Tukang Septic Tank

Oleh Daniel Adhi Surya

“[Kristus] telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”Filipi 2:7-8

Hari ini, tukang pembersih septic tank datang ke rumah untuk melakukan inspeksi rutin. Saya memang tidak terlalu mempedulikan kondisi septic tank di rumah, walaupun sebenarnya saya secara pribadi memberikan “sumbangsih” atas masalah yang terjadi pada septic tank tersebut.

Setelah memeriksa septic tank kami dan mencari tahu akar masalahnya, tukang itu menjelaskan bahwa karena tanah rembesan di rumah sudah kurang baik, air yang masuk ke dalam septic tank menjadi cepat penuh. Untuk memperbaikinya, pada septic tank tersebut harus dibuat lubang tambahan baru sebesar ukuran tubuh manusia. Karena bingung, Ibu pun spontan bertanya, “Siapa yang harus saya hubungi untuk membongkar septic tank? Apakah ada orang yang khusus menangani WC seperti ini?”

Jawaban tukang itu sungguh mengejutkan kami. Dengan tenangnya, ia berkata, “Nggak usah, bu, saya juga bisa koq. Wong sudah kerjaan saya beginian.”

Saya kaget sekali mendengar tukang septic tank itu berkata dengan tenang: “Wong udah kerjaan saya beginian.”

Setelah ia selesai menyedot septic tank kami, Ibu menoleh padaku dan berkata, “Kagum ya, ada orang yang mau melakukan pekerjaan seperti ini.” Saya berespon, “Aku juga, luar biasa sekali ada orang yang mau masuk ke dalam septic tank yang kotor, membersihkan isinya, lalu memperbaikinya.”

Dalam Filipi 2, Paulus mencatat tentang kenosis Kristus ketika Dia ada di dunia. Sekalipun Dia adalah Anak Allah yang menguasai hidup kita, Dia merelakan sifat keilahian-Nya demi mengalami penderitaan sebagai manusia. Bahkan, demi kasih-Nya pada kita, Dia mati di atas kayu salib bagaikan seorang penjahat.

Berdasarkan Filipi 2:6-8, saya coba menyusun suatu struktur kiastik sederhana untuk melukiskan betapa dalamnya kasih Allah itu:

Demi kasih-Nya pada kita orang-orang berdosa, Kristus, Anak Allah yang Maha Tinggi, rela mengambil rupa seorang hamba (budak) dan menerima penghinaan yang luar biasa hingga kematian di atas kayu salib.

Jika seorang tukang septic tank mau masuk ke dalam septic tank yang kotor karena menerimanya sebagai bagian dari pekerjaannya, betapa seharusnya kita bersyukur karena Kristus bukan sekedar “melakukan bagian pekerjaannya” ketika Dia merendahkan diri-Nya di atas kayu salib, melainkan karena Ia mengasihi kamu dan saya. Kasih-Nya itulah yang mendorong-Nya masuk ke dalam “septic tank” dunia ini.

Ketika tukang septic tank itu masuk ke dalam septic tank karena ia HARUS melakukannya, Kristus turun ke dalam “septic tank” dunia ini karena Dia MAU melakukannya.

Bersyukur untuk kasih Allah bagi kita hari ini!

Penanda Perbatasan

Jumat, 15 Juli 2011

Baca: Yeremia 5:21-31

Aku tahu, ya Tuhan, bahwa hukum-hukum-Mu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan. —Mazmur 119:75

Dalam permainan golf, penanda-penanda perbatasan berfungsi untuk menunjukkan bahwa bola telah keluar dari lapangan permainan. Jika bola jatuh di luar perbatasan, pemain yang memukulnya akan menerima hukuman berupa tambahan satu pukulan.

Nabi Yeremia memperingatkan kerajaan Yehuda di wilayah selatan tentang penolakan mereka yang terus-menerus terhadap batasan-batasan yang Allah tetapkan bagi mereka. Ia berkata bahkan laut pun tahu bahwa pasir di pantai adalah perbatasannya, “sebagai perhinggaan tetap yang tidak dapat dilampauinya” (Yer. 5:22). Namun, umat Tuhan memiliki hati yang melawan dan memberontak (ay.23). Tidak ada rasa takut akan Allah yang telah memberikan hujan untuk hasil panen mereka (ay.24). Mereka menjadi kaya karena menipu (ay.27) dan mengabaikan seruan orang-orang miskin (ay.28).

Allah telah memberikan batasan-batasan moral dalam firman-Nya supaya kita dapat hidup di dalamnya. Dia memberikan batasan-batasan tersebut bukan untuk membuat kita frustrasi, melainkan supaya ketika kita menjalani hidup dalam batasan-Nya, kita dapat menikmati berkat-berkat-Nya. Daud menulis, “Aku tahu, ya Tuhan, bahwa hukum-hukum-Mu adil” (Mzm. 119:75). Allah berkata kepada bangsa Israel melalui Musa, “Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan” (Ul. 30:19).

Janganlah menguji batasan-batasan Allah dan undanglah Dia untuk mengoreksi kita. Ambillah keputusan-keputusan yang bijaksana untuk hidup dalam batasan-batasan yang ada dalam firman-Nya. —CPH

Tuhan telah memberi kita perintah,
Dan meminta kita untuk menaatinya;
Rancangan kita sendiri pastilah gagal,
Jika kita mengabaikan jalan-Nya! —Bosch

Satu langkah kecil dalam ketaatan adalah satu langkah besar menuju berkat.