Posts

Mengatasi Burnout di Tempat Kerja

Oleh Santi Jaya Hutabarat, Medan

Aku kembali melihat arloji di lengan kiriku, untuk kesekian kalinya dalam 30 menit. Aku tidak sabar menunggu jarumnya menunjuk angka 4 pertanda waktu mengajarku selesai. Memasuki tahun terakhir di kampus, sembari mengerjakan skripsi aku menerima tawaran mengajar persiapan Ujian Nasional bagi anak SMA di salah satu daerah di Sumatera Utara. Walau sudah beberapa kali punya kesempatan untuk menjadi pendidik, rasa jenuh dan keinginan untuk segera selesai mengajar tidak selalu berhasil kuhindari.

Bekerja dan berhadapan dengan anak didik sebagai manusia dengan kehendak bebas yang kaya dengan berbagai respons atau pun tingkah laku di setiap harinya tidak menjadi jaminan bagi seorang pendidik untuk tidak mengalami kejenuhan bekerja atau dikenal dengan istilah burnout. WHO yang merupakan organisasi kesehatan dunia mendefinisikan burnout sebagai sindrom yang dihasilkan stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola dengan baik. Sindrom tersebut ditandai dengan tiga hal: pertama, merasa kehilangan energi atau kelelahan; kedua, meningkatnya keinginan untuk mengasingkan diri dari pekerjaan, atau adanya perasaan negatif atau sinisme terhadap pekerjaan; dan yang ketiga berkurangnya efikasi profesional.

Secara umum burnout menggambarakan kondisi di mana seseorang merasa lelah dan jenuh dengan pekerjaannya. Dari 1 Raja-raja 19:1-18, kita bisa membaca kisah tentang nabi Elia yang melarikan diri ke padang gurun. Elia menghindari pengejaran ratu Izebel yang mengancam ingin membunuhnya. “Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku”, katanya ingin mati (ayat 4). Merasa gagal dengan yang dikerjakan, ketakutan akan keselamatan diri dan kelelahan fisik setelah berjalan seharian penuh menggiring rasa ingin mati pada Elia.

Hal yang sama juga dapat terjadi pada kita. Sebagai pendidik tidak jarang aku merasa kurang maksimal ketika aku melihat anak didikku kesulitan mengerti materi yang kami bahas, terkadang aku khawatir tentang pertumbuhan karakter mereka dengan semua pengaruh teknologi yang mereka gunakan dan seringkali hal itu membuatku mempertimbangkan untuk meninggalkan profesi yang idealnya memanusiakan manusia tersebut.

Apa pun pekerjaan yang sedang kita tekuni, bukan tidak mungkin kita mengalami kejenuhan. Kendati WHO menyarankan agar perusahaan/tempat bekerja untuk menfasilitasi pencegahan atau pun penyembuhan burnout pada pekerja, secara pribadi kita juga bisa menerapkan beberapa hal berikut untuk membantu menghindari ataupun mengatasi burnout :

  1. Memiliki motivasi kerja yang benar (Kolose 3:23)
  2. Mengerjakan segala sesuatu untuk Tuhan mungkin terdengar klise karena setiap pekerjaan tentu mempunyai target yang harus dicapai dalam jangka waktu tertentu. Jurnalis yang mesti memenuhi jumlah berita minimal yang diterbitkan, manager pemasaran yang harus mencapai target penjualan, supir angkot yang perlu kejar setoran serta pekerjaan lain dengan target-target yang wajib diselesaikan.

    Keberhasilan memenuhi target kerja tentu berpengaruh baik pada karier dan kesejahteraan kita, namun acap kali motivasi pengejaran tersebut berubah menjadi ambisi berlebihan berujung serakah. Gaji yang besar, kenaikan pangkat, pujian dari atasan memang perlu bagi kita namun tidak selalu menjadi kebutuhan kita yang utama, kelegaan dan sukacita ketika bekerja tentu menjadi award yang tidak terukur.

  3. Memiliki perencanaan yang dikerjakan (Amsal 21:5)
  4. Mengerjakan tugas dengan sistem kebut semalam (SKS), menyelesaikan laporan bulanan sampai subuh, menonton drama dari pagi hingga pagi adalah contoh kegiatan yang mungkin pernah kita kerjakan. Selain berbahaya bagi kesehatan tubuh dan performa dalam bekerja, hal tersebut bisa jadi alarm untuk manajemen waktu yang kita punya. Demikian halnya dalam bekerja, kita mungkin kerap menunda-nunda pengerjaanya atau sebaliknya kita sangat bersemangat hingga ingin segera menyelesaikannya.

    Dengan pertimbangan, kita bisa menyusun perencanaan tentang mana pekerjaan yang harus diselesaikan dulu, memutuskan kapan waktu untuk microbreak atau rehat kilat dengan bermain gim atau mendengarkan musik, mengatur jadwal makan yang teratur serta aktivitas lainnya yang kita kerjakan di tempat kerja (Amsal 15:22). Tentang hal ini, Tuhan Yesus juga mengingatkan orang yang mengikut Dia dalam perjalanan-Nya tentang pentingnya perencanaan sebelum mengerjakan sesuatu. Dia menggunakan ilustrasi tentang seseorang yang akan melihat ketersediaan anggarannya sebelum mendirikan menara serta tentang seorang raja yang akan mengatur strategi sebelum berperang (Lukas 14:28-31).

  5. Menjalin relasi yang baik (Ibrani 10:22-25)
  6. Abai dalam menjalin relasi kepada Tuhan dan kepada sesama dengan berbagai alasan sering menggiring kita untuk selalu asyik sendiri seakan punya dunia sendiri. Baik kepada Tuhan maupun terhadap sesama, relasi dibangun lewat komunikasi. Kita menemukan kekuatan di saat lemah dan semangat ketika kita merasa tidak berdaya untuk melanjutkan pekerjaan kita lewat relasi dengan Tuhan (Yesaya 40:29). Sama halnya dengan relasi dengan mereka yang kita temui hampir setiap hari di jam kerja. Sapaan di pagi hari, lelucon receh dari rekan kerja, pujian dan kerjasama yang baik dengan teman-teman di kantor sampai saling menolong dan berbagi suka-duka dengan mereka dapat menjadi sumber sukacita di tempat kerja.

    Datang menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh dan saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih di tempat bekerja merupakan bentuk relasi yang bisa membantu kita mengatasi burnout yang sedang kita alami.

Menjadi rekan sekerja Allah melalui pekerjaan kita tentu tidak menjamin kita terbebas dari belenggu kejenuhan (burnout). Selain mencoba ketiga hal diatas, dengan akal budi yang dianugerahkan Allah kepada kita, kiranya kita juga terus berusaha mengatasi kejenuhan (burnout) yang kita alami serta senantiasa mengimani bahwa Allah tetap menyertai kita untuk melaluinya (Yesaya 41:10).

Soli Deo Gloria.

Baca Juga:

Kemarin Aku Gagal, Hari Ini Aku Memilih Mengucap Syukur

Meski di awal usahaku meniti karier pil terasa getir, tapi aku mau tetap membuka hatiku untuk mengecap kebaikan-Nya. Aku mau tetap mengucap syukur.