Tidak Ada Kasih Yang Lebih Besar

Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang
yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. —Yohanes 15:13

Shrine of Remembrance yang ada di Melbourne, Australia, adalah museum peringatan untuk menghormati mereka yang mengorbankan nyawa bagi negaranya. Dibangun setelah Perang Dunia I, museum tersebut selanjutnya diperluas penggunaannya untuk mengingat mereka yang membela negara dalam konflik-konflik berikutnya.

Sungguh ini adalah suatu tempat yang indah dan mengingatkan kita akan nilai keberanian dan pengabdian, tetapi yang menjadi daya tarik utama dari museum ini adalah sebuah aula yang di dalamnya terletak sebuah batu berukirkan kata-kata, “Tidak Ada Kasih yang Lebih Besar.” Setiap tahun pada hari ke-11 dari bulan ke-11 pada pukul 11 pagi, sebuah cermin memantulkan cahaya matahari ke arah batu tersebut untuk menyorot kata Kasih. Ini merupakan bentuk penghormatan bagi mereka yang telah mengorbankan nyawa mereka. Kita menghormati kenangan terhadap mereka yang telah membayar harga yang mahal untuk kemerdekaan.

Namun, kata-kata di batu itu mengandung arti yang jauh lebih agung. Yesus berbicara pada murid-murid-Nya di malam sebelum Dia mati di kayu salib bagi dosa-dosa dunia (Yoh. 15:13). Kematian-Nya bukanlah untuk memberi kita kemerdekaan dari tirani politik, melainkan dari hukuman dosa. Kematian-Nya tidak hanya untuk memberi kita kehidupan yang lebih baik, tetapi demi memberi kita hidup yang kekal.

Memang penting untuk mengingat mereka yang telah memberikan nyawanya bagi negara mereka—tetapi kiranya kita tidak akan lupa untuk memuji dan mengagungkan Kristus yang mati bagi dunia yang sedang sekarat ini. Sungguh, tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih-Nya ini. —WEC

Salib Yesus adalah bukti nyata terbesar dari kasih Allah.

Burung Peliharaan Mozart

Kamis, 19 Agustus 2010

Baca: Mazmur 104:1-13

Di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan. —Mazmur 104:12

Mozart dikagumi sebagai seorang maestro di bidang komposisi musikal. Pada suatu waktu, ia bahkan terinspirasi oleh melodi kicauan seekor burung. Mozart memelihara seekor burung jalak yang nyanyiannya begitu membuat Mozart terpukau sehingga ada yang mengatakan bahwa Mozart menulis sebuah karya musiknya berdasar melodi yang didengarnya dari kicauan burung itu.

Burung-burung juga menjadi sumber inspirasi bagi pemazmur. Dalam Mazmur 104, sang pemazmur memuji Allah karena pemeliharaan-Nya terhadap makhluk hidup yang diciptakan-Nya di atas bumi. Pemazmur mengamati burung-burung yang terbang di udara, bertengger di cabang-cabang pepohonan, dan menyanyikan lagu sukacita: “di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan” (ay.12).  Alam mengisi hati pemazmur dengan pujian kepada Allah, dan menurut saya, melodi kicauan burung-burung pun termasuk di dalamnya.

Seringkali keajaiban yang kita saksikan dalam ciptaan-Nya mendorong kita untuk menyembah-Nya. Tema ini diulang-ulang di seluruh Alkitab: “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mzm. 19:2). Cara ciptaan Allah mendorong kita untuk memuji Dia tidaklah terbatas pada apa yang kita lihat saja. Kita memuji-Nya juga karena kita mendengarkan nyanyian alam. Ketika kita menjalani rutinitas harian, kita dapat membuka hati dan mendengarkan melodi-melodi yang telah disediakan Allah dalam ciptaan-Nya dan biarkan semuanya itu menjadi satu dorongan tambahan untuk memuji Sang Pencipta. —HDF

Ketika Mozart menambahkan kicauan burung
Dalam inovasi musikalnya,
Kiranya kita melantunkan lagu ke seluruh dunia
Suatu pujian kepada Allah, Sang Pencipta. —F. Hess

Seluruh alam merupakan simfoni agung dengan Sang Pencipta sebagai dirigennya.