Tidak Berselera

Kamis, 2 Januari 2014

Tidak Berselera

Baca: Nehemia 8:1-12

8:1 Ketika tiba bulan yang ketujuh, sedang orang Israel telah menetap di kota-kotanya,

8:2 maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada Israel.

8:3 Lalu pada hari pertama bulan yang ketujuh itu imam Ezra membawa kitab Taurat itu ke hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun perempuan dan setiap orang yang dapat mendengar dan mengerti.

8:4 Ia membacakan beberapa bagian dari pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah hari di hadapan laki-laki dan perempuan dan semua orang yang dapat mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu.

8:5 Ezra, ahli kitab itu, berdiri di atas mimbar kayu yang dibuat untuk peristiwa itu. Di sisinya sebelah kanan berdiri Matica, Sema, Anaya, Uria, Hilkia dan Maaseya, sedang di sebelah kiri berdiri Pedaya, Misael, Malkia, Hasum, Hasbadana, Zakharia dan Mesulam.

8:6 Ezra membuka kitab itu di depan mata seluruh umat, karena ia berdiri lebih tinggi dari semua orang itu. Pada waktu ia membuka kitab itu semua orang bangkit berdiri.

8:7 Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan semua orang menyambut dengan: “Amin, amin!”, sambil mengangkat tangan. Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada TUHAN dengan muka sampai ke tanah.

8:8 Juga Yesua, Bani, Serebya, Yamin, Akub, Sabetai, Hodia, Maaseya, Kelita, Azarya, Yozabad, Hanan, Pelaya, yang adalah orang-orang Lewi, mengajarkan Taurat itu kepada orang-orang itu, sementara orang-orang itu berdiri di tempatnya.

8:9 Bagian-bagian dari pada kitab itu, yakni Taurat Allah, dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan, sehingga pembacaan dimengerti.

8:10 Lalu Nehemia, yakni kepala daerah itu, dan imam Ezra, ahli kitab itu, dan orang-orang Lewi yang mengajar orang-orang itu, berkata kepada mereka semuanya: “Hari ini adalah kudus bagi TUHAN Allahmu. Jangan kamu berdukacita dan menangis!”, karena semua orang itu menangis ketika mendengar kalimat-kalimat Taurat itu.

8:11 Lalu berkatalah ia kepada mereka: “Pergilah kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa, karena hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita! Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!”

8:12 Juga orang-orang Lewi menyuruh semua orang itu supaya diam dengan kata-kata: “Tenanglah! Hari ini adalah kudus. Jangan kamu bersusah hati!”

Jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan. —1 Petrus 2:2

Tidak Berselera

Saya kehilangan nafsu makan ketika saya terserang sakit flu parah baru-baru ini. Saya bisa menjalani satu hari penuh tanpa banyak makan dan hanya minum air. Namun saya tahu saya tidak akan dapat bertahan lama hanya dengan minum air. Saya harus mengembalikan selera makan saya karena tubuh saya membutuhkan makanan bergizi.

Ketika bangsa Israel kembali dari pengasingan di Babel, selera rohani mereka telah melemah. Mereka telah meninggalkan Allah dan kehendak-Nya. Untuk memulihkan kesehatan rohani mereka, Nehemia mendorong mereka untuk mempelajari Alkitab, dengan Ezra sebagai pengajarnya.

Ezra membacakan kitab Taurat Musa dari pagi hingga siang, agar bangsa itu menikmati kebenaran Allah sebagai makanan rohani mereka (Neh. 8:4). Bangsa itu pun mendengarkan dengan penuh perhatian. Bahkan, selera mereka akan firman Allah begitu tergugah sehingga para pemimpin keluarga, para imam, dan orang-orang Lewi menemui Ezra keesokan harinya untuk mempelajari Taurat dengan lebih teliti karena mereka sangat ingin memahaminya (ay.14).

Ketika kita merasa terpisah dari Allah atau lemah secara rohani, kita dapat menerima santapan rohani yang bergizi dari firman Allah. “Jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan” (1Ptr. 2:2). Mintalah kepada Allah agar Dia memberi Anda hasrat untuk mau kembali menjalin hubungan dengan-Nya, dan mulailah memberi makan hati, jiwa, dan pikiran Anda dengan firman-Nya. —PFC

Tuhan, pecahkanlah roti hayat,
Bagai di tasik dulu Kaubuat.
Kau kerinduanku, ya Tuhanku,
Dikau kucari dalam sabda-Mu. —Lathbury
(Kidung Jemaat, No. 464)

Menikmati santapan firman Allah akan menjaga iman kita tetap kuat dan sehat di dalam Tuhan.

31 Hari Penuh Syukur

Rabu, 1 Januari 2014

31 Hari Penuh Syukur

Baca: Mazmur 136:1-16,26

136:1 Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:2 Bersyukurlah kepada Allah segala allah! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:3 Bersyukurlah kepada Tuhan segala tuhan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:4 Kepada Dia yang seorang diri melakukan keajaiban-keajaiban besar! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:5 Kepada Dia yang menjadikan langit dengan kebijaksanaan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:6 Kepada Dia yang menghamparkan bumi di atas air! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:7 Kepada Dia yang menjadikan benda-benda penerang yang besar; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:8 Matahari untuk menguasai siang; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:9 Bulan dan bintang-bintang untuk menguasai malam! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:10 Kepada Dia yang memukul mati anak-anak sulung Mesir; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:11 Dan membawa Israel keluar dari tengah-tengah mereka; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:12 Dengan tangan yang kuat dan dengan lengan yang teracung! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:13 Kepada Dia yang membelah Laut Teberau menjadi dua belahan; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:14 Dan menyeberangkan Israel dari tengah-tengahnya; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:15 Dan mencampakkan Firaun dengan tentaranya ke Laut Teberau! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:16 Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:26 Bersyukurlah kepada Allah semesta langit! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

Bersyukurlah kepada Tuhan segala tuhan! —Mazmur 136:3

31 Hari Penuh Syukur

Menurut banyak kalender di Amerika Serikat, Januari merupakan Bulan untuk Bersyukur Nasional. Mungkin seharusnya bulan ini dijadikan Bulan untuk Bersyukur Sedunia, karena mengucap syukur dapat dengan mudah dilakukan di mana-mana.

Supaya bisa memanfaatkan perayaan dari pengucapan syukur ini dengan sebaik-baiknya, marilah kita memulai dengan melihat apa yang dikatakan Alkitab tentang ucapan syukur.

Kita dapat memulainya dari Mazmur 136, yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata, “Bersyukurlah” (ay.1,26). Berkali-kali dalam pasal ini kita diingatkan pada alasan utama dan satu-satunya untuk menaikkan ucapan syukur kepada Allah kita yang luar biasa, yakni “bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Kita dapat menggunakan waktu sepanjang bulan ini untuk belajar tentang mengucap syukur dari Mazmur 136. Pemazmur mengingatkan kita akan “keajaiban-keajaiban besar” yang diperbuat Allah (ay.4). Ia menceritakan tentang karya penciptaan Allah yang dihasilkan dengan kebijaksanaan-Nya (ay.5). Selanjutnya ia menyebutkan satu demi satu perbuatan Allah dalam membebaskan umat pilihan-Nya dari perbudakan (ay.10-22). Saat kita dengan seksama merenungkan gambaran dari penciptaan dan pembebasan yang terdapat dalam Mazmur 136, kita akan mudah menemukan alasan untuk bersyukur kepada Allah setiap hari dalam Bulan untuk Bersyukur ini.

Tidak ada cara yang lebih baik untuk memulai tahun yang baru selain dengan bersungguh-sungguh menaikkan ucapan syukur kepada Tuhan kita! “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (ay.1). —JDB

Sungguh baiklah bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan,
Dan memuji Engkau, Allah Yang Mahatinggi;
Mewartakan kasih-Mu di waktu pagi,
Dan kesetiaan-Mu di waktu malam! —Psalter

Ketika Anda terpikir tentang segala sesuatu yang baik, ucapkanlah syukur kepada Allah.

Dalam Tangan-Nya

Selasa, 31 Desember 2013

Dalam Tangan-Nya

Baca: Roma 8:31-39

Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. —Filipi 3:12

Ketika menyeberang jalan yang ramai bersama anak-anak kecil di belakang kita, biasanya kita mengulurkan tangan dan berkata, “Pegang tanganku erat-erat,” dan anak-anak yang masih kecil itu akan memegang tangan kita seerat mungkin. Namun kita tidak akan pernah mengandalkan pegangan mereka. Pegangan kitalah yang menggenggam erat tangan mereka dan menjaga supaya mereka aman. Demikianlah Rasul Paulus menegaskan, “Akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus” (Flp. 3:12). Atau lebih tepatnya, “Kristus yang memegangku erat-erat!”

Satu hal yang pasti: bukan pegangan kita kepada Allah yang menjaga supaya kita aman, melainkan kuasa dari pegangan Yesus. Tak seorang pun dapat melepaskan kita dari pegangan-Nya—setan tidak bisa, kita sendiri pun tidak bisa. Setelah kita dipegang-Nya, Dia tidak akan melepaskan kita.

Kami memiliki jaminan ini: “Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (Yoh. 10:28-29).

Inilah keamanan ganda: Bapa kita di satu sisi dan Tuhan dan Juruselamat kita di sisi lainnya, menggenggam kita dengan begitu erat. Tangan-tangan inilah yang membentuk pegunungan dan lautan serta menggantungkan bintang-bintang di angkasa. Tak ada satu pun dalam hidup ini atau di masa datang yang “dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 8:39). —DHR

Bapa, terima kasih karena tangan Kristus yang telah terpaku itu
mau meraihku dan menjagaku selalu. Engkau telah menuntunku
dengan tangan kanan-Mu di sepanjang hidupku. Aku percaya pada
pemeliharaan-Mu dan Engkau menjagaku tetap aman sampai akhir.

Pribadi yang telah menyelamatkan kita kini menjadi Pribadi yang menjaga kita.

Perasaan Campur Aduk

Senin, 30 Desember 2013

Perasaan Campur Aduk

Baca: Wahyu 21:1-7

Di dalam tertawapun hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan. —Amsal 14:13

Bagi saya dan Marlene, “perasaan campur aduk” adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan hari pernikahan kami. Jangan salah sangka. Pernikahan kami merupakan suatu peristiwa yang luar biasa sehingga kami terus merayakannya hingga lebih dari 35 tahun kemudian. Namun pesta pernikahan itu sendiri terasa sendu karena ibunda Marlene meninggal dunia akibat kanker hanya beberapa minggu sebelumnya. Bibi Marlene telah menjadi pengganti yang luar biasa bagi peran “ibu dari mempelai wanita”. Namun di tengah kebahagiaan kami, ada sesuatu yang jelas-jelas hilang. Ibunda Marlene sudah tiada, dan hal itu mempengaruhi segalanya.

Pengalaman kami tersebut mewakili pengalaman kehidupan di tengah dunia yang telah rusak oleh dosa. Pengalamanpengalaman hidup kita di dunia merupakan percampuran antara yang baik dan yang buruk, sukacita dan derita—suatu realitas yang diungkapkan Salomo ketika menuliskan, “Di dalam tertawapun hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan” (Ams. 14:13). Hati yang riang pun bisa dilanda kesusahan, sebab memang itulah yang terkadang harus dijalani dalam kehidupan.

Namun syukurlah, kehidupan ini tak berakhir hanya sampai di sini. Dalam kehidupan yang akan datang, orang-orang yang mengenal Kristus telah memiliki janji: “[Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why. 21:4). Kelak pada hari yang agung tersebut, tidak akan ada perasaan campur aduk—yang ada hanyalah hati orang-orang yang dipenuhi oleh hadirat Allah! —WEC

Damai! damai! damai yang indah,
Dicurahkan oleh Bapa surgawi,
Basuhlah rohku selamanya, ku berdoa,
Dalam limpahan kasih tiada henti. —Cornell

Bagi orang Kristen, duka dan derita yang kelam di bumi kelak diubah menjadi puji-pujian yang indah di surga.

Surat Untuk Seorang Anak

Minggu, 29 Desember 2013

Surat Untuk Seorang Anak

Baca: 3 Yohanes

Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran. —3 Yohanes 4

Bahkan menjelang akhir hidupnya, C. S. Lewis tetap menunjukkan minatnya untuk membangun pertumbuhan rohani orang Kristen yang masih muda. Meskipun dalam keadaan sakit keras, ia masih menyediakan waktu untuk menanggapi sepucuk surat dari seorang anak bernama Philip. Sambil memuji gaya penulisan yang baik dari anak itu, Lewis menyatakan sukacitanya karena Philip memahami bahwa sang singa Aslan dalam Hikayat Narnia itu melambangkan Yesus Kristus. Keesokan harinya, Lewis meninggal dunia di rumahnya di Kilns, Oxford, Inggris, satu minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-65.

Pada masa tuanya, Rasul Yohanes sempat mengirimkan sebuah surat kepada anak-anak rohaninya. Dalam surat itu kita melihat adanya sukacita dari seseorang yang telah dewasa rohani ketika menguatkan para muridnya yang masih muda dalam iman untuk terus hidup dalam kebenaran dan mengikut Kristus.

Yohanes menulis, “Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran” (3Yoh. 1:4). Sekalipun terbilang pendek menurut standar Perjanjian Baru, surat Yohanes ini menunjukkan sukacita yang muncul dari usaha membangun dan menyaksikan pertumbuhan rohani generasi mendatang.

Dorongan pada generasi mendatang untuk terus mengalami pertumbuhan rohani ini seharusnya menjadi kerinduan orang-orang yang telah dewasa dalam iman. Hal ini dapat dilakukan baik dengan memberikan penghargaan, perkataan yang menguatkan, doa, atau nasihat yang baik. Semua itu bisa menjadi cara untuk menolong sesama dalam perjalanan iman mereka bersama Allah. —HDF

Untuk menolong saudara seiman bertumbuh
Kita harus rela membayar harga
Diperlukan penyerahan diri kita
Dan itu berarti mau berkorban. —D. DeHaan

Perjalanan menjadi lebih menyenangkan jika dijalani bersama seseorang yang telah mengetahui jalannya.

Penyajian

Sabtu, 28 Desember 2013

Penyajian

Baca: Kolose 1:21-23

Juga kamu . . . sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. —Kolose 1:21-22

Istri saya, Martie, adalah seorang koki yang hebat. Setelah menjalani satu hari yang berat, satu hal yang saya nanti-nantikan adalah menghirup aroma kaya bumbu yang menjanjikan terhidangnya makanan yang lezat. Martie tidak hanya tahu cara memasak makanan yang enak, ia juga seorang penyaji yang andal. Aneka makanan disajikannya di atas piring, lengkap dengan tatanan indah dari lauk-pauk, nasi putih, dan sayur-sayuran yang telah disiapkannya. Semua itu mendorong saya untuk segera duduk dan menikmati hasil karya tangannya. Namun sebelum Martie mengolah beragam bahan makanan itu, semuanya tampak tidak begitu menarik. Tadinya daging itu mentah dan lembek, berasnya masih keras dan rapuh, dan sayur-mayurnya perlu dibersihkan dan dipotong.

Hal ini mengingatkan saya pada karya mengagumkan yang telah Yesus lakukan bagi saya. Saya sangat menyadari kelemahan dan kecenderungan saya untuk berbuat dosa. Saya tahu bahwa diri saya sepenuhnya tidak layak menghadap Allah. Namun ketika saya diselamatkan, Yesus mengubah saya menjadi ciptaan baru (2Kor. 5:17). Dia menerima saya apa adanya dan membentuk saya supaya menjadi diri saya yang seharusnya, yakni “kudus dan tak bercela dan tak bercacat” (Kol. 1:22). Dia menempatkan saya sebagai suatu karya yang indah dan layak untuk berada di hadapan Bapa kita di surga.

Kiranya karya-Nya yang mengubah diri kita itu menggerakkan kita untuk menjalani hidup selayaknya sebagai ciptaan baru dan untuk sungguh-sungguh bersyukur kepada Kristus atas karya-Nya yang luar biasa dalam hidup kita! —JMS

Tuhan ingin kudapat memancarkan
Kasih-Mu indah penuh kemurnian
Budi bahasaku dihaluskan Roh-Mu
Hingga memancarkan keindahan-Mu. —Orsborn
(Buku Lagu Perkantas, No. 205)

Yesus menerima kita apa adanya dan membentuk kita supaya menjadi diri kita yang seharusnya.

Tantangan Dari Batasan

Jumat, 27 Desember 2013

Tantangan Dari Batasan

Baca: Yeremia 29:4-14

Bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. —2 Petrus 3:18

Pada usianya yang ke-86, Ken Deal mengakhiri lebih dari 3 dekade masa pelayanannya sebagai sukarelawan dalam pelayanan penjara dengan memberikan sebuah khotbah Minggu. Pesan yang Ken sampaikan kepada para narapidana adalah tentang melayani Tuhan meski berada di penjara. Banyak contoh yang disebutnya dalam khotbah berasal dari para narapidana yang diantaranya menjalani hukuman penjara seumur hidup. Di suatu tempat di mana setiap orang enggan untuk tinggal, Ken justru mendorong mereka untuk terus bertumbuh dan membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus kepada orang lain.

Setelah bangsa Yehuda ditawan Raja Nebukadnezar dan diasingkan ke Babel karena ketidaktaatan mereka kepada Allah, Nabi Yeremia mengirimkan pesan dari Tuhan ini kepada mereka: “Dirikanlah rumah untuk kamu diami; buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya; ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan; ambilkanlah isteri bagi anakmu laki-laki dan carikanlah suami bagi anakmu perempuan, supaya mereka melahirkan anak laki-laki dan perempuan, agar di sana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang!” (Yer. 29:5-6).

Kita mungkin menghadapi keadaan yang membatasi kita hari ini. Baik itu sebagai akibat dari kegagalan kita atau kesalahan yang dilakukan orang lain, kita bisa “menjalaninya” atau mencari kekuatan dari Allah untuk “bertumbuh” melalui keadaan itu. Tantangan dari setiap keterbatasan adalah untuk mengalami peningkatan dan bukan penurunan; untuk bertumbuh dan bukan berkurang. Tuhan bermaksud untuk memberi kita “hari depan yang penuh harapan” (ay.11). —DCM

Aku tahu, Tuhan, Engkau dapat menggunakan setiap keadaan
yang kualami demi kebaikanku. Ubahlah aku, dan tumbuhkanlah
pengenalanku akan Engkau dan kedekatan diriku dengan diri-Mu.
Berikanlah aku kekuatan yang berasal dari-Mu.

Keadaan yang terbatas mungkin justru memberikan kesempatan bagi jiwa untuk bertumbuh.

Kehadiran

Kamis, 26 Desember 2013

Kehadiran

Baca: Ayub 2:3-13

Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya. —Ayub 2:13

Setelah 20 anak dan 6 karyawan terbunuh di sebuah sekolah di Connecticut, seluruh bangsa tertegun karena tidak pernah menyangka bahwa peristiwa mengerikan seperti itu bisa terjadi. Perhatian semua orang berfokus pada tragedi itu dengan pertanyaan-pertanyaan: Orang macam apa yang dapat melakukan hal seperti itu, dan apa alasannya? Bagaimana mencegah agar hal itu tidak terjadi lagi? Bagaimana cara menolong korban yang selamat? Di tengah kekacauan itulah sebuah kelompok yang tidak terduga telah melakukan aksi yang berpengaruh besar.

Sejumlah anjing golden retriever yang telah terlatih didatangkan dari Chicago. Anjing ini memang tidak bisa memberikan apa pun kecuali kasih sayang. Anjing tidak berbicara, mereka hanya hadir dan menemani. Anak-anak yang menderita trauma karena tindak kekerasan mau bersikap terbuka pada anjing-anjing tersebut dan mengungkapkan ketakutan serta emosi yang tidak mereka ceritakan kepada orang dewasa mana pun. Tim Hetzner dari Lutheran Church Charities mengatakan, “Bagian terbesar dari pelatihan anjing ini adalah belajar untuk diam.”

Seperti yang kita pelajari dari kitab Ayub, orang yang berduka tidak selalu membutuhkan kata-kata. Terkadang yang mereka butuhkan adalah seseorang yang mau duduk diam bersama mereka, mendengarkan, dan memeluk mereka ketika kesedihan tak tertahankan lagi.

Allah mungkin tidak turun tangan untuk mengubah keadaan yang ada. Dia mungkin juga tidak memberikan alasan atas penderitaan yang sedang kita alami. Namun Allah menghibur kita melalui kehadiran saudara seiman kita (Kol. 4:8). —JAL

Dia bersama kita di dalam lembah,
Di tengah pekatnya malam
Dalam kepedihan kita Dia menyatakan;
Iman akan menjadi kenyataan. —D. DeHaan

Mendengarkan sesama mungkin menjadi tindakan penuh kasih yang Kristus ingin Anda lakukan hari ini.

Christingle

Rabu, 25 Desember 2013

Christingle

Baca: 1 Yohanes 1:1-7

Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. —Yohanes 1:9

Di Republik Ceko dan di tempat-tempat lain, perayaan Natal melibatkan sesuatu yang disebut “Christingles”. Christingle merupakan sebuah jeruk yang melambangkan dunia dengan sebatang lilin yang ditempatkan di atasnya untuk melambangkan Kristus yang adalah Terang dunia. Pita merah pun dililitkan pada jeruk ini untuk melambangkan darah Yesus. Ada empat tusuk gigi dengan buah-buahan kering yang ditancapkan dengan menembus pita merah itu pada sisi-sisi dari jeruk tersebut, dan ini melambangkan segala buah yang ada di bumi.

Objek yang sederhana ini secara jelas menyatakan maksud di balik kedatangan Kristus—Dia datang untuk membawa terang ke dalam dunia yang gelap dan untuk menebus dunia yang telah rusak oleh dosa lewat pencurahan darah-Nya.

Dalam catatannya tentang kehidupan Kristus, Yohanes, sang murid, menyebut Yesus sebagai Terang dunia. Ia menulis demikian tentang Kristus: “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia” (Yoh. 1:9). Tidak hanya Kristus adalah Sang Terang yang datang untuk menembus kegelapan dunia kita, Dia juga adalah “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia!” (ay.29).

Renungkanlah! Bayi dari Betlehem itu kemudian menjadi Kristus yang bangkit dan hidup, yang telah membebaskan kita dari dosa. Maka Yohanes pun mendorong kita untuk “hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang” (1Yoh. 1:7). Kiranya semua orang yang telah mengalami penebusan-Nya menemukan kedamaian di dalam Yesus ketika mereka hidup dalam terang-Nya. —WEC

Hai kota mungil Betlehem, betapa kau senyap;
Bintang di langit cemerlang melihat kau lelap.
Namun di lorong g’lapmu bersinar T’rang baka:
Harapanmu dan doamu kini terkabullah. —Brooks
(Kidung Jemaat, No. 94)

Bayi Kristus yang lahir itu datang untuk menjadi Terang dunia dan Anak domba Allah.