Keberhasilan Sejati

Rabu, 30 Desember 2020

Keberhasilan Sejati

Baca: Keluaran 34:1-7

34:1 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Pahatlah dua loh batu sama dengan yang mula-mula, maka Aku akan menulis pada loh itu segala firman yang ada pada loh yang mula-mula, yang telah kaupecahkan.

34:2 Bersiaplah menjelang pagi dan naiklah pada waktu pagi ke atas gunung Sinai; berdirilah di sana menghadap Aku di puncak gunung itu.

34:3 Tetapi janganlah ada seorangpun yang naik bersama-sama dengan engkau dan juga seorangpun tidak boleh kelihatan di seluruh gunung itu, bahkan kambing domba dan lembu sapipun tidak boleh makan rumput di sekitar gunung itu.”

34:4 Lalu Musa memahat dua loh batu sama dengan yang mula-mula; bangunlah ia pagi-pagi dan naiklah ia ke atas gunung Sinai, seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya, dan membawa kedua loh batu itu di tangannya.

34:5 Turunlah TUHAN dalam awan, lalu berdiri di sana dekat Musa serta menyerukan nama TUHAN.

34:6 Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya,

34:7 yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.”

Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya. —Keluaran 34:6

Keberhasilan Sejati

Seorang tokoh yang sedang saya wawancarai telah menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan santun. Meski demikian, saya merasa ada sesuatu yang tidak ia ungkapkan. Komentar sepintas yang saya lontarkan berhasil memancingnya bicara.

“Kamu telah menginspirasi ribuan orang,” kata saya.

“Oh, bukan ribuan,” gumamnya. “Jutaan.”

Sang tamu lalu mengingatkan saya pada segala pencapaiannya—gelar-gelar yang dimilikinya, prestasi-prestasinya, majalah-majalah yang memuat kisah tentang dirinya. Suasana menjadi tidak mengenakkan.

Mengingat pengalaman tersebut, saya dibuat kagum oleh cara Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa di Gunung Sinai (Kel. 34:5-7). Dia Pencipta alam semesta dan Hakim atas umat manusia, tetapi Allah tidak menyebutkan gelar-gelar-Nya itu. Dialah yang membuat 100 milyar galaksi, tetapi Dia tidak memamerkan kehebatan-Nya itu. Sebaliknya, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai “Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (ay.6). Ketika Dia menyatakan diri-Nya, yang Dia tunjukkan bukan gelar atau pencapaian melainkan karakter-Nya.

Ini sangat penting karena manusia diciptakan segambar dengan Allah dan dipanggil untuk meneladani-Nya (Kej. 1:27; Ef. 5:1-2). Meraih prestasi tentu baik, demikian juga dengan memiliki sederet gelar, tetapi yang terpenting, sudahkah kita menyayangi sesama, penuh kasih, dan berlaku setia?

Seperti tamu saya tadi, kita pun bisa menganggap segala pencapaian kita sebagai yang terpenting. Saya juga pernah melakukannya. Namun, Allah kita telah memberikan teladan apa itu kesuksesan yang sesungguhnya. Pertanyaannya bukanlah apa yang tertulis pada kartu nama dan riwayat hidup kita, melainkan sudahkah diri kita semakin menyerupai Dia? —Sheridan Voysey

WAWASAN
Musa tinggal di atas gunung selama empat puluh hari dan empat puluh malam, bersekutu dengan Allah dan menerima hukum dari-Nya—hukum yang akan mengatur ikatan perjanjian antara Allah dan umat Israel (Keluaran 24:18; 31:18). Namun, di perkemahan di bawah gunung, bangsa Israel sedang menyembah anak lembu emas dan dengan itu memutuskan ikatan perjanjian tersebut. Pemutusan itu dilambangkan dengan tindakan Musa memecahkan dua loh batu yang berisi hukum Allah (32:19). Musa menengahi dengan memohon pengampunan Allah bagi umat itu atas dosa mereka dan agar Allah tidak meninggalkan mereka (ay.31-32; 33:12-17). Meski Allah mengampuni umat Israel, Allah juga memberikan penghukuman-Nya (32:31-35). Dalam pasal 34, hukum Allah diteguhkan kembali dan perjanjian itu diperbarui (ay.1). Allah juga menyingkapkan sifat-sifat diri-Nya kepada umat: Dia penyayang, pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih, setia, penuh pengampunan, dan adil (ay.6-7). —K.T. Sim

Seberapa besar godaan untuk menganggap pencapaianmu sebagai yang terpenting? Aspek mana dari karakter Allah yang masih perlu bertumbuh dalam dirimu hari ini?

Roh Allah yang hidup, jadikanku semakin penyayang, pengasih, panjang sabar, dan penuh dengan kasih setia!

Bacaan Alkitab Setahun: Bacaan Untuk SetahunZakharia 13-14; Wahyu 21

Bagikan Konten Ini
21 replies
  1. George C
    George C says:

    Terimakasih Ya Tuhan Atas Firman Mu , Aku Belajar Disini Harus Lebih Lagi Untuk Rendah Hati Dan Selalu Merendahkan Hati , Dan aku diingatkan lagi bahwa pencapaian” atau prestasi yg kita dapatkan akan menjadi sia” jika kita tidak menyerupai Dia yaitu Tuhan Allah , menyerupai akan perbuatan Nya Dan Karakter Nya . biarlah aku selalu bisa lebih baik lagi dalam segala perbuatan , perkataan dan perilaku aku . Amin

  2. rico art
    rico art says:

    Terimakasih Tuhan atas banyak berkat yang selalu Engkau limpahkan kepada kami, pimpin dan kuatkanlah kami dimanapun kami berada ya Tuhan, serta tolong kami, terpujilah namaMu kekal selamanya, amin

  3. Sindhu
    Sindhu says:

    Belajar kerendah hatian spt Tuhan Yesus yg rendah hati, yg rela mengosongkan diriNya dan menjadi serupa dng manusia. Tq God, Tq Jesus God

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *