Tertanam Dalam Allah

Jumat, 17 Juni 2022

Baca: Yeremia 17:5-8

17:5 Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!

17:6 Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.

17:7 Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!

17:8 Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.

Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air. —Yeremia 17:8

“Angin mempermainkan bunga-bunga lilac.” Dengan kalimat pembuka dari puisi tentang musim semi berjudul May itu, penyair Sara Teasdale menggambarkan semak-semak lilac yang bergoyang ditiup angin. Namun, sebenarnya Teasdale sedang meratapi cintanya yang telah berlalu, sehingga nada puisinya pun berubah muram.

Tanaman lilac di pekarangan rumah kami juga pernah menghadapi tantangan. Setelah tumbuh rimbun dan cantik, lilac-lilac kami ternyata dibabat habis oleh tukang kebun. Saya menangis. Namun, tiga tahun kemudian—setelah semaknya meranggas, berjamur, dan tak kunjung saya siangi—tanaman yang tangguh itu tumbuh kembali. Rupanya, tanaman lilac itu hanya membutuhkan waktu untuk berbunga kembali, dan saya hanya perlu menantikan apa yang tidak dapat saya lihat sebelumnya.

Alkitab bercerita tentang tokoh-tokoh yang menanti dengan iman di tengah kesulitan. Nuh menanti datangnya hujan. Kaleb menunggu empat puluh tahun untuk menetap di Tanah Perjanjian. Ribka menanti dua puluh tahun untuk memiliki anak. Yakub menunggu tujuh tahun untuk menikahi Rahel. Simeon terus menanti-nanti untuk melihat bayi Yesus. Pada akhirnya, kesabaran mereka pun terjawab.

Sebaliknya, siapa pun yang mengandalkan manusia “akan seperti semak bulus di padang belantara” (Yer. 17:6). Penyair Teasdale menutup puisinya dengan murung. “Aku melewati musim dingin,” tulisnya. Namun, “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan,” ujar Yeremia dengan gembira. “Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air” (ay.7-8).

Orang percaya kokoh tertanam di dalam Allah—Dialah yang berjalan bersama kita melewati beragam kesenangan dan kesulitan hidup ini.  —Patricia Raybon

WAWASAN
Selama masa Nabi Yeremia menulis kitabnya (627—586 SM), Yehuda dikelilingi bangsa-bangsa adidaya, seperti Mesir dan Asyur, serta Babel yang masih berkembang. Jadi, Yehuda mencoba untuk bersekutu dengan bangsa-bangsa tersebut untuk melindungi diri sendiri. Namun, Allah ingin umat-Nya mengandalkan Dia untuk kekuatan dan keamanan mereka. Dalam Yeremia 17:5-8, sang nabi menerangkan perbedaan tajam antara mereka yang mencari pertolongan manusia dan mereka yang sepenuhnya percaya kepada Allah. Ia memakai tiga perumpamaan untuk menggambarkan nasib mereka yang berpaling dari Allah: semak bulus di padang belantara, tanah hangus di padang gurun, dan negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Hidup orang-orang itu akan terasa kering, sepi, dan layu. Namun, seperti dinyatakan pemazmur di Mazmur 1:3, mereka yang mengandalkan Allah akan “seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya.” —Alyson Kieda

Tertanam Dalam Allah

Apa saja sifat Allah yang membuat kamu yakin untuk mengandalkan-Nya? Bagaimana cara kamu untuk tertanam semakin dalam pada tanah-Nya yang memberikan keteguhan?

Bapa Surgawi, saat hidupku terasa kering atau diterpa angin kencang, tanamkanlah imanku semakin dalam pada kasih-Mu yang teguh.

Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 7-9; Kisah Para Rasul 3

Bagikan Konten Ini
55 replies
« Older Comments
« Older Comments

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *