Posts

5 Tips Persahabatan yang Sehat

Ilustrasi oleh: Barbara Jenjaroentham (@barbsiegraphy)

Kita diciptakan untuk bersahabat. Sahabat yang sejati ada bersama kita di tengah kesulitan, mendoakan kita ketika kita terlalu lemah untuk berdoa bagi diri kita sendiri, dan dengan lembut mengarahkan kita kepada arah yang benar ketika kita berjalan menyimpang terlalu jauh.

Membangun persahabatan yang erat, terkhusus yang berpusat kepada Kristus, membutuhkan pengorbanan dan investasi waktu, dan mungkin terkadang juga membuat kita merasa tidak nyaman. Tetapi, terlepas dari harga yang harus kita bayarkan itu, adalah berharga untuk menabur benih-benih kasih yang akan menumbuhkan persahabatan hingga akhir hayat.

Seberapa dalam kisah persahabatanmu? Yuk ikuti kisah yang kami buat ini untuk mendorongmu membangun kisah persahabatan yang berpusat pada Kristus.


Yuk kita memulai obrolan yang lebih dalam dengan sahabat kita. Kita bisa memulainya dengan bertanya “Apa kabarmu?” lalu, perlahan tanyakanlah padanya bagaimana kehidupan rohaninya, atau bagaimana saat teduhnya bersama Tuhan selama ini.

Pertanyaan yang diungkapkan dengan jujur seperti ini bisa menolong ikatan persahabatan kita kian erat, dan juga menumbuhkan kehidupan rohani kita. Alkitab berkata hendaknya kita tidak hanya mementingkan kepentingan kita pribadi, tapi juga kepentingan orang lain (Filipi 2:4). Sebuah obrolan sederhana seperti ini bisa menjadi awal yang baik untuk mempraktikkan firman tersebut.


Jadilah seorang sahabat yang bersedia menolong dengan tindakan nyata. Seringkali lebih mudah untuk mengirim chat kepada teman yang sakit, “Cepat sembuh ya. Istirahatlah.” Tapi, akan terasa lebih manis apabila kita dapat datang menjenguknya dengan membawa makanan dan melihatnya secara langsung.

Memang tidak mudah untuk meluangkan waktu di tengah jadwal kita yang sibuk. Tapi, kita bisa meluangkan satu atau dua jam kita untuk menengok yang sakit, atau mengorbankan akhir pekan kita untuk menolong teman yang sedang pindahan rumah.

Tindakan nyata berbicara lebih kuat daripada kata-kata. Satu aksi nyata kita akan lebih bermakna dibandingkan untaian kata tanpa perbuatan. Alkitab mengatakan berdua lebih baik daripada seorang diri, sebab apabila yang seorang jatuh, yang lain dapat menolongnya (Pengkhotbah 4:9-10).


Kita sering didorong untuk “mengikuti kata hati kita” ketika kita harus memutuskan apa yang hendak kita raih. Tetapi, apa yang terjadi jika pilihan kita itu membawa kita kepada kehancuran?

Dalam masa seperti ini, maukah kita memberanikan diri untuk menegur dengan lembut sahabat kita, agar dia kembali kepada jalan firman Tuhan? Atau, jika keadaannya dibalik, bersediakah kita menerima nasihat dari sahabat kita yang pedui akan kita, meskipun itu membuat kita merasa tidak nyaman?

Alkitab mengatakan, “Seorang kawan memeluk dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah” (Amsal 27:6).

Menerima dan memberi nasihat mungkin membuat kita tidak nyaman, tetapi sahabat yang sejati akan selalu melakukan yang terbaik untuk kebaikan sahabatnya.


Persahabatan membutuhkan kejujuran, tetapi seringkali kita mengelak dari masalah-masalah yang menghinggapi kita. Agaknya lebih mudah untuk bersikap pura-pura seolah semuanya baik-baik saja, padahal kenyataannya tidak. Mungkin ketakutan bahwa kita terlihat tidak sempurna membuat kita enggan menceritakan masalah kita kepada sahabat kita. Atau, kita pun takut kalau-kalau masalah kita akan tersebar.

Tetapi, sahabat yang tulus, jujur, dan terbuka menolong kita untuk membagikan kerapuhan diri kita tanpa perlu khawatir. Marilah kita belajar untuk mengembangkan persahabatan seperti ini, di mana kita bisa datang bersama-sama dengan segala kekurangan kita, mengakui dosa dan saling mendoakan (Yakobus 5:16).


Terkadang kita bingung bagaimana harus menanggapi sahabat kita yang sedang bergumul. Mungkin kita tidak pernah mengalami apa yang mereka alami, atau kita tidak mau salah bicara yang takutnya malah menyakiti mereka. Kata-kata bisa salah, tetapi kita bisa mendoakan mereka yang mungkin juga terlalu lemah untuk berdoa.

Kita tahu bahwa kita tidak dapat menyelesaikan masalah sahabat kita, tetapi melalui doa kita mengakui ada Tuhan yang lebih dari sanggup untuk melakukan melampaui apa yang kita minta atau pikirkan (Efesus 3:20).