Posts

Tiga Hal yang Kerap Terlupakan Tentang Kasih

Oleh: Elisabeth Ch.

3-Things-I-Forget-About-Love

Love is a Verb”, kata John Mayer dalam lagunya, dan Gary Chapman dalam bukunya. Sebuah film tahun 2014 juga mengangkat judul yang sama. Pada dasarnya ungkapan ini memberitahu kita bahwa kasih sejati seharusnya ditunjukkan dalam tindakan nyata, bukan teori semata. Aku sepenuhnya setuju, karena Alkitab sendiri berkata, “Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran (1 Yohanes 3:18). Hukum yang terutama dalam Alkitab juga menegaskan bahwa “kasih” itu melibatkan keseluruhan hidup kita: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu … dan… kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:37-39).

Namun, kadang-kadang aku merasa “menunjukkan kasih” kepada orang lain itu melelahkan dan sia-sia. Belum tentu “tindakan kasih” kita dihargai atau membawa dampak yang kita harapkan. Adakalanya juga aku merasa seperti orang munafik ketika kelihatannya ikut membantu sesama karena situasi tertentu, padahal sebenarnya aku tidak terlalu memikirkan tentang mereka. Mungkin kamu juga pernah merasakan hal yang sama.

Tanpa tindakan nyata, segala pembicaraan tentang kasih menjadi omong kosong belaka. Namun, tindakan yang didasari oleh alasan-alasan yang keliru juga sama buruknya. Rasul Paulus menulis dalam 1 Korintus 13:3, “Sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku”. Sangat mungkin orang berbuat baik tanpa didasari kasih.

Kasih lebih dari sekadar tindakan, lebih dari sekadar keinginan-keinginan berbuat baik yang hanya bertahan sebentar. Alkitab mengajarkan banyak hal tentang kasih ilahi, kasih yang sejati. Berikut ini tiga hal yang kupikir penting untuk selalu diingat:

1. Kasih berasal dari Allah.
Alkitab berkata, “Kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah” (1 Yohanes 4:7). “Allah adalah kasih” (1 Yohanes 4:16). Kasih kepada Allah dan sesama adalah buah Roh yang dihasilkan ketika kita memberi diri dipimpin oleh-Nya (Galatia 5:22).

2. Kasih adalah alasan yang menggerakkan kita bertindak.
Kita membaca bahwa: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, …” (Yohanes 3:16). Kasih menggerakkan Allah untuk mengaruniakan Anak-Nya, dengan tujuan “…supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. Tindakan Allah didasarkan pada kasih-Nya yang tidak berubah dan kekal. Kasih Allah adalah alasan kita untuk berbuat baik kepada orang lain, mengasihi mereka supaya mereka juga dapat mengenal Allah dan memiliki hidup yang berkelimpahan di dalam Dia. Alasan lainnya akan membuat kita mengasihi ala kadarnya atau pada waktu-waktu tertentu saja.

3. Kasih mengalir dari sukacita mengenal Allah dan menaati Dia.
Mustahil menjadi orang yang penuh kasih di luar Allah, karena kasih bersumber dari Allah. Ketika kita tidak memiliki sukacita bersekutu dengan Allah, bagaimana mungkin kita memiliki kasih-Nya? Tuhan kita, Yesus Kristus tekun memikul salib, mengarahkan pandangan-Nya pada “sukacita yang disediakan bagi Dia”, sukacita menyelesaikan tugas yang diberikan Bapa-Nya (Ibrani 12:2). Tindakan kasih-Nya mengalir dari sukacita mengetahui bahwa Bapa-Nya berkenan terhadap tindakan-Nya itu! Betapa perlu kita memandang teladan Yesus ketika kasih kita menjadi lemah dan kebaikan yang kita tunjukkan terasa sia-sia (Ibrani 12:3).

Aku tahu aku masih perlu banyak bertumbuh dalam kasih. Sebab itu, aku berdoa agar Allah mengaruniakanku sukacita untuk terus tinggal di dalam Dia, Sumber Kasih yang sejati, untuk menikmati persekutuan dengan-Nya sebagai harta terbesar dalam hidup. Hanya dengan demikian kasih sejati dapat mengalir di dalam dan melalui hidupku kepada orang lain, entah itu kepada keluarga, sahabat, rekan kerja, atau setiap orang yang Allah izinkan hadir dalam perjalananku. Kiranya ini menjadi doamu juga.

Lima Hal yang Menunjukkan Ia Calon (Istri) yang Tepat

Oleh: Alex Tee
(artikel asli dalam Bahasa Inggris: 5 Ways To Know She Is The One To Marry)

5-ways-to-know-she's-the-one-to-marry-2

Kamu yakin ia adalah calon istri yang tepat?”

Pertanyaan semacam ini sangat sering kuterima saat sedang berpacaran. Sejujurnya​​, tanggapan pertama yang muncul di pikiranku adalah, “Aku nggak tahu“, karena rasanya terlalu lancang jika aku mengaku-ngaku lebih tahu dari Tuhan siapa pasangan yang tepat bagiku. Tetapi, tidak berarti aku kemudian sembarangan saja menjalin hubungan. Setidaknya lima hal berikut telah menolongku untuk memiliki kemantapan hati dengan pasanganku.

1. Ia tidak mendorongku berubah menjadi sosok yang ia inginkan, tetapi yang Tuhan inginkan.
Aku tidak akan pernah bisa menjadi seperti aktor Korea favoritnya, Lee Min Ho. Aku pun tidak sekaya atau sepintar teman-temannya. Namun, ia tidak pernah membanding-bandingkan aku dengan mereka. Sebaliknya, dengan lembut ia selalu mengingatkan aku untuk menjadi seorang pria yang Tuhan kehendaki. Sebagai pelayan Tuhan penuh waktu, sering kali aku ingin berhenti dan mencari pekerjaan yang lebih bergengsi. Tetapi, ia selalu mengingatkan aku bahwa bukanlah suatu kebetulan aku terlibat dalam pelayanan penuh waktu untuk kaum muda. Sungguh adalah suatu berkat yang luar biasa jika pekerjaan itu dipercayakan kepadaku meskipun aku bukan orang yang paling cerdas dan pintar bicara menurut ukuran dunia. Butuh kerendahan hati yang besar dari sisiku untuk menerima kata-kata itu. Tetapi, butuh keberanian yang lebih besar dari sisinya untuk bisa mengutarakannya dan mendorong aku menjadi orang yang tekun mengikuti kehendak Tuhan.

2. Ia mendengarkan Tuhan.
Ketika Tuhan berbicara, kita harus berusaha mendengarkan-Nya sebaik mungkin. Ketika dua orang sedang marah, apa pun yang dikatakan oleh salah satu pihak sering kali tidak didengarkan dengan baik, karena tiap pihak hanya memikirkan hak dan kepentingannya sendiri. Tetapi, ketika fokus kita terarah kepada Tuhan, kita tahu bahwa firman-Nya lebih penting daripada hak-hak kita; firman-Nya akan mengarahkan perasaan dan perkataan kita untuk memberi respons yang tepat. Setiap kali aku merasa tidak dapat berkomunikasi dengan pasanganku, Tuhan tidak pernah gagal untuk berbicara kepadanya melalui firman-Nya, dan memampukannya memberi tanggapan yang tepat, bahkan ketika kami sedang bertengkar hebat.

3. Ia terbuka dan jujur ​dalam membagikan pemikirannya.
Salah satu “aturan” pertama yang kami tetapkan pada awal hubungan kami adalah untuk selalu terbuka dan jujur terhadap satu sama lain​​. Aku pun takjub menyadari betapa nyamannya kami bisa saling berbagi segala sesuatu tentang hidup, mulai dari acara-acara yang kami ikuti hingga hal-hal yang telah melukai hati. Bayangkan jika kita harus menyembunyikan semua pemikiran dan rahasia terdalam kita dari orang yang seumur hidup akan mendampingi kita. Sangat tidak nyaman bukan? Sangat penting kita bisa saling terbuka dengan pasangan kita—tahu bahwa ketika kamu jujur kepadanya, kamu tidak akan dihakimi atau ditertawakan, sebaliknya kamu akan dimaafkan dan dihiburkan.

4. Ia ikut aktif memelihara hubungan kami, tidak sekadar mengikuti atau hanya menerima semua yang aku katakan dan lakukan.
Butuh dua tangan untuk bertepuk tangan. Butuh dua pihak yang sama-sama aktif untuk memelihara sebuah hubungan. Pasanganmu tidak bisa menjadi seorang yang hanya mengiyakan segalanya, tetapi harus menjadi seorang yang bisa ikut bertukar pikiran denganmu. Aku bersyukur bahwa dalam hubungan kami, pasanganku tidak mengizinkan aku menjadi seorang yang angkuh. Ia juga tidak berperilaku seperti seorang putri yang tidak bisa menerima kata “tidak”. Aku bersyukur ia sering kali mempertanyakan keputusan-keputusanku, mencoba memahami cara berpikirku, serta membantu mempertajam pemikiranku, agar pada kali berikutnya, aku dapat membuat keputusan yang lebih baik.

5. Ia suka (atau belajar menyukai) apa yang kusukai.
Menjalin sebuah hubungan tidak berarti harus mengakhiri semua hobi dan kegemaran pribadi kita. Tidak juga berarti kamu harus menemukan seseorang yang semua kesukaannya sama persis denganmu. Pada dasarnya aku menyukai olahraga (salah satu olahraga favoritku adalah basket), sementara pasanganku justru takut terhadap bola karena trauma buruk di masa kecil. Perbedaan ini tidak membuatku harus berhenti bermain basket. Pasanganku selama ini sangat mendukung; terkadang ia juga ikut bermain untuk belajar menikmati apa yang aku nikmati.

Alkitab berbicara tentang bagaimana “seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya” (Kejadian 2:24). Prinsip yang dibicarakan di sini adalah pergi dan meninggalkan hal yang lama untuk memulai sesuatu yang baru bersama orang yang kita kasihi. Jika kamu merasa tidak mampu meninggalkan kebiasaan lama atau kecenderungan pribadimu, menyerahkan “ruang pribadimu” untuk belajar menyukai apa yang disukainya, serta membuka seluruh isi hatimu kepadanya, mungkin kamu sebenarnya hanya ingin berteman saja, tidak ingin menjadikannya pasangan hidupmu.

Apakah ini terdengar seperti usaha yang mustahil dan sulit? Jangan berkecil hati! Perjalanan “pergi dan meninggalkan hal yang lama untuk memulai sesuatu yang baru” ini pada praktiknya sangat menyenangkan, lebih daripada apa yang dapat kamu bayangkan.

 
 
Baca juga artikel oleh Tracy tentang Lima Hal yang Menunjukkan Ia Calon (Suami) yang Tepat.

Menguak Misteri Masa Depan

Oleh: Yuliani Trifosa

misteri-masa-depan

Siapa yang tidak ingin tahu tentang masa depan? Jika saja kita punya informasi lebih dulu tentang apa yang akan terjadi, bukankah kita dapat mempersiapkan diri lebih baik dan bersikap lebih arif?

Sebab itu, wajar saja kalau banyak orang senang dengan yang namanya ramalan. Termasuk aku dan keluargaku yang adalah keturunan Tionghoa. Menurut astrologi Tionghoa, karakter dan nasib seseorang itu ditentukan oleh yang namanya shio (sama seperti zodiak dalam astrologi Yunani). Shio dihitung menurut kalender bulan dan dilambangkan dengan 12 hewan. Setiap kali hari raya Imlek (Tahun Baru China) menjelang, selalu ada saja kerabat yang memberi kami buku tentang shio, atau yang meramalkan hal-hal di tahun mendatang berdasarkan shio.

Setiap kali ramalan shio dibacakan, aku dan semua anggota keluargaku pasti sangat antusias mendengarkan. Kami bersemangat ingin tahu tentang masa depan yang masih merupakan misteri bagi kami.

Namun, seiring dengan bertumbuhnya pengenalanku akan Tuhan, aku mulai berpikir bahwa kebiasaan ini bukanlah sesuatu yang benar. Memercayai ramalan shio berarti kita menggantungkan hidup kita pada perhitungan yang dibuat oleh manusia. Padahal, bukankah masa depan kita ada di tangan Tuhan, Sang Pencipta dan Pemilik hidup kita? Kegelisahan kita akan masa depan mungkin sekali mencerminkan keraguan kita akan pengaturan Tuhan. Apakah pengaturan-Nya cukup baik untukku? Bila kurang baik, apa yang bisa aku lakukan untuk memperbaikinya? Sebuah cara pikir yang berpusat pada diri kita sendiri dan mengecilkan wewenang Sang Pencipta semesta.

Sejak saat itu, aku bertekad melepaskan keterikatanku dengan ramalan, dan belajar memercayakan masa depanku ke dalam tangan Tuhan. Aku yakin Sang Pencipta tak pernah merancangkan sesuatu yang buruk. Segala sesuatu yang diperkenankan-Nya terjadi dapat dipakai-Nya untuk kebaikanku, menempaku makin kuat, membentukku makin indah dan sesuai dengan rencana-Nya.

Alkitab berkata: “Aku ini [TUHAN] mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11)

Kita hanya bisa melihat sebatas mata dan pikiran kita. Tetapi, Tuhan tahu segalanya. Dan, sekalipun Dia tidak memberikan detail peristiwa yang akan kita alami hari demi hari, Dia memberikan gambaran masa depan yang pasti dihadapi semua orang di dunia ini (baca Wahyu 20:11-15; 21:1-8). Daripada sibuk mencari tahu perhitungan manusia yang serba tak pasti, bukankah lebih baik kita mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang menurut Tuhan pasti akan terjadi?