Posts

Penjaga Jiwa

Oleh Olive Bendon, Jakarta

Khina melihatnya lebih dulu. Tepat ketika kakinya dan Erik menjejak di lantai empat, Rino tampak berdiri beberapa langkah di depan mereka. Kepalanya ditutup dengan kupluk abu-abu. Seutas tali rafiah yang ujungnya membentuk simpul digenggam dengan kedua tangannya, melingkar di lehernya. Satu ujung yang lain terikat pada tiang balkon. Sekali lompat… selesai. Rino yang tak menyangka kemunculan Khina dan Erik, menghentikan usahanya sejenak namun tangannya terkepal kuat-kuat menggenggam ujung tali di lehernya itu. Khina melirik Erik.

“Rik, buruan cari guru!” Suara Khina mendadak parau, napasnya memburu. Erik balik badan, bergegas turun. Khina mencoba berpikir cepat, kata-kata apa yang hendak dikeluarkannya untuk menenangkan Rino agar tak gegabah bertindak. Di hatinya, Khina terus merapalkan doa. Ia minta Roh Kudus yang tuntun setiap kata yang meluncur dari mulutnya. Dadanya berdebar lebih cepat dan mendadak terasa sesak. Air matanya mengalir tanpa bisa ditahannya.

“Rino, hidup kamu terlalu berharga untuk kamu selesaikan dengan cara begini.”

“Gak ada yang peduli sama aku, Khina…” suara Rino tercekat di tenggorokan. Ia buru-buru melempar pandangannya ketika bersirobok dengan mata Khina. Ada sesuatu di mata itu yang membuatnya kembali tunduk menyembunyikan wajahnya yang pias.

“Tuhan Yesus sayang kamu, Rino. Kami semua sayang sama kamu. Aku dan Erik mencari kamu karena sayang sama kamu.”

“Hitam. Pendek dan… kata-kata itu… yang selalu dilontarkan teman-teman untuk mengolok-olok kondisi fisikku. Itu menyakitkan, Khina. Selama ini aku berusaha meredam emosiku. Segala sesuatu ada batasnya kan, Khin? Aku… Aku… gak kuat… arrghhh…” Suara Rino tenggelam oleh tangisnya yang pecah.

“Rino, percayalah…” Khina bergeming beberapa detik. Di ingatannya muncul Roma 8:18, firman yang dibacanya beberapa hari kemarin. Pelan, kakinya mendekat dua langkah, “… Semua penderitaan yang kita alami sekarang, tidak dapat dibandingkan sama sekali dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Khina tak berkedip memerhatikan tangan Rino yang perlahan melonggarkan ikatan tali rafiah di lehernya. Rino sesenggukan. Bahunya naik turun setiap kali air matanya jatuh. Di waktu yang bersamaan, Erik yang muncul dengan beberapa orang guru, mendekati dan merangkul Rino menjauh dari tali yang nyaris membuatnya kehilangan seorang kawan. “Hidupmu berharga, bro.”

***

Beberapa hari sebelum kejadian di lantai empat itu, Khina merasa gagal mengerjakan tugasnya menjangkau jiwa-jiwa baru untuk diajak bergabung ke kelompok selnya. Padahal, tiap doa Khina telah sungguh-sungguh meminta Tuhan kirimkan jiwa. Ia juga telah melakukan promosi di tiap ibadah. Bukannya bertambah, malahan beberapa kawan komselnya tak bisa hadir di kegiatan mingguan mereka. Itu membuatnya sedih.

Rasa tak nyaman yang mengusik hati Khina dan Erik ketika menyadari Rino tak ada di kelas saat mereka hendak ulangan, adalah pekerjaan Roh Kudus. Bisa saja mereka mengabaikan rasa itu dan terus tinggal di dalam kelas hingga pelajaran selesai. Namun, ketidaknyamanan itu membuat mereka berinisiatif mencari Rino ke balkon lantai empat.

Lalu Tuhan menyuruh aku menyampaikan pesan-Nya kepada tulang-tulang yang kering itu, “Aku Tuhan Yang Mahatinggi meniupkan napas ke dalam dirimu supaya kamu hidup kembali. Kutaruh urat dan daging padamu serta Kubalut kamu dengan kulit. Kamu akan Kuberi napas sehingga hidup. Maka tahulah kamu bahwa Akulah Tuhan.” (Yehezkiel 37:4-6 BIMK).

Kadang, kegelisahan adalah cara Tuhan mau pakai kita. Kejadian di sekolah siang itu menjadi pengalaman spiritual yang sangat berharga bagi Khina. Karena lewat kejadian itu, Tuhan mengajarkannya tak sekadar meminta jiwa. Tapi, bagaimana menanggapi kegelisahan yang Tuhan taruh di hatinya untuk menjadi penjaga jiwa dan menyelamatkan jiwa rapuh yang Tuhan sudah berikan dan tempatkan di dekatnya.

Pernahkah kamu gelisah, jenuh, bahkan menjadi tak sabaran mengerjakan sesuatu yang hasilnya tak jua tampak dan rasanya jauh dari harapan?

Setiap orang Kristen memiliki panggilan untuk mengerjakan tugas mulia yaitu, Amanat Agung (Matius 28:19-20). Sebuah tugas yang bukan sekadar menjangkau jiwa baru. Tetapi, bagaimana melatih diri sendiri menjadi murid yang mau buka hati, mau taat, mau dibentuk karakternya lewat masalah yang Tuhan izinkan terjadi di hidup kita; sebelum kita menyaksikan pekerjaan Tuhan di hidup kita kepada orang lain. Masalah akan terus datang! Berterima kasihlah pada masalahmu, sabar dan setialah berproses. Tuhan sudah menyiapkan master plan untuk hidup kita sampai kekekalan.

Yuk! Latih kuping rohani agar peka dengan suara Tuhan dengan tekun membaca firman. Karena cara pandang dan pikiran Tuhan, berbeda dengan manusia. Mari sama-sama belajar dari pengalaman spiritual Khina.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Realitas yang Tidak Kelihatan

Rabu, 10 Juli 2019

Realitas yang Tidak Kelihatan

Baca: 2 Raja-Raja 6:8-17

6:8 Raja negeri Aram sedang berperang melawan Israel. Ia berunding dengan pegawai-pegawainya, lalu katanya: “Ke tempat ini dan itu haruslah kamu turun menghadang.”

6:9 Tetapi abdi Allah menyuruh orang kepada raja Israel mengatakan: “Awas, jangan lewat dari tempat itu, sebab orang Aram sudah turun menghadang ke sana.”

6:10 Sebab itu raja Israel menyuruh orang-orang ke tempat yang disebutkan abdi Allah kepadanya. Demikianlah Elisa memperingatkan kepadanya, supaya berawas-awas di sana, bukan sekali dua kali saja.

6:11 Lalu mengamuklah hati raja Aram tentang hal itu, maka dipanggilnyalah pegawai-pegawainya, katanya kepada mereka: “Tidakkah dapat kamu memberitahukan kepadaku siapa dari kita memihak kepada raja Israel?”

6:12 Tetapi berkatalah salah seorang pegawainya: “Tidak tuanku raja, melainkan Elisa, nabi yang di Israel, dialah yang memberitahukan kepada raja Israel tentang perkataan yang diucapkan oleh tuanku di kamar tidurmu.”

6:13 Berkatalah raja: “Pergilah melihat, di mana dia, supaya aku menyuruh orang menangkap dia.” Lalu diberitahukanlah kepadanya: “Dia ada di Dotan.”

6:14 Maka dikirimnyalah ke sana kuda serta kereta dan tentara yang besar. Sampailah mereka pada waktu malam, lalu mengepung kota itu.

6:15 Ketika pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah bujangnya itu kepadanya: “Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?”

6:16 Jawabnya: “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.”

6:17 Lalu berdoalah Elisa: “Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa.

Berdoalah Elisa: “Ya Tuhan: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” —2 Raja-Raja 6:17

Realitas yang Tidak Kelihatan

Stephen Cass, editor di majalah Discover, bertekad menginvestigasi hal-hal tidak kelihatan yang menjadi bagian kehidupannya sehari-hari. Saat berjalan menuju kantornya di kota New York, ia berpikir, “Seandainya aku bisa melihat gelombang radio, maka puncak gedung Empire State (yang menjadi tempat dari banyak antena radio dan TV) akan bercahaya terang benderang bagaikan nyala sinar yang berwarna-warni dan menerangi seluruh kota.” Ia menyadari dirinya dikelilingi gelombang elektromagnetik yang tidak kasatmata dari sinyal radio dan TV, Wi-Fi, dan lain-lain.

Suatu pagi, bujang atau pelayan Nabi Elisa belajar tentang realitas lain yang juga tidak kelihatan, yakni dunia spiritual yang tidak kasatmata. Ia bangun pagi itu dan mendapati diri serta majikannya sudah dikelilingi oleh pasukan bangsa Aram. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah lautan tentara yang duduk di atas kuda dan kereta perang (2Raj. 6:15)! Pelayan itu merasa takut, tetapi Elisa tetap percaya diri karena ia melihat bala tentara malaikat yang mengelilingi mereka. Ia berkata, “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka” (ay.16). Lalu, Elisa meminta Tuhan membuka mata sang pelayan agar juga bisa melihat bahwa Tuhan telah mengelilingi musuh mereka dan Dialah yang memegang kendali (ay.17).

Apakah kamu merasa kepayahan dan tak berdaya? Ingat bahwa Allah tetap memegang kendali dan berperang bagimu. Dia “menyuruh malaikat-Nya menjagai engkau, untuk melindungi engkau ke mana saja engkau pergi” (Mzm. 91:11 bis). —Poh Fang Chia

WAWASAN
Dalam Perjanjian Lama, Aram (2 Raja-raja 6:8) adalah wilayah yang sekarang dikenal sebagai Siria. Ibukotanya, yaitu Damsyik, adalah salah satu kota besar pada zaman kuno dan tetap terkemuka sampai masa Perjanjian Lama. Damsyik merupakan kota tujuan Saul dari Tarsus dalam misinya untuk menganiaya para pengikut Yesus (Kisah Para Rasul 9). —Bill Crowder

Bagaimana kamu bisa belajar mempercayai pertolongan supernatural dari Allah? Bagaimana kepercayaan itu akan mengubah caramu menghadapi kesulitan?

Janganlah takut, Allah selalu menyertai dan berada di pihak kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 41-42; Kisah Para Rasul 16:22-40

Handlettering oleh Febronia