Dikecewakan Sahabat

Dengan sikap para sahabat yang dimilikinya, Ayub tak lagi membutuhkan musuh. Ketiga sahabatnya yang seharusnya menghibur, sama sekali tidak meringankan penderitaan Ayub. Bukannya bersimpati, mereka malah melemparkan tuduhan yang memperberat penderitaannya.

Namun, Ayub berhasil keluar dari penderitaan dan kebingungan itu dengan penuh kemenangan. Satu langkah penting yang dilakukannya untuk mencapai kemenangan adalah kerelaannya mendoakan para sahabat yang telah mengecam dan menyalahkannya. Allah mendengarkan doanya, dan Ayub pun bahagia melihat sahabat-sahabatnya berbalik kepada Allah untuk memperoleh pengampunan (Ayb. 42:7-10).

Yesus juga mendoakan sahabat-sahabat-Nya (Yoh. 17:6-19), meski mereka sering mengecewakan-Nya. Menjelang derita salib yang akan dijalani-Nya, Yesus mendoakan Petrus meski Dia tahu bahwa tidak lama lagi Petrus akan menyangkal-Nya (Luk. 22:31-34).

Yesus juga berdoa bagi Anda dan saya (Yoh. 17:20-26). Pelayanan doa-Nya, yang dimulai sebelum kematian dan kebangkitan-Nya, masih terus berlanjut sampai hari ini. Meski kadang-kadang kita bersikap lebih seperti musuh daripada sebagai sahabat-Nya, Yesus tetap menjadi Pengantara kita di hadapan Bapa-Nya (Rm. 8:34; Ibr. 7:25).

Sesuai teladan Kristus, kita pun harus mendoakan para sahabat dan kenalan kita, bahkan ketika mereka menyakiti hati kita. Adakah seseorang yang dapat Anda doakan hari ini? — Haddon Robinson

Mari kita doakan saudara-saudara seiman kita di sini. Atau kamu ingin didoakan? Silakan bagikan pokok doamu di sini.

“Oh, Kasihan!”

Selasa, 18 Oktober 2011

Baca: Efesus 5:1-10

Tuhan itu pengasih dan penyayang. —Mazmur 145:8

Saya mempunyai seorang teman yang pada suatu petang sedang menyelesaikan beberapa pekerjaan penting di ruang kerja rumahnya. Putrinya, yang kira-kira berumur empat tahun saat itu, sedang bermain-main di dekat meja kerjanya, asyik sendiri, memindahkan barang ke sana kemari, menarik keluar laci-laci, dan membuat banyak sekali kegaduhan.

Teman saya dengan sangat sabar menahan diri terhadap semua gangguan itu sampai saat putri kecilnya menjerit kesakitan karena membanting sebuah laci yang menyebabkan salah satu jarinya terjepit. Dengan kesalnya, teman saya berteriak, “Cukup!” Ia mengantar putrinya itu keluar dari ruang kerjanya, lalu menutup pintu.

Beberapa waktu kemudian, sang ibu melihat putri kecilnya sedang menangis di kamar tidurnya, dan ia berusaha menghiburnya. “Apakah jarimu masih sakit?” tanya ibunya. “Tidak,” isak putri kecil itu. “Lalu, mengapa kau menangis?” tanya ibunya. “Karena,” ia merengek, “ketika jariku terjepit, Papa tidak berkata, ‘Oh, kasihan!’”

Terkadang hanya itu yang kita perlukan, bukan? Kita perlu seseorang yang peduli dan yang akan menanggapi dengan kebaikan dan belas kasihan. Kita punya Seseorang bernama Yesus yang menunjukkan kebaikan dan belas kasihan itu kepada kita.

Yesus mengasihi kita, memahami penderitaan kita, dan menyerahkan diri-Nya sendiri untuk kita (Ef. 5:2). Tugas kita sekarang adalah “hidup dalam kasih” dan meneladani-Nya. —DHR

Mengenal Allah—sungguh suatu penghiburan,
Yang datang dari kepedulian-Nya yang kekal;
Kasih dari Allah—sungguh sukacita bagi kita,
Menerima belas kasihan-Nya yang tiada tara. —Branon

Bisikan penghiburan dari Allah sanggup meredakan gemuruh pencobaan yang kita alami.