Ketika Tuhan Tidak Terlihat…

Oleh Nikita Afdan, Depok

Jika bicara tentang Tuhan, kita semua tentu mengakui Dialah sosok yang Mahakuasa. Artinya, Dia dapat melakukan apa pun, bahkan yang di luar pemikiran kita. Namun, bagaimana jika Dia memilih untuk tidak terlihat atau seolah tersembunyi?

Inilah yang terjadi dalam kisah tentang Hadasa, alias Ester. Kuyakin kita semua yang pernah ikut sekolah Minggu tahu tentang kisahnya. Cerita hidup Ester tercatat di Perjanjian Lama pada kitab yang diberi nama dirinya, “Ester”. Namun, dalam kitab ini tak sekalipun kata “Allah” tercatat. Bila kita tidak cermat membaca tiap-tiap bagiannya, mungkin kita akan mudah terjebak pada alur ceritanya saja.

Coba bayangkan, seorang anak yatim piatu dengan segala kesulitan hidupnya justru dipilih menjadi ratu dari kerajaan Persia. Lalu, dengan bantuan dari pamannya, mereka berhasil menggagalkan rencana pembunuhan besar-besaran. Apakah ini tidak terkesan seperti sinetron yang sering kita jumpai di negeri kita?

Nah, bila itu kesimpulan yang muncul di pikiran kita, maka kita telah melupakan kisah yang sebenarnya. Lewat tulisan ini aku ingin mengajakmu menapaki dan menggali kembali kisah hidup Ester.

Ester hidup pada masa ketika bangsa Israel hidup dalam pembuangan di kerajaan Persia. Di bawah kepemimpinan Raja Ahayseweros, Ester yang yatim-piatu mengikuti sayembara untuk menjadi ratu. Oleh Mordekhai, Ester diminta untuk tidak menunjukkan identitas aslinya sebagai orang Yahudi. Selama setahun Ester menjalani perawatan hingga dia pun terpilih menjadi ratu dan beroleh perhatian serta kasih sayang dari raja.

Kisah Ester tidak berhenti sampai di sini saja. Raja memiliki seorang hamba yang sangat dipercaya, yakni Haman yang benci terhadap orang Yahudi dan dia memerintahkan kepada semua pejabat kerajaan di gerbang istana tunduk menghormatinya. Namun, Mordekhai menolak perintah itu sebab dia hanya mau tunduk kepada Allah. Sikap ini tidak disukai Haman sehingga dia melakukan siasat jahat dengan menggunakan kekuasaanya untuk membinasakan seluruh orang Yahudi yang ada di kerajaan Persia. Masalah menjadi genting karena Haman adalah orang kepercayaan raja dan raja memberinya wewenang untuk melakukan apa pun.

Siasat jahat Haman telah diketahui oleh Mordekhai, sehingga dia menyampaikan hal ini kepada Ester. Pada masa itu, ada undang-undang yang melarang seseorang untuk menghadap raja tanpa dipanggil. Jika Ester menghadap raja tanpa adanya undangan, berarti dia melawan undang-undang, dan ganjarannya adalah hukuman mati. Ini konsekuensi yang tidak main-main sehingga keraguan Ester tentu sangat wajar. Namun, keraguan inilah yang membuatnya dilema: berdiam diri saja demi dirinya selamat tetapi bangsanya binasa, atau coba saja dulu? Di sinilah Mordekhai berperan. Mordekhai menguatkan hati Ester dan menyakinkannya bahwa ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi.

Ester memilih taat lalu memerintahkan Mordekhai dan seluruh umat Yahudi untuk mengadakan puasa selama tiga hari untuk dirinya. Apa yang ditakutkan Ester tidak terwujud. Raja berkenan menjumpai Ester dan ketika tiba saatnya, Ester mengungkapkan siasat buruk Haman untuk melenyapkan umat Yahudi termasuk dirinya. Mendengar kesaksian Ester, raja pun murka dan memerintahkan agar Haman dihukum mati. Raja Ahasyweros pun mengangkat Mordekai sebagai tangan kanan raja dan menjadi pengganti Haman.

Jon Bloom menuliskan dalam artikelnya: kisah yang sebenarnya dari Ester bukanlah tentang keberaniannya mengambil risiko menghadap raja, bukan pula kebijaksanaan Mordekhai. Cerita Ester adalah tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik intrik kekuasaan.

Haman yang jadi orang kepercayaan raja berpikir dia bisa membalas dendam pada Mordekhai yang telah menghinanya dengan merencanakan pembunuhan massal. Namun, Haman sejatinya hanyalah alat yang dipakai oleh si jahat.

Ahasyweros mengira dia sedang mencari ratu dengan mengumpulkan seluruh gadis muda yang cantik (Ester 2:3) di seluruh kerajaannya. Dia tidak tahu bahwa dia sedang dipakai Allah untuk mengalahkan si jahat. Uniknya, dari banyaknya gadis di seluruh wilayah, sang raja malah memilih seorang anak yatim-piatu Yahudi yang tinggal di ujung jalan.

Kitab Ester adalah narasi yang halus sekaligus ironis dari Tuhan di mana Dia memilih apa yang lemah bagi dunia untuk mempermalukan yang kuat (1 Korintus 1:27), melawan kuasa-kuasa gelap (Efesus 6:12), dan Dia menunjukkan kehadiran-Nya dalam perjalanan manusia tanpa perlu menyebut diri-Nya sendiri.

Kisah kehidupan Ester menjadi suatu bukti bahwa Tuhanlah yang memegang kendali atas apa yang terjadi dalam hidup kita. Kisah Ester dapat menjadi pegangan dalam hidup kita bahwa tidak terselami cara Allah bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Mungkin saat ini kita merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerja kita, atau lingkungan persahabatan kita, bahkan di keluarga kita sendiri. Namun, marilah kita tetap percaya dan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Percaya bahwa Tuhan pasti bekerja untuk memberikan hal baik dalam hidup kita dan bahkan Tuhan bisa memakai kita untuk menjadi berkat bagi sesama kita di mana pun kita berada sama seperti Ester.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Bagikan Konten Ini
9 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *