Di Bumi Seperti Di Surga

Kamis, 9 Januari 2014

Di Bumi Seperti Di Surga

Baca: Lukas 24:44-53

24:44 Ia berkata kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.”

24:45 Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci.

24:46 Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga,

24:47 dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.

24:48 Kamu adalah saksi dari semuanya ini.

24:49 Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi.”

24:50 Lalu Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka.

24:51 Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga.

24:52 Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita.

24:53 Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah.

Kamu adalah saksi dari semuanya ini. . . . Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi. —Lukas 24:48-49

Di Bumi Seperti Di Surga

Kepercayaan berhala yang dianut oleh bangsa Romawi pada zaman Yesus mengajarkan bahwa tindakan para dewa di surga akan mempengaruhi kehidupan di bumi. Ketika Zeus marah, guntur pun menggelegar. “Apa yang terjadi di surga mempengaruhi bumi,” demikianlah ungkapan yang berlaku.

Namun Yesus terkadang membalikkan rumusan tersebut. Dia mengajarkan: apa yang terjadi di bumi mempengaruhi surga. Ketika seorang percaya berdoa, surga menanggapinya. Seorang pendosa bertobat, maka para malaikat bersukacita. Suatu pelayanan berhasil, Allah dimuliakan. Seorang percaya memberontak, maka Roh Kudus pun berduka.

Saya percaya akan hal-hal ini, tetapi acap kali melupakannya. Saya lupa bahwa doa-doa saya diperhatikan Allah. Saya lupa bahwa keputusan demi keputusan yang saya ambil hari ini akan membawa sukacita atau justru mendatangkan dukacita bagi Tuhan yang Mahakuasa. Saya lupa bahwa saya sedang menolong orang-orang di sekitar saya untuk melangkah menuju tujuan mereka yang kekal.

Kini kabar baik tentang kasih Allah yang dinyatakan Yesus pada dunia ini juga bisa kita nyatakan kepada orang lain. Itulah tantangan yang Dia berikan kepada murid-murid-Nya sebelum Dia kembali kepada Bapa-Nya (Mat. 28:18-20). Sebagai pengikut Yesus, diri kita merupakan perluasan dari kehadiran dan pelayanan-Nya. Itulah alasan Dia datang ke dunia. Sebelum Yesus pergi, Dia berpesan kepada para murid bahwa Dia akan mengutus Roh-Nya dari surga kepada mereka yang ada di bumi (Luk. 24:48). Dia tidak menelantarkan kita. Dia memenuhi kita dengan kuasa-Nya agar kita dapat menjangkau hidup sesama di bumi ini untuk mempengaruhi surga yang kekal. —PDY

Terima kasih, ya Bapaku,
T’lah memberi kami Putra-Mu,
Dan mengutus Roh Kudus-Mu,
Hingga purna karya-Mu di bumi ini. —Green

Engkau terangkat di hadapan kami, dan kami pun berduka, tetapi ternyata Engkau hadir dalam hati kami. —Augustine

Perkataan Yang Memulihkan

Selasa, 7 Januari 2014

Perkataan Yang Memulihkan

Baca: Matius 6:5-15

6:5 “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.

6:6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

6:7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.

6:8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.

6:9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,

6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.

6:11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya

6:12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

6:13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)

6:14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.

6:15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”

Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu. —Matius 6:9

Perkataan Yang Memulihkan

Pada tanggal 19 November 1863, dua orang terkenal memberikan pidato pada acara peresmian Taman Makam Militer di Gettysburg, Pennsylvania. Pembicara utamanya, Edward Everett, adalah mantan anggota kongres, gubernur, dan presiden dari Universitas Harvard. Everett yang dipandang sebagai salah satu orator ulung di zamannya itu berpidato selama 2 jam. Setelah selesai, tiba giliran Presiden Abraham Lincoln menyampaikan pidatonya, dan ia hanya berbicara selama 2 menit.

Saat ini, pidato Lincoln yang disebut Pidato Gettysburg itu begitu dikenal luas dan dikutip di mana-mana, sedangkan perkataan Everett hampir dilupakan sama sekali. Pidato Lincoln tak hanya terkenal karena singkatnya isi pidato yang disampaikan dengan fasih itu. Pada kesempatan tersebut, perkataan Lincoln telah menyentuh jiwa sebuah bangsa yang yang terluka dan terpecah belah akibat perang saudara, serta menawarkan harapan bagi masa yang akan datang.

Bukan banyaknya kata yang membuat suatu pernyataan itu berarti. Perkataan Yesus yang kita sebut sebagai Doa Bapa Kami adalah salah satu pengajaran Yesus yang terpendek tetapi juga yang paling diingat orang. Doa tersebut memberikan pertolongan dan pemulihan karena mengingatkan kita bahwa Allah adalah Bapa surgawi kita yang berkuasa di bumi, sebagaimana di surga (Mat. 6:9-10). Dia menyediakan makanan, pengampunan, dan ketabahan bagi kita setiap hari (ay.11-13). Dia berhak menerima segala hormat dan kemuliaan (ay.13). Segala sesuatu yang terdapat pada masa lalu, masa kini, dan masa depan dari hidup kita terjamin dalam perkataan Tuhan yang sanggup menolong dan memulihkan kita tersebut. —DCM

Betapa mudahnya mengucapkan banyak kata
Dan tidak memikirkan ulang perkataan kita itu;
Oleh karena itu, serahkanlah ucapanmu kepada Tuhan
Agar banyak jiwa yang diberkati oleh perkataanmu. —D. DeHaan

Kata-kata kebajikan akan melembutkan, menenangkan, dan menghibur hati pendengarnya. —Blaise Pascal

Ketika Tak Ada Yang Datang

Senin, 6 Januari 2014

Ketika Tak Ada Yang Datang

Baca: Matius 6:1-7

6:1 “Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.

6:2 Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.

6:3 Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.

6:4 Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

6:5 “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.

6:6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

6:7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.

Jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka. —Matius 6:1

Ketika Tak Ada Yang Datang

Pada suatu malam di musim dingin, komposer Johann Sebastian Bach dijadwalkan untuk menggelar pertunjukan perdana dari gubahan musik terbarunya. Bach tiba di gereja dengan harapan tempat tersebut akan dipenuhi penonton. Akan tetapi, ternyata tak seorang pun datang. Dengan tetap bersemangat, Bach meminta para musisinya untuk tetap tampil sesuai rencana. Mereka menempati posisi masing-masing, Bach mengangkat tongkat kecilnya, dan gereja kosong itu pun segera dipenuhi dengan musik yang luar biasa.

Kisah ini membuat saya melihat isi hati saya sendiri. Akankah saya menulis jika hanya Allah yang menjadi pembaca satu-satunya? Apa pengaruhnya pada tulisan-tulisan saya?

Para penulis pemula sering disarankan untuk membayangkan satu orang yang menjadi sasaran tulisan mereka sebagai cara untuk mempertahankan fokus penulisan. Saya menerapkan saran itu ketika menulis artikel renungan; saya mencoba untuk memikirkan para pembaca karena saya ingin menulis sesuatu yang mau mereka baca dan akan menguatkan iman mereka.

Saya tidak yakin bahwa Daud sedang memikirkan “para pembaca” ketika menuliskan mazmur-mazmurnya yang selama ini kita baca untuk menghibur dan menguatkan kita. Satu-satunya pembaca yang ada di benaknya hanyalah Allah.

Apa pun perbuatan kita, seperti “kewajiban agama” yang disebut dalam Matius 6, baik dalam menghasilkan karya seni atau memberikan pelayanan, kita patut mengingat bahwa apa yang kita kerjakan sesungguhnya adalah antara kita dengan Allah. Entah ada orang yang memperhatikannya atau tidak, Allah sendiri pasti melihatnya. —JAL

Kiranya perbuatanku menyatakan kemuliaan-Mu,
Engkau sungguh layak dimuliakan, ya Tuhanku!
Dengan darah-Mu yang mahal Engkau menebusku—
Di sepanjang hidupku, aku akan melayani-Mu! —Somerville

Melayanilah, walau hanya Tuhan yang melihatnya.

Adopsi

Minggu, 5 Januari 2014

Adopsi

Baca: Efesus 1:3-12

1:3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.

1:4 Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.

1:5 Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,

1:6 supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.

1:7 Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya,

1:8 yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian.

1:9 Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus

1:10 sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.

1:11 Aku katakan “di dalam Kristus”, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan–kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya–

1:12 supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya.

Di dalam Dia Allah telah memilih kita . . . Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya. —Efesus 1:4-5

Adopsi

Saya dan Marlene sudah menikah selama lebih dari 35 tahun. Dahulu, ketika masih berpacaran, kami pernah membicarakan suatu hal yang tidak pernah saya lupakan. Marlene mengatakan kepada saya bahwa ia diadopsi ketika masih berumur 6 bulan. Ketika saya bertanya apakah ia pernah mempunyai keinginan untuk mengetahui siapa orangtuanya yang sebenarnya, ia menjawab, “Ibu dan ayahku bisa saja memilih bayi mana pun pada hari itu, tetapi mereka memilihku. Mereka telah mengangkatku menjadi anak. Mereka berdualah orangtuaku yang sebenarnya.”

Teguhnya penerimaan dan rasa syukur yang dimiliki Marlene terhadap orangtua angkatnya tersebut sepatutnya juga menandai hubungan kita dengan Allah. Sebagai pengikut-pengikut Kristus, kita telah dilahirkan kembali oleh Allah melalui iman kepada-Nya dan sudah diadopsi ke dalam keluarga Allah. Paulus menulis, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya” (Ef. 1:4-5).

Perhatikan sifat dari pertukaran ini. Kita telah dipilih oleh Allah dan diadopsi sebagai anak-anak-Nya, baik pria maupun wanita. Melalui adopsi, kini kita memiliki hubungan yang sama sekali baru dengan Allah. Dialah Bapa kita yang terkasih!

Kiranya hubungan ini menggelorakan hati kita untuk menyembah Dia—Bapa kita—dengan penuh ucapan syukur. —WEC

Bapa terkasih, terima kasih telah mengangkatku
menjadi Anak-Mu dan menjadikanku anggota
di dalam keluarga-Mu. Dengan hati yang bersyukur,
aku berterima kasih karena Engkau menjadikanku milik-Mu.

Allah mengasihi setiap dari kita begitu rupa seolah-olah kitalah satu-satunya insan di dunia. —Augustine

Situasinya Sempurna

Sabtu, 4 Januari 2014

Situasinya Sempurna

Baca: Filipi 1:3-14

1:3 Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu.

1:4 Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.

1:5 Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini.

1:6 Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.

1:7 Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil.

1:8 Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian.

1:9 Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian,

1:10 sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,

1:11 penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.

1:12 Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil,

1:13 sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus.

1:14 Dan kebanyakan saudara dalam Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut.

Apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil. —Filipi 1:12

Situasinya Sempurna

Dalam Pertempuran Pertama di Marne pada Perang Dunia I, seorang letnan jenderal asal Perancis bernama Ferdinand Foch mengirimkan pengumuman resmi ini: “Pasukanku di tengah sedang terdesak, pasukanku di kanan terpukul mundur. Situasinya sempurna. Aku akan maju menyerang.” Kesiapannya untuk melihat adanya harapan di tengah-tengah situasi yang sulit itu pada akhirnya membawa kemenangan bagi pasukannya.

Terkadang dalam pertempuran hidup, kita merasa seolah-olah sedang terpukul kalah dalam segala hal. Perselisihan dalam keluarga, kemunduran dalam bisnis, kesulitan keuangan, atau kondisi kesehatan yang menurun dapat membuat kita memandang hidup dengan sikap pesimis. Namun orang yang percaya kepada Kristus selalu dapat menemukan jalan untuk berkata: “Situasinya sempurna.”

Perhatikanlah Paulus. Ketika dilempar ke dalam penjara karena memberitakan Injil, ia punya sikap optimis yang luar biasa. Kepada jemaat di Filipi, ia menuliskan, “Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil” (Flp. 1:12).

Paulus memandang situasi pemenjaraannya sebagai wadah yang baru untuk memberitakan Injil kepada para penjaga istana Romawi. Lebih dari itu, situasi tersebut mendorong orang Kristen lainnya menjadi semakin berani dalam memberitakan Injil (ay.13-14).

Sekalipun ujian demi ujian yang kita alami mendatangkan penderitaan, Allah dapat bekerja dalam semua itu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). Justru melalui ujian itulah Dia dimuliakan. —HDF

Hiburlah kami, Tuhan, ketika ujian kehidupan menyerang kami—
kami sering terjatuh dan tersandung. Perbarui iman kami dan
tolonglah kami untuk bertumbuh sehingga orang lain juga bisa
mengenal kebaikan dan penghiburan yang Engkau berikan.

Ujian dapat menjadi jalan Allah menuju kemenangan.

Tidak Berselera

Kamis, 2 Januari 2014

Tidak Berselera

Baca: Nehemia 8:1-12

8:1 Ketika tiba bulan yang ketujuh, sedang orang Israel telah menetap di kota-kotanya,

8:2 maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada Israel.

8:3 Lalu pada hari pertama bulan yang ketujuh itu imam Ezra membawa kitab Taurat itu ke hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun perempuan dan setiap orang yang dapat mendengar dan mengerti.

8:4 Ia membacakan beberapa bagian dari pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah hari di hadapan laki-laki dan perempuan dan semua orang yang dapat mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu.

8:5 Ezra, ahli kitab itu, berdiri di atas mimbar kayu yang dibuat untuk peristiwa itu. Di sisinya sebelah kanan berdiri Matica, Sema, Anaya, Uria, Hilkia dan Maaseya, sedang di sebelah kiri berdiri Pedaya, Misael, Malkia, Hasum, Hasbadana, Zakharia dan Mesulam.

8:6 Ezra membuka kitab itu di depan mata seluruh umat, karena ia berdiri lebih tinggi dari semua orang itu. Pada waktu ia membuka kitab itu semua orang bangkit berdiri.

8:7 Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan semua orang menyambut dengan: “Amin, amin!”, sambil mengangkat tangan. Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembah kepada TUHAN dengan muka sampai ke tanah.

8:8 Juga Yesua, Bani, Serebya, Yamin, Akub, Sabetai, Hodia, Maaseya, Kelita, Azarya, Yozabad, Hanan, Pelaya, yang adalah orang-orang Lewi, mengajarkan Taurat itu kepada orang-orang itu, sementara orang-orang itu berdiri di tempatnya.

8:9 Bagian-bagian dari pada kitab itu, yakni Taurat Allah, dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan, sehingga pembacaan dimengerti.

8:10 Lalu Nehemia, yakni kepala daerah itu, dan imam Ezra, ahli kitab itu, dan orang-orang Lewi yang mengajar orang-orang itu, berkata kepada mereka semuanya: “Hari ini adalah kudus bagi TUHAN Allahmu. Jangan kamu berdukacita dan menangis!”, karena semua orang itu menangis ketika mendengar kalimat-kalimat Taurat itu.

8:11 Lalu berkatalah ia kepada mereka: “Pergilah kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa, karena hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita! Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!”

8:12 Juga orang-orang Lewi menyuruh semua orang itu supaya diam dengan kata-kata: “Tenanglah! Hari ini adalah kudus. Jangan kamu bersusah hati!”

Jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan. —1 Petrus 2:2

Tidak Berselera

Saya kehilangan nafsu makan ketika saya terserang sakit flu parah baru-baru ini. Saya bisa menjalani satu hari penuh tanpa banyak makan dan hanya minum air. Namun saya tahu saya tidak akan dapat bertahan lama hanya dengan minum air. Saya harus mengembalikan selera makan saya karena tubuh saya membutuhkan makanan bergizi.

Ketika bangsa Israel kembali dari pengasingan di Babel, selera rohani mereka telah melemah. Mereka telah meninggalkan Allah dan kehendak-Nya. Untuk memulihkan kesehatan rohani mereka, Nehemia mendorong mereka untuk mempelajari Alkitab, dengan Ezra sebagai pengajarnya.

Ezra membacakan kitab Taurat Musa dari pagi hingga siang, agar bangsa itu menikmati kebenaran Allah sebagai makanan rohani mereka (Neh. 8:4). Bangsa itu pun mendengarkan dengan penuh perhatian. Bahkan, selera mereka akan firman Allah begitu tergugah sehingga para pemimpin keluarga, para imam, dan orang-orang Lewi menemui Ezra keesokan harinya untuk mempelajari Taurat dengan lebih teliti karena mereka sangat ingin memahaminya (ay.14).

Ketika kita merasa terpisah dari Allah atau lemah secara rohani, kita dapat menerima santapan rohani yang bergizi dari firman Allah. “Jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan” (1Ptr. 2:2). Mintalah kepada Allah agar Dia memberi Anda hasrat untuk mau kembali menjalin hubungan dengan-Nya, dan mulailah memberi makan hati, jiwa, dan pikiran Anda dengan firman-Nya. —PFC

Tuhan, pecahkanlah roti hayat,
Bagai di tasik dulu Kaubuat.
Kau kerinduanku, ya Tuhanku,
Dikau kucari dalam sabda-Mu. —Lathbury
(Kidung Jemaat, No. 464)

Menikmati santapan firman Allah akan menjaga iman kita tetap kuat dan sehat di dalam Tuhan.

31 Hari Penuh Syukur

Rabu, 1 Januari 2014

31 Hari Penuh Syukur

Baca: Mazmur 136:1-16,26

136:1 Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:2 Bersyukurlah kepada Allah segala allah! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:3 Bersyukurlah kepada Tuhan segala tuhan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:4 Kepada Dia yang seorang diri melakukan keajaiban-keajaiban besar! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:5 Kepada Dia yang menjadikan langit dengan kebijaksanaan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:6 Kepada Dia yang menghamparkan bumi di atas air! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:7 Kepada Dia yang menjadikan benda-benda penerang yang besar; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:8 Matahari untuk menguasai siang; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:9 Bulan dan bintang-bintang untuk menguasai malam! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:10 Kepada Dia yang memukul mati anak-anak sulung Mesir; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:11 Dan membawa Israel keluar dari tengah-tengah mereka; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:12 Dengan tangan yang kuat dan dengan lengan yang teracung! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:13 Kepada Dia yang membelah Laut Teberau menjadi dua belahan; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:14 Dan menyeberangkan Israel dari tengah-tengahnya; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:15 Dan mencampakkan Firaun dengan tentaranya ke Laut Teberau! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:16 Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

136:26 Bersyukurlah kepada Allah semesta langit! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

Bersyukurlah kepada Tuhan segala tuhan! —Mazmur 136:3

31 Hari Penuh Syukur

Menurut banyak kalender di Amerika Serikat, Januari merupakan Bulan untuk Bersyukur Nasional. Mungkin seharusnya bulan ini dijadikan Bulan untuk Bersyukur Sedunia, karena mengucap syukur dapat dengan mudah dilakukan di mana-mana.

Supaya bisa memanfaatkan perayaan dari pengucapan syukur ini dengan sebaik-baiknya, marilah kita memulai dengan melihat apa yang dikatakan Alkitab tentang ucapan syukur.

Kita dapat memulainya dari Mazmur 136, yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata, “Bersyukurlah” (ay.1,26). Berkali-kali dalam pasal ini kita diingatkan pada alasan utama dan satu-satunya untuk menaikkan ucapan syukur kepada Allah kita yang luar biasa, yakni “bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Kita dapat menggunakan waktu sepanjang bulan ini untuk belajar tentang mengucap syukur dari Mazmur 136. Pemazmur mengingatkan kita akan “keajaiban-keajaiban besar” yang diperbuat Allah (ay.4). Ia menceritakan tentang karya penciptaan Allah yang dihasilkan dengan kebijaksanaan-Nya (ay.5). Selanjutnya ia menyebutkan satu demi satu perbuatan Allah dalam membebaskan umat pilihan-Nya dari perbudakan (ay.10-22). Saat kita dengan seksama merenungkan gambaran dari penciptaan dan pembebasan yang terdapat dalam Mazmur 136, kita akan mudah menemukan alasan untuk bersyukur kepada Allah setiap hari dalam Bulan untuk Bersyukur ini.

Tidak ada cara yang lebih baik untuk memulai tahun yang baru selain dengan bersungguh-sungguh menaikkan ucapan syukur kepada Tuhan kita! “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (ay.1). —JDB

Sungguh baiklah bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan,
Dan memuji Engkau, Allah Yang Mahatinggi;
Mewartakan kasih-Mu di waktu pagi,
Dan kesetiaan-Mu di waktu malam! —Psalter

Ketika Anda terpikir tentang segala sesuatu yang baik, ucapkanlah syukur kepada Allah.

Dalam Tangan-Nya

Selasa, 31 Desember 2013

Dalam Tangan-Nya

Baca: Roma 8:31-39

Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. —Filipi 3:12

Ketika menyeberang jalan yang ramai bersama anak-anak kecil di belakang kita, biasanya kita mengulurkan tangan dan berkata, “Pegang tanganku erat-erat,” dan anak-anak yang masih kecil itu akan memegang tangan kita seerat mungkin. Namun kita tidak akan pernah mengandalkan pegangan mereka. Pegangan kitalah yang menggenggam erat tangan mereka dan menjaga supaya mereka aman. Demikianlah Rasul Paulus menegaskan, “Akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus” (Flp. 3:12). Atau lebih tepatnya, “Kristus yang memegangku erat-erat!”

Satu hal yang pasti: bukan pegangan kita kepada Allah yang menjaga supaya kita aman, melainkan kuasa dari pegangan Yesus. Tak seorang pun dapat melepaskan kita dari pegangan-Nya—setan tidak bisa, kita sendiri pun tidak bisa. Setelah kita dipegang-Nya, Dia tidak akan melepaskan kita.

Kami memiliki jaminan ini: “Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (Yoh. 10:28-29).

Inilah keamanan ganda: Bapa kita di satu sisi dan Tuhan dan Juruselamat kita di sisi lainnya, menggenggam kita dengan begitu erat. Tangan-tangan inilah yang membentuk pegunungan dan lautan serta menggantungkan bintang-bintang di angkasa. Tak ada satu pun dalam hidup ini atau di masa datang yang “dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 8:39). —DHR

Bapa, terima kasih karena tangan Kristus yang telah terpaku itu
mau meraihku dan menjagaku selalu. Engkau telah menuntunku
dengan tangan kanan-Mu di sepanjang hidupku. Aku percaya pada
pemeliharaan-Mu dan Engkau menjagaku tetap aman sampai akhir.

Pribadi yang telah menyelamatkan kita kini menjadi Pribadi yang menjaga kita.

Perasaan Campur Aduk

Senin, 30 Desember 2013

Perasaan Campur Aduk

Baca: Wahyu 21:1-7

Di dalam tertawapun hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan. —Amsal 14:13

Bagi saya dan Marlene, “perasaan campur aduk” adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan hari pernikahan kami. Jangan salah sangka. Pernikahan kami merupakan suatu peristiwa yang luar biasa sehingga kami terus merayakannya hingga lebih dari 35 tahun kemudian. Namun pesta pernikahan itu sendiri terasa sendu karena ibunda Marlene meninggal dunia akibat kanker hanya beberapa minggu sebelumnya. Bibi Marlene telah menjadi pengganti yang luar biasa bagi peran “ibu dari mempelai wanita”. Namun di tengah kebahagiaan kami, ada sesuatu yang jelas-jelas hilang. Ibunda Marlene sudah tiada, dan hal itu mempengaruhi segalanya.

Pengalaman kami tersebut mewakili pengalaman kehidupan di tengah dunia yang telah rusak oleh dosa. Pengalamanpengalaman hidup kita di dunia merupakan percampuran antara yang baik dan yang buruk, sukacita dan derita—suatu realitas yang diungkapkan Salomo ketika menuliskan, “Di dalam tertawapun hati dapat merana, dan kesukaan dapat berakhir dengan kedukaan” (Ams. 14:13). Hati yang riang pun bisa dilanda kesusahan, sebab memang itulah yang terkadang harus dijalani dalam kehidupan.

Namun syukurlah, kehidupan ini tak berakhir hanya sampai di sini. Dalam kehidupan yang akan datang, orang-orang yang mengenal Kristus telah memiliki janji: “[Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why. 21:4). Kelak pada hari yang agung tersebut, tidak akan ada perasaan campur aduk—yang ada hanyalah hati orang-orang yang dipenuhi oleh hadirat Allah! —WEC

Damai! damai! damai yang indah,
Dicurahkan oleh Bapa surgawi,
Basuhlah rohku selamanya, ku berdoa,
Dalam limpahan kasih tiada henti. —Cornell

Bagi orang Kristen, duka dan derita yang kelam di bumi kelak diubah menjadi puji-pujian yang indah di surga.