3 Tanda Aku Menggunakan Ponsel dengan Berlebihan

3-tanda-aku-menggunakan-ponsel-dengan-berlebihan

Oleh Olivia Ow, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: 3 Signs of My Handphone Addiction

Nomophobia (no-mobile-phobia): Rasa takut akan kehilangan kontak dengan ponsel.

Mungkin inilah yang aku alami. Aku suka menonton video-video Youtube dan konten-konten media sosial di ponselku, dan aku bisa menghabiskan semalam penuh dan semua waktu luangku hanya bersama ponselku itu.

Aku sangat sering menggunakan ponsel (juga untuk bekerja). Begitu seringnya sampai-sampai aku merasa amat panik ketika aku tidak dapat menemukan ponselku yang sedang dalam mode “silent”. Jari kakiku juga turut menjadi korban ketika aku tidak sengaja tersandung saat sedang terburu-buru mencari charger untuk ponselku yang baterainya sedang sekarat.

Namun, selain kedua hal di atas, ada 3 tanda lain yang muncul dalam hidupku sebagai akibat dari penggunaan ponsel yang berlebihan.

1. Aku jadi suka membandingkan

Kamu mungkin bisa memahaminya kalau kamu sering menggunakan media sosial. Ketika mengecek konten-konten di media sosial dan menemukan barang-barang bagus terbaru yang dimiliki oleh teman-teman kita, sebuah pikiran ini mungkin melintas di benak kita: “Wow, dia punya banyak sepatu bagus. Kalau saja aku lebih kaya, aku yakin aku bisa mendapatkan yang lebih bagus dari dia.” Ini menunjukkan ketidakpuasan dalam hati kita. Dan itu bahkan bisa membuat kita rela tidak makan agar kita dapat menabung untuk membeli barang-barang yang kita inginkan, sehingga kita bisa memamerkannya kepada orang lain.

Namun sikap membanding-bandingkan ini dapat membuat kita menjadi iri hati. Kita mungkin juga mengalami kepahitan atau mengasihani diri sendiri. Amsal 14:30 berkata: “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.” Berhentilah membanding-bandingkan dan ingatlah bahwa nilai diri kita tidaklah ditentukan oleh apa yang kita pakai atau apa yang kita miliki (atau yang tidak kita miliki). Kita berharga di mata Tuhan sebagaimana adanya diri kita.

2. Aku membuang-buang waktu

Waktu itu berharga, kita semua tahu itu. Tapi kalau boleh jujur: kita menghabiskan begitu banyak waktu bersama ponsel kita. Setiap 30 detik, kita mengecek akun media sosial kita untuk melihat apakah ada update baru. Seringkali, aku tergoda untuk browsing internet di ponselku daripada menyediakan waktu bersama Tuhan. Sejujurnya, aku menikmati mencari berita-berita tentang orang-orang yang tak pernah kutemui seumur hidupku atau menonton video atau iklan yang tidak memberikanku apa-apa—dan aku tahu aku bukanlah satu-satunya orang yang melakukan ini semua.

Namun Alkitab mengingatkan kita untuk memperhatikan dengan saksama bagaimana kita hidup, dan menggunakan waktu yang ada sebaik-baiknya, karena hari-hari ini adalah jahat (Efesus 5:15-16). Marilah gunakan waktu kita yang berharga untuk sesuatu yang bernilai lebih besar. Ada sebuah kalimat terkenal dari C. T. Studd yang mengingatkanku, “Kita hanya hidup satu kali, dan itu akan segera berlalu; hanya apa yang kita lakukan bagi Kristus yang akan bertahan selamanya.” Aku tidak tahu sampai kapan aku hidup, dan aku sadar bahwa hidupku adalah milik Yesus. Sejak saat itu aku memutuskan, daripada terus-menerus browsing internet di ponselku, aku akan menyisihkan waktu untuk berdoa bagi para anggota kelompok kecilku.

3. Aku menjauh dari komunitas

Ada beberapa Youtubers yang aku ikuti, sampai ke titik di mana aku merasa seperti mengenal mereka dengan dekat. Aku menjadi bahagia ketika mereka bahagia, seperti saat mereka mengumumkan bahwa mereka akan menikah. Sebaliknya, aku juga merasa sedih saat mereka merasa sedih.

Mudah bagi kita untuk masuk ke dunia media sosial dan berhenti berinteraksi dengan orang-orang secara langsung karena kita pikir kita cukup berinteraksi di dunia maya. Mudah bagi kita untuk kehilangan keinginan untuk bertemu orang-orang secara langsung, karena kita lebih suka melihat mereka di dunia maya. Bagaimanapun, aku tidak harus berhadapan dengan konflik antar-individu jika aku tidak terhubung langsung dengan mereka, kan?

Namun, berdasarkan pengamatanku akan diriku sendiri dan orang lain, aku menemukan bahwa salah satu keburukan dari menggunakan ponsel dengan berlebihan adalah berkurangnya kemampuan kita untuk berelasi dengan orang lain secara sehat. Kita menjadi kesulitan dalam bercakap-cakap. Kita jadi kurang bisa memberikan perhatian yang panjang, dan kita juga cenderung kurang mampu mendengarkan orang lain dan memberikan tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan mereka.

Seorang teman pernah mengeluh kepadaku karena dia begitu sulit memimpin sebuah acara di persekutuan pemuda gerejaku karena para pemuda itu sibuk mengecek ponsel mereka dan tidak memperhatikan instruksi yang diberikan. Dan ketika tiba waktunya untuk masuk ke dalam kelompok kecil untuk berdiskusi, mereka tidak mengikuti karena mereka masih terpaku dengan ponsel mereka dan tidak memperhatikan. Bukankah itu menyedihkan?

Hidup ini dimaksudkan untuk kita hidupi, bukan untuk kita tonton. Jadi marilah hidupi hidup kita daripada menonton kehidupan orang lain.

Baca Juga:

Ketika Tuhan Mengajarku Melalui Anakku yang Cacat Mental

Sharon Putri. Dia adalah anak bungsu dari tiga orang bersaudara yang sangat aku kasihi. Tidak pernah terlintas di benakku bahwa Sharon ternyata mengidap kelainan mental. Tapi, darinyalah aku belajar bagaimana seharusnya aku mengasihi dengan tulus.

Tidak Ada yang Sia-Sia

Senin, 12 Juni 2017

Tidak Ada yang Sia-Sia

Baca: 1 Korintus 15:42-58

15:42 Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan.

15:43 Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan.

15:44 Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah.

15:45 Seperti ada tertulis: “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup”, tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan.

15:46 Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah.

15:47 Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga.

15:48 Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia yang berasal dari sorga.

15:49 Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi.

15:50 Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa.

15:51 Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah,

15:52 dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.

15:53 Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati.

15:54 Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: “Maut telah ditelan dalam kemenangan.

15:55 Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?”

15:56 Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.

15:57 Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

15:58 Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia. —1 Korintus 15:58

Tidak Ada yang Sia-Sia

Sudah tiga tahun saya bergumul dengan perasaan putus asa dan depresi karena penyakit kronis yang membatasi gerak-gerik saya. Saya pun mencurahkan isi hati saya kepada seorang teman, “Tubuhku sangat rapuh, dan aku merasa tidak lagi punya sesuatu yang berharga untuk kuberikan kepada Allah atau kepada siapa pun.” Ia pun meletakkan tangannya di atas tangan saya. “Apakah maksudmu tak ada gunanya aku menyapamu dengan senyuman dan mendengarkanmu? Apakah maksudmu tidak ada gunanya aku mendoakanmu dan mencoba untuk menghiburmu?”

Saya pun tertunduk malu. “Tentu saja bukan itu maksudku.”

Sambil mengerutkan kening, ia kembali berkata, “Lalu kenapa kamu mengucapkan semua kebohongan itu pada dirimu sendiri? Kamu sendiri sudah melakukan semua itu bagiku dan juga bagi orang lain.”

Saya bersyukur kepada Allah karena telah mengingatkan saya bahwa apa pun yang kita lakukan untuk-Nya, tidak ada satu pun yang sia-sia.

Di 1 Korintus 15, Paulus meyakinkan kita bahwa tubuh kita yang sekarang lemah ini kelak akan “dibangkitkan dalam kekuatan” (ay.43). Karena Allah berjanji bahwa kita akan dibangkitkan bersama Kristus, kita dapat mempercayai bahwa Dia akan memakai setiap persembahan dan hal kecil yang kita lakukan bagi-Nya untuk memberikan pengaruh dalam Kerajaan Allah (ay.58).

Meski terbatas secara jasmani, setiap senyuman, dorongan, doa, atau ungkapan iman yang kita nyatakan di tengah pergumulan dapat dipakai Allah untuk memberkati sesama anggota tubuh Kristus yang beraneka ragam dan saling membutuhkan. Dalam pelayanan kepada Tuhan, tidak ada karya atau kasih kita yang sia-sia. —Xochitl Dixon

Yesus, terima kasih Engkau menghargai kami dan mau memakai kami untuk membangun sesama.

Lakukan yang terbaik dengan apa yang kamu punya, lalu serahkanlah hasilnya kepada Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 3-5 dan Yohanes 20