Bahan renungan yang bisa menemani saat teduhmu dan menolongmu dalam membaca firman Tuhan.

Sahabat Doa

Sabtu, 9 Maret 2013

Sahabat Doa

Baca: 1 Tesalonika 3:6-13

Saudara-saudara, doakanlah kami. —1 Tesalonika 5:25

Setelah beberapa bulan lamanya tidak bertemu, saya dan Angie, sahabat saya, bertemu untuk makan siang. Di penghujung pertemuan kami, Angie mengeluarkan selembar kertas yang berisi catatan dari pertemuan kami sebelumnya. Isinya daftar permohonan doa saya yang telah didoakan Angie selama ini. Ia membacakan satu per satu daftar tersebut dan menanyakan apakah Allah sudah menjawabnya atau ada perkembangan lain. Setelah itu, kami pun membicarakan permohonan doa Angie. Betapa indahnya ketika mempunyai seorang sahabat doa!

Rasul Paulus menjalin persahabatan dalam doa dengan para jemaat yang dilayaninya, termasuk dengan jemaat di Tesalonika. Ia berterima kasih kepada Allah untuk iman, kasih, dan pengharapan dari jemaat di kota tersebut (1Tes. 1:2-3). Ia rindu bertemu mereka, dan memohon kepada Allah “siang malam” supaya dapat mengunjungi mereka lagi (3:10-11). Paulus meminta Tuhan untuk menjadikan mereka “bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain” (ay.12). Ia juga berdoa supaya hati mereka tak bercacat dan kudus di hadapan Allah (ay.13). Pastilah jemaat merasa sangat dikuatkan ketika mengetahui perhatian dan doa Paulus bagi mereka. Paulus juga mengetahui bahwa ia sendiri juga membutuhkan kehadiran dan kuasa Allah sehingga ia memohon, “Saudara-saudara, doakanlah kami” (5:25).

Bapa yang penuh kasih, terima kasih karena Engkau menghendaki kami untuk berbicara dengan-Mu. Ajar kami semua untuk menjadi sahabat doa. —AMC

Aku perlu doa mereka yang kukasihi
Dalam menjalani hidup yang berat ini,
Agar aku menjadi tulus dan setia,
Dan hidup setiap hari bagi-Nya. —Vaughn

Sahabat doa adalah sahabat yang terbaik.

Tim Yesus

Jumat, 8 Maret 2013

Tim Yesus

Baca: Lukas 5:27-35

Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi . . . Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” —Lukas 5:27

Di tahun 2002, klub bisbol Oakland Athletics memperkuat tim mereka dengan cara di luar kebiasaan. Mereka telah kehilangan tiga pemain terbaik setelah tahun 2001 dan tak punya uang untuk merekrut pemain bintang lainnya. Jadi Billy Beane sebagai manajer umum memanfaatkan sejumlah statistik yang biasanya terabaikan untuk membentuk satu tim yang terdiri dari para pemain yang kurang dikenal, baik yang sudah melewati masa kejayaan atau yang dinilai tidak cukup bagus oleh tim lain. Tim serabutan ini berhasil meraih kemenangan 20 kali berturut-turut hingga memenangi 103 pertandingan dan menjuarai divisi mereka.

Ini mengingatkan tentang cara Yesus membentuk “tim” yang berisi para murid-Nya. Dia merekrut nelayan kasar dari Galilea, penganut Yahudi fanatik, bahkan pemungut cukai yang dipandang rendah, bernama Lewi (Matius). Ini mengingatkan saya bahwa, “apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat” (1Kor. 1:27). Allah memakai orang yang penuh pengabdian (kecuali Yudas) untuk memulai pergerakan yang memberi pengaruh dahsyat pada dunia sehingga sejak saat itu segalanya berubah sama sekali.

Ada yang bisa kita pelajari dari hal ini. Terkadang kita hanya menghormati mereka yang kaya, terkenal, dan berpengaruh. Dan kita cenderung mengabaikan orang-orang dengan status yang rendah atau mereka yang punya keterbatasan fisik.

Yesus menempatkan sejumlah orang yang terpinggirkan oleh masyarakat ke dalam tim-Nya, dan Dia tidak membeda-bedakan orang. Dengan kuasa dan tuntunan Roh Kudus, kita pun dapat menghormati semua orang dengan tidak membeda-bedakan mereka. —DCE

Dalam Yesus Kristus kita semua setara,
Karena Roh Allah menyatukan kita;
Ketika kita saling memberi hormat,
Kita memuliakan nama Putra-Nya. —Fitzhugh

Tak ada anggota yang tak berarti dalam tubuh Kristus.

Iman Setengah Hati

Kamis, 7 Maret 2013

Iman Setengah Hati

Baca: Filipi 4:10-20

Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. —Filipi 4:19

Ketika sekawanan kupu-kupu menetas di Frederik Meijer Gardens di Grand Rapids, Michigan, mereka menetas di dalam suatu taman tropis yang telah disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Suhunya sempurna. Kelembabannya sempurna. Makanannya mengandung komposisi kalori dan gizi yang seimbang untuk menjaga mereka tetap sehat. Mereka tak perlu terbang ke tempat lain. Namun tetap saja ada sejumlah kupu-kupu yang melihat indahnya langit biru di luar ruang kaca, kemudian menghabiskan hari-harinya dengan terbang mendekat ke langit-langit kaca dan menjauh dari persediaan makanan yang berlimpah.

Saya ingin berkata pada kawanan kupu-kupu itu, “Tidakkah kalian tahu bahwa segala yang kalian perlukan ada di dalam ruang kaca? Keadaan di luar itu dingin dan keras. Kalian akan mati dalam hitungan menit jika kalian mendapatkan yang kalian inginkan.”

Saya bertanya-tanya apakah itu merupakan pesan Allah bagi saya. Jadi saya pun bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku begitu menginginkan hal-hal yang akan merusak hidupku? Apakah aku menggunakan tenagaku untuk meraih apa yang tidak aku butuhkan dan perlukan? Apakah aku mengabaikan pemeliharaan Allah yang melimpah karena aku membayangkan sesuatu yang tak dapat kucapai itu jauh lebih baik? Apakah selama ini aku menjalani imanku dengan setengah hati?

Allah memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan-Nya (Flp. 4:19). Alih-alih mengejar sesuatu yang tidak kita miliki, marilah kita membuka hati untuk menerima semua yang telah diberikan-Nya kepada kita dengan penuh syukur. —JAL

Semua yang kuperlu ada dalam Yesus;
Dia puaskan, sukacita Dia berikan;
Hidupku takkan berarti tanpa-Nya,
Semua kutemukan dalam Yesus. —Loes

Pemeliharaan Allah selalu mencukupkan kebutuhan kita.

Bombom Car

Rabu, 6 Maret 2013

Bombom Car

Baca: Matius 18:23-35

“Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” —Matius 18:21

Kehidupan ini hampir seperti permainan “bombom car” di suatu taman hiburan. Anda masuk ke dalam mobil, tahu betul bahwa Anda akan ditabrak . . . hanya saja Anda tidak tahu seberapa besar benturannya. Setelah ditabrak, Anda pun menginjak pedal gas, mengejar orang yang menabrak Anda, dan berharap dapat membalasnya lebih keras daripada benturannya pada Anda.

Strategi itu mungkin menyenangkan dalam arena “bombom car”, tetapi itu sama sekali bukan strategi yang baik di dalam kehidupan. Ketika mengalami benturan keras di dalam hidup Anda, sikap membalas hanya akan memicu masalah. Pada akhirnya membuat semua pihak menderita kerusakan.

Yesus mempunyai strategi yang lebih baik: Ampunilah mereka yang telah “menabrak” kita. Seperti Petrus, kita mungkin bertanya-tanya sampai berapa kali kita harus mengampuni. Ketika Petrus bertanya kepada Yesus, “Sampai tujuh kali?” Yesus menjawab, “Sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat. 18:21-22). Dengan kata lain, anugerah itu tidak mengenal batas. Kita harus selalu siap untuk mengampuni. Mengapa? Dalam kisah tentang seorang tuan yang mengampuni, Yesus menjelaskan bahwa kita mengampuni bukan karena mereka yang menyakiti kita itu layak diampuni, melainkan karena kita sudah diampuni. Tuan itu berkata, “Seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” (ay.32-33).

Karena kita termasuk orang yang sudah menerima anugerah pengampunan, marilah menghentikan kerusakan dan mulai berbagi berkat pengampunan itu kepada sesama. —JMS

Tuhan, ingatkan betapa dalamnya kami telah mengecewakan-Mu dan
betapa seringnya Engkau telah melimpahkan anugerah pengampunan
bagi kami. Ajar kami untuk mengampuni sesama dan mempercayai-Mu
dalam menghadapi orang yang bersalah kepada kami.

Pengampunan adalah anugerah Allah yang diwujudkan melalui kita.

Waktu Luang Yang Dipaksakan

Selasa, 5 Maret 2013

Waktu Luang Yang Dipaksakan

Baca: Zefanya 3:14-20

TUHAN Allahmu . . . memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai. —Zefanya 3:17

Pada suatu masa menjelang Natal, seorang teman didiagnosa terkena leukemia dan dianjurkan untuk segera menjalani kemoterapi. Baru beberapa minggu sebelumnya, Kim berkata kepada teman-temannya betapa ia merasa sangat diberkati dan bahagia karena memiliki keluarga yang penuh kasih, rumah yang nyaman, dan seorang cucu laki-laki yang baru lahir. Ketika harus menginap di rumah sakit, Kim berdoa agar Yesus menyatakan kehadiran-Nya dan terus mendampinginya.

Selama tujuh bulan berikutnya, Kim harus menjalani perawatan yang diikuti dengan semacam pengasingan diri. Masa-masa itu disebutnya sebagai “waktu luang yang dipaksakan”. Kim mengatakan bahwa ia belajar untuk mengurangi kecepatan, berpikir dengan tenang, dan menikmati kebaikan, kasih, dan rencana Allah yang sempurna, tanpa mencemaskan apakah ia akan disembuhkan atau tidak.

Salah satu janji Allah bagi umat-Nya Israel telah dirasakan Kim secara pribadi: “TUHAN Allahmu . . . memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai” (Zef. 3:17).

Kim memperoleh pemulihan setelah menempuh suatu proses yang menurutnya telah mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Sekarang ketika kembali dalam rutinitasnya, ia sering berhenti sejenak untuk mengingat kembali pelajaran dari “waktu luang yang dipaksakan” itu. Baik di masa yang tenang atau yang penuh tantangan, alangkah pentingnya kita mendekat kepada Allah untuk mendengarkan suara-Nya dan menyerahkan hidup kita ke dalam tangan-Nya. —DCM

Hati yang gundah, pikiran yang letih
Adalah beban berat untuk dipikul;
Kurangnya damai, beratnya beban
Diangkat oleh Allah yang peduli. —Fitzhugh

Manusia punya tempat khusus di dalam hati Allah.

Mereka Memperhatikan

Senin, 4 Maret 2013

Mereka Memperhatikan

Baca: Titus 3:1-8

Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. —Titus 3:2

Beberapa dekade telah berlalu sejak terjadinya peristiwa semasa SMA yang mengecewakan saya. Pada saat itu, bermain olahraga sangatlah penting bagi saya. Saya mencurahkan perhatian untuk bermain basket dan berlatih selama ratusan jam. Meski selalu menjadi anggota tim basket sejak SMP, saya gagal masuk ke tim basket SMA di tahun terakhir saya. Saya benar-benar kecewa.

Meski kecewa dan bingung, saya tetap berada dalam tim. Saya menonton, merekam statistik pertandingan, dan mencatat jumlah tembakan yang gagal atau yang berhasil dimasukkan teman-teman saya. Meski saya tak ikut bermain, tim kami berhasil mencapai semifinal dari kejuaraan di negara bagian kami. Terus terang, tak pernah terpikir tentang pendapat mereka ketika melihat sikap saya. Saya hanya berusaha menyibukkan diri. Oleh karena itu, saya terkejut baru-baru ini ketika mendengar beberapa teman sekelas saya berkata kepada saudara saya bahwa ketika melihat sikap saya, mereka belajar sesuatu tentang iman Kristen, yaitu gambaran tentang Kristus. Saya tak bermaksud meminta Anda untuk meniru sikap saya, karena saya sendiri tidak yakin dengan yang telah saya lakukan. Maksud saya adalah: Orang lain memperhatikan diri kita, baik kita sadari atau tidak.

Dalam Titus 3:1-8, Paulus menerangkan tentang kehidupan yang dimampukan Allah untuk kita jalani—suatu kehidupan yang saling menghormati, taat, dan penuh kebaikan. Semua itu merupakan dampak dari kelahiran baru melalui Yesus dan pembaruan oleh Roh Kudus yang telah dicurahkan kepada kita.

Saat menjalani kehidupan yang dipimpin Roh, Allah akan menyatakan realitas kehadiran-Nya kepada orang lain melalui kita. —JDB

Bapa yang baik, Engkau tahu betapa tidak sempurnanya aku.
Perlengkapi aku melalui Roh-Mu agar aku menunjukkan kasih
dan hormat di dalam hidupku sehingga orang lain
akan melihat-Mu melalui diriku.

Seorang Kristen merupakan khotbah yang hidup, baik ia pernah berkhotbah ataupun tidak.

Keterbukaan Yang Menyegarkan

Minggu, 3 Maret 2013

Keterbukaan Yang Menyegarkan

Baca: Yohanes 4:7-26

Barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, . . . ia akan berbahagia oleh perbuatannya. —Yakobus 1:25

Di antara sekian banyak hal yang saya sukai dari ibu saya, yang paling saya sukai adalah keterbukaannya. Saya sering menelepon untuk meminta pendapatnya tentang suatu hal, dan ia selalu menanggapi dengan kata-kata berikut, “Jangan tanya pendapatku kecuali kau mau mendengarnya. Aku takkan mengatakan apa yang ingin kau dengar. Aku mengatakan kepadamu apa yang kupikirkan.”

Di tengah budaya di mana kata-kata diucapkan dengan hati-hati, ucapannya yang blak-blakan tersebut sungguh menyegarkan. Ini juga menjadi salah satu ciri seorang sahabat sejati. Sahabat sejati mengucapkan kebenaran kepada kita di dalam kasih— bahkan ketika kebenaran itu bukanlah hal yang ingin kita dengar. Dalam kitab Amsal tertulis, “Seorang kawan memukul dengan maksud baik” (27:6).

Inilah salah satu alasan mengapa Yesus adalah sahabat yang terbaik. Ketika bertemu seorang perempuan Samaria di tepi sumur (Yoh. 4:7-26), Yesus menolak untuk terseret ke dalam perdebatan mengenai hal-hal yang tidak terlalu penting. Dia memilih untuk menggali masalah dan kebutuhan hati yang terdalam dari sang perempuan. Yesus menantangnya untuk mengenal sifat Bapa yang sejati dan juga berbicara tentang impiannya yang hancur dan kekecewaannya yang mendalam dengan penuh kasih.

Ketika kita berjalan bersama Tuhan, biarlah kita mengizinkan-Nya untuk berbicara secara terbuka melalui Kitab Suci tentang kondisi hati kita yang sesungguhnya. Tujuannya adalah supaya kita datang kepada Allah dan menemukan kasih karunia-Nya yang dapat menolong kita pada waktunya. —WEC

Bapa, terima kasih Engkau telah mengirim Putra-Mu untuk menjadi
Juruselamat dan Sahabatku yang terbaik. Tolong aku agar belajar
dari-Nya untuk berbicara dengan penuh kejujuran sehingga aku
sanggup menolong orang-orang yang terluka di sekelilingku.

Yesus selalu mengatakan kebenaran kepada kita.

Orang Yang Baik

Sabtu, 2 Maret 2013

Orang Yang Baik

Baca: Roma 3:10-18

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. —Efesus 2:8

“Jerry adalah orang yang baik,” kata pendeta yang melayani ibadah untuk mengenang mendiang Jerald Steven. “Jerry mencintai keluarganya. Ia setia kepada istrinya. Ia melayani negaranya sebagai seorang tentara. Ia seorang ayah dan kakek yang luar biasa. Ia seorang sahabat yang sangat baik.”

Di hadapan para sahabat dan keluarga yang berkumpul, pendeta tersebut selanjutnya mengatakan bahwa hidup Jerry yang begitu baik dan semua perbuatan baiknya tidaklah cukup untuk memberinya jaminan akan suatu tempat di surga. Bahkan Jerry sendiri pasti setuju dengan perkataan ini!

Jerry mempercayai perkataan Alkitab berikut: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23) dan “upah dosa ialah maut” (6:23). Tujuan akhir yang kekal dalam jalan hidup Jerry tidak ditentukan oleh sebaik apa pun ia telah menjalani hidupnya, tetapi sepenuhnya ditentukan oleh Yesus yang telah mati baginya untuk membayar upah dosa. Jerry percaya bahwa setiap orang harus secara pribadi menerima pemberian Allah yang diberikan dengan cuma-cuma, yaitu “hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (6:23).

Jerry memang orang yang baik, tetapi ia tidak akan pernah “cukup baik”. Demikian pula kita. Hanya karena kasih karunia, kita dapat diselamatkan oleh iman. Dan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan usaha kita sebagai manusia. Ini adalah “pemberian Allah” (Ef. 2:8).

“Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!” (2Kor. 9:15). —CHK

Sempurnalah karya Kristus bagi keselamatanku!
Usahaku tak menambah yang telah dilakukan-Nya;
Kini kusujud menyembah di kaki Tuanku,
Dan menghormati Putra Tunggal Sang Bapa. —Hess

Kita tidak diselamatkan oleh perbuatan baik, tetapi oleh karya Allah saja.

Mengharapkan Perkara Besar

Jumat, 1 Maret 2013

Mengharapkan Perkara Besar

Baca: Ibrani 11:32-40

Yang karena iman . . . beroleh kekuatan dalam kelemahan. —Ibrani 11:33-34

William Carey adalah orang biasa yang memiliki iman luar biasa. Lahir dari keluarga kelas pekerja di abad ke-18, Carey mencari nafkah sebagai tukang sepatu. Sembari membuat sepatu, Carey mempelajari teologi dan catatan harian dari para penjelajah. Allah menggunakan firman-Nya dan kisah tentang ditemukannya suku-suku bangsa yang baru untuk menaruh beban bagi penginjilan global di dalam hati Carey. Ia berangkat ke India sebagai misionaris, dan ia tidak hanya memberitakan Injil, tetapi juga mempelajari dialek-dialek bangsa India yang memampukannya untuk menerjemahkan firman Allah ke dalam bahasa-bahasa tersebut. Kerinduan Carey bagi pekerjaan misi ini terungkap melalui kata-katanya: “Harapkan perkara-perkara besar dari Allah; lakukan perkara-perkara besar bagi Allah.” Carey menerapkan ungkapan tersebut di dalam hidupnya, dan ribuan orang telah tergugah untuk mengikuti jejaknya dalam melayani sebagai misionaris.

Alkitab bercerita tentang banyak tokoh. Iman mereka kepada Allah telah menghasilkan dampak yang mengagumkan. Kitab Ibrani menceritakan tentang mereka “yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan” (11:33-34).

Daftar para pahlawan iman ini terus bertambah di sepanjang zaman, dan kita pun dapat menjadi bagian dari daftar tersebut. Karena kuasa Allah dan kesetiaan-Nya, kita dapat melakukan perkara-perkara besar bagi Allah dan mengharapkan perkara-perkara besar dari-Nya. —HDF

Jika Allah bisa menggantungkan bintang di langit,
Bisa melukis awan yang berarak lalu,
Bisa mengutus matahari melintasi langit,
Apa yang bisa dilakukan kuasa-Nya melalui dirimu? —Jones

Jika Allah menjadi mitra Anda, Anda dapat merancang perkara-perkara besar!