendengar orang berkata, “Aku berharap hari ini tidak hujan.” Banyak bahan renungan yang kubaca menuliskan bahwa Yesus adalah pengharapanku, salib adalah pengharapanku, Kristus yang ada di tengah-tengah kamu adalah pengharapan akan kemuliaan (Kolose 1:27). Tetapi, aku sendiri tidak pernah merasa bisa memahaminya secara penuh.

Sebuah pertanyaan besar muncul ketika aku mengalami kekecewaan dalam hubungan dengan orang-orang yang kusayangi: “Apa yang akan kulakukan dengan hidupku?” Aku merasa begitu putus asa dan tidak punya harapan. Aku begitu ketakutan ketika hubungan dengan pacarku berakhir. Aku khawatir tidak akan bisa menikah dan menjadi orang aneh seperti Patty dan Selma (dua saudari kembar dalam film The Simpsons).

Sangat sering aku mengeluh atau melontarkan pemikiran-pemikiran negatif tentang hidupku. Kakak perempuanku sampai-sampai membuat sistem denda untuk meredamnya. Setiap kali mengeluarkan perkataan negatif, aku harus memasukkan uang sebesar Rp.50.000,- ke dalam celengan Hello Kitty-nya, dan uang yang terkumpul nanti akan disumbangkan kepada organisasi yang nilai-nilai dan misinya tidak ingin aku dukung. Sungguh menyedihkan!

Tetapi Allah memegang kendali atas segala sesuatu. Pada suatu hari Minggu, pendetaku berkhotbah tentang—kamu pasti bisa menebaknya—pengharapan. Ia menjelaskan bahwa pengharapan itu bukanlah sesuatu yang tidak pasti, angan-angan semu yang ditawarkan dunia. Ketika kita berharap kepada Allah, kita sedang menambatkan harapan kita pada Pribadi yang berdaulat atas segenap semesta, yang rancangan-Nya selalu digenapi (Ibrani 6:19). Penjelasan itu membuatku tertegun. Rasanya seperti mendapat teguran langsung dari Allah. Aku disadarkan bahwa pandanganku tentang pengharapan harus diubah. Pengharapan yang diletakkan di dalam Allah, Sang Pencipta langit dan bumi adalah pengharapan yang kuat, aman, terpercaya, dan pasti digenapi. Bukan sesuatu yang sepele dan tidak pasti.

Berpegang pada pengharapan sama seperti berpegang pada sebuah tali penyelamat yang akan menolong kita melewati badai hidup, kekecewaan, rasa sakit, dan berbagai kesulitan. Jika kita memiliki pengharapan sebagai sauh atau jangkar bagi jiwa, kita dapat melangkah keluar dari momen-momen terberat dalam hidup kita, dan berkata: “Allah yang adalah pengharapan itu, telah menopangku.”

Setiap kali kita melihat salib Kristus, kita melihat pengharapan akan pengampunan dosa, pemulihan, keselamatan, dan hidup yang kekal. Mari berpegang pada pengharapan ini, pengharapan yang tidak akan pernah mengecewakan.

Wallpaper: Pengharapan yang Pasti

Bagaimana kamu menjelaskan pengharapan yang kamu miliki di dalam Kristus? Apa sebenarnya yang kamu harapkan?

Bukan Sebuah Keanehan Alam

Oleh: Vania Tan
(artikel asli ditulis dalam Bahasa Inggris: It’s Not a Freak of Nature)

not-a-freak-of-nature

Gerhana matahari yang terjadi pada pertengahan Maret kemarin sungguh merupakan fenomena alam yang menakjubkan. Meskipun jutaan orang bisa menyaksikan peristiwa langka itu dari berbagai belahan dunia, para penduduk Kepulauan Faroe dan Svalbard, bagian ujung utara Eropa bisa dibilang sangat beruntung karena mereka bisa melihat langsung terjadinya gerhana matahari total, yaitu ketika posisi bulan menutupi matahari sepenuhnya.

Karena aku tidak tinggal di daerah yang bisa menyaksikan langsung gerhana matahari tersebut, aku menggunakan internet untuk melihat video dan foto-foto dari peristiwa itu. Dan, apa yang kulihat memang sangat mencengangkan! Ketika bulan bergeser perlahan-lahan menutupi matahari dan menutupinya dari pandangan, pancaran sinar matahari yang menyilaukan mata melintasi langit. Lalu pada pukul 9.14 pagi, langit yang tadinya terang benderang mendadak mulai gelap, seolah senja sudah tiba, dan segera saja kegelapan total menyelimuti langit. Fenomena yang sulit dijelaskan dengan logika. Benar-benar sebuah “keanehan” alam, pikirku. Aku tidak bisa memahami penjelasan ilmiah di balik semua itu.

Gerhana tersebut mengingatkan aku kepada kegelapan serupa yang menyelimuti langit setelah kematian Kristus di kayu salib. Matius 27:45 mencatat apa yang terjadi, “Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.” Bayangkan, tiga jam lamanya! Ada sebagian orang yang berspekulasi bahwa kegelapan tersebut disebabkan oleh gerhana total. Tetapi, sebagian lagi meyakini bahwa tidak mungkin gerhana total akan bertahan selama itu.

Yang lebih menarik lagi bagiku adalah reaksi yang diberikan orang terhadap kedua peristiwa tersebut. Pada tanggal 20 Maret 2015, orang-orang yang menyaksikan gerhana, temasuk para pengamat bintang dan pecinta alam, dipenuhi dengan perasaan penuh harap dan semangat menantikan momen istimewa itu. Sebaliknya, ketika langit menjadi gelap pada saat penyaliban Yesus, orang-orang yang menyaksikan justru dipenuhi penyesalan, rasa bersalah, kemarahan, atau ketakutan. “Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah’” (Matius 27:54). Aku bertanya-tanya, bagaimana aku sendiri akan bereaksi jika aku ada pada saat penyaliban Yesus?

Meskipun kita tidak tahu apakah hari itu kegelapan menyelimuti seluruh bumi atau sebagian saja, kita tahu dengan pasti bahwa Allah dimuliakan melalui peristiwa tersebut. Fenomena ajaib itu menunjukkan kuasa Allah dan dampak penyaliban Kristus bagi seluruh dunia.

Mengingat Jumat Agung dan Paskah yang baru saja kita lewati, mari merenungkan tentang arti kematian Kristus bagi kita. Dia telah menanggung dosa-dosa dan rasa malu kita, dan mengampuni kita secara cuma-cuma, agar kita dapat diperdamaikan dengan Allah. Tanpa terang Kristus, dunia ini akan tetap tinggal dalam kegelapan.

SinemaKaMu: Cinderella, Benarkah Keajaiban Itu Ada?

Oleh: Lisa Jong, China
(artikel asli ditulis dalam bahasa Mandarin: 有美德的地方就有奇迹——《灰姑娘》观后感)

SinemaKaMu-Cinderella

Sebuah cerita lama yang selalu disukai, berkali-kali dikemas untuk penonton yang berbeda. Ya, Cinderella kembali merebut perhatian banyak orang, kali ini dengan sentuhan baru dari studio Disney. Aku sangat senang ketika tahu film ini akan tayang, karena aku sendiri adalah penggemar berat dongeng tentang para peri. Tanpa membuang waktu, aku segera memesan tiket bioskop untuk menontonnya. Tidak sabar rasanya melihat Cinderella dengan gaun dan sepatu kacanya! Aku juga penasaran ingin melihat bagaimana ibu tiri dan kedua saudara tiri Cinderella akan mendapat ganjaran atas perbuatan mereka di akhir cerita.

Sekalipun sebagian besar alur film ini sama dengan dongeng aslinya, tema yang ditonjolkan kali ini agak berbeda. Keajaiban yang dibuat ibu peri tetap dihadirkan, memunculkan kereta labu dan sepatu kaca yang pada akhirnya membawa sang pangeran bertemu dengan gadis yang tepat, Ella. Tetapi, ada penekanan-penekanan khusus yang diberikan di sepanjang cerita, misalnya potongan kalimat: “milikilah keberanian dan kemurahan hati”, “di mana ada kemurahan hati, di situ ada kebaikan”, “di mana ada kebaikan, di situ ada keajaiban”. Selain itu ditegaskan bahwa yang menarik hati sang pangeran bukanlah gaun baru atau sepatu kaca Ella, tetapi keberanian dan kemurahan hatinya.

Jika kamu pernah diperlakukan tidak adil dan direndahkan seperti Ella, atau diremehkan saat kamu menunjukkan keberanian dan kemurahan hati, mungkin kamu sangat mendambakan cerita seperti Cinderella ini menjadi kenyataan. Melihat Ella yang tampak begitu mempesona di dalam balutan gaunnya yang indah, akan menghangatkan hatimu. Melihatnya menarik perhatian banyak orang di tengah pesta, terutama perhatian sang pangeran, akan menyemangati jiwamu. Bukankah setiap kita pada titik tertentu dalam hidup kita pernah berharap bahwa keajaiban yang sama juga bisa terjadi dalam hidup kita? Bukankah akan luar biasa jika ada seorang pangeran yang dapat membebaskan kita dari segala derita, rasa malu, dan putus asa dalam hidup ini?

Tahukah kamu bahwa sekalipun keajaiban ala Cinderella itu tidak nyata, sosok pangeran—atau Raja, lebih tepatnya—itu benar-benar ada. Pangeran itu, Yesus Kristus, adalah Pemilik langit dan bumi, dan Dia datang ke dunia ini untuk mencari kita (tanpa perlu mengecek ukuran sepatu kita). Dia bahkan rela menderita untuk menggantikan kita. Dia menanggung hukuman maut yang seharusnya ditimpakan kepada kita (Yesaya 53:4) sebagai ganjaran terhadap dosa yang dilakukan oleh manusia pertama, Adam, yang membuat kita semua menjadi budak dosa. Yesus membayar harga untuk memerdekakan kita dari perbudakan dosa dengan darah-Nya, dengan hidup-Nya (Roma 6:23). Lebih hebat lagi, Dia mengenakan pakaian yang baru untuk kita, yang membuat kita dapat kembali serupa dengan Dia—bukan hanya keberanian dan kemurahan hati seperti yang dikenakan Ella, tetapi juga kekudusan, kebenaran, kelemahlembutan, dan kerendahan hati (Roma 13:14). Dia menjadikan kita sebagai mempelai-Nya, ikut memerintah di dalam kerajaan-Nya yang kekal, mengangkat kita sebagai anak-anak Allah dan ahli waris dari janji-janji-Nya (Galatia 4:7).

Kedatangan Yesus memberitahu kita bahwa kita tidak perlu lagi menjadi budak dari “ibu tiri” dosa. Kita diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, yang telah datang dalam rupa manusia untuk membebaskan kita dari belenggu dosa. Dia mengundang kita untuk menjadi mempelai-Nya dan masuk dalam kerajaan-Nya. Aku telah menerima undangan-Nya beberapa tahun silam, dan sejak saat itu, aku menanti-nantikan tibanya hari istimewa, saat aku, seperti Cinderella, akhirnya dapat mengenakan gaun putih dan tinggal bersama Sang Pangeran, Sang Anak Domba, selamanya (Wahyu 19:7-9)

Bersediakah kamu juga menerima undangan-Nya?

 
Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. (Yohanes 1:12-13)

Sharing: Bagaimana pengharapan di dalam Kristus membuat perbedaan dalam hidupmu?

featured-2015-04-sharing-inside

Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan …” (1 Petrus 1:3)

 
PENGHARAPAN.
Bukankah itu yang membedakan malaikat dan manusia ketika mereka memberontak kepada Allah?

Tidak ada pengharapan bagi malaikat yang memberontak (yang kita kenal sebagai iblis). Tidak ada penebusan yang disediakan baginya. Meski saat ini ia masih diizinkan “beraktivitas”, namun sudah jelas ia akan dihukum selama-lamanya (Wahyu 12:9; 20:10)

Namun, oleh kasih karunia Allah, ada pengharapan bagi kita manusia. Kristus telah menebus kita dari hukuman dosa, Dia memberi kita pengharapan, bahwa kita dapat mengenal Allah dan menjalani kehidupan yang berkenan kepada-Nya (1 Petrus 1:18-22). Dia memberi kita pengharapan, bahwa kita dapat menjadi anak-anak Allah dan kelak akan tinggal bersama-sama dengan Dia dalam kekekalan (Yohanes 1:12; 14:1-3).

Karena apa yang telah dilakukan Kristus, kita dapat bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah (lihat Roma 5:1-2)

Sudahkah kamu memiliki pengharapan di dalam Kristus? Bagaimana pengharapan di dalam Kristus membuat perbedaan dalam hidupmu—dalam cara kamu berpikir, bertutur, dan bertindak setiap hari?