Posts

Ketika Pilihan Bebasku Selalu Mengerucut ke Arah Dosa

Oleh Rio Hosana, Surabaya

Bangun tidur, beraktivitas, hingga tidur lagi. Dalam rentangan momen itu, ada banyak sekali kegiatan yang kita lakukan. Suatu kali, terbersit pertanyaan dalam pikiranku.

Apakah yang aku lakukan hari ini Tuhan sudah terlebih dahulu mengetahuinya? Apakah ketika aku mengetik tulisan ini sekarang, Tuhan sudah merancangkannya? Apakah ketika esok hari aku bangun, Tuhan juga sudah melihatnya lebih dulu? Begitu pula dengan dosaku, apakah Allah sudah mengetahuinya? Apakah Dia telah mengintip pelanggaranku? Bagaimana dengan setiap ketaatan yang aku lakukan?

Daftar pertanyaan itu lantas mengantarku pada suatu perenungan akan hidupku. Hidupku berada dalam dua pilihan: Allah, atau aku yang menentukan? Tapi kusadar jawabannya tidak sesederhana asal memilih. Ada sebuah paradoksal dalam kehidupan ini, sesuatu yang berkontradiksi dan tidak dapat dijelaskan dengan akalku yang terbatas. Aku sadar betul hari ini aku merancangkan segala sesuatunya dengan baik. Aku berpikir tentang renungan dan berdoa pagi, dan benar saja, aku melakukannya. Aku menetapkan hari ini akan diadakan rapat dan aku mengikutinya. Aku berpikir perlu ada sharing session bersama komunitasku di malam hari dan aku menghadirinya. Dengan begitu, jelas aku menjamin bahwa hidup yang kuhidupi hari ini adalah kebebasanku sendiri (free will).

Namun, ketika aku melihat ke dalam diriku yang penuh dosa ini, aku menyadari bahwa Allah berdaulat di dalam setiap pilihanku—atau, memang sejak awal Dialah yang memegang kendali atas hidupku?

Akibat daripada dosa, kebebasanku cenderung membawaku ke arah yang sesat. Alih-alih renungan dan berdoa pagi, aku lebih memilih tidur lebih lama untuk menebus jam-jam tidurku yang hilang. Daripada menghadiri rapat strategis, aku lebih memilih duduk santai dan melupakan tanggung jawabku. Daripada meluangkan waktu untuk sharing dengan komunitas, aku memilih pergi ke tempat hiburan dan melepas penat di sana. Pilihan bebasku selalu mengerucut ke arah dosa, tetapi kasih Allah menyelamatkanku dan memampukanku untuk memilih apa yang benar dan tepat bagi pertumbuhan rohaniku, juga untuk kemuliaan nama-Nya.

Mazmur Daud berkata: “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya.” (37:23-24).

Ayat ini meneguhkanku bahwa pertumbuhanku berada di dalam tangan Allah, sekaligus dengan penuh kesadaran aku melakukannya. Kasih Allah mengintervensi pilihanku yang kecenderungannya membawaku pada kesesatan dan mengubahnya dari yang jahat menuju apa yang baik bagi-Nya. Hidupku dituntun oleh Allah dan aku melangkah mengikuti-Nya setapak demi setapak. Pun bila hari ini aku terjatuh di dalam dosa dan gagal untuk melihat pimpinan-Nya, Ia tidak akan membiarkan aku mati dan musnah. Sebab demikianlah Firman Tuhan: “apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.” (Mazmur 37:24).

Betapa bahagianya menjalani hidup yang telah ditentukan oleh Allah, sebab di dalam hidup ini aku tidak merasa seperti robot. Hidup yang ditentukan oleh Allah mengandung kebebasan dan kesadaran, bukan kekangan untuk berlaku sesuai diktat dari-Nya. Jika bisa kutulis dalam kalimat sederhana, mungkin beginilah kesimpulan dari perenunganku: Aku dapat hidup bebas, melakukan apa yang kukehendaki dan itu semua ada di dalam kedaulatan-Nya. Artinya, aku merasa bebas, tetapi dipimpin oleh kasih karunia Allah. Apabila aku bertumbuh, aku mengucap syukur atas kemurahan-Nya. Apabila aku jatuh, aku tidak akan dibiarkan terjatuh sampai tergeletak. Betapa bahagianya menjalani hidup yang telah ditentukan oleh Allah!

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Jalan Panjang Menang dari Candu Pornografi dan Masturbasi

Oleh Aaron Sebastian Surya

Shalom!

Perkenalkan, aku Aaron, seorang dokter yang tengah dalam pemulihan dari candu, dan pada kesempatan ini izinkan aku menceritakan kisah pribadiku.

Perjalanan panjangku terikat dengan candu ini berawal dari kegemaranku bermain jigsaw puzzle dan duduk kursi berlengan dengan motif Winnie the Pooh saat aku berumur 9 tahun. Pokoknya nyaman banget deh kalo duduk di situ. Saat mau menyelesaikan puzzle tersebut, ada beberapa bagian puzzlenya tersisip di selipan kursinya. Pada saat itu aku mencoba merogoh selipan kursi empuk itu sampai ketemu bagian-bagian puzzle yang terselip, dan setelah ketemu aku duduk di kursinya. Tanpa sengaja, saat aku merogoh sambil berlutut, bagian genitalku tergesek. Gesekan itu membuatku merasakan sensasi yang mengenakkan sekali, tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Yang membuat aku bingung pada saat itu, kok celanaku basah? Itulah momen aku pertama kali melakukan masturbasi tanpa disadari.

Saat itu aku masih anak kecil kelas 3 SD. Tidak ada pemikiran apa pun yang kupahami tentang seksualitas. Namun, insting eksploratif yang berkembang pada usia tersebut membuatku mencari cara untuk merasakan sensasi enak yang pernah kurasakan tadi. Tidak ada anggota keluarga yang tahu tentang aktivitasku ini karena aku tidak menceritakannya. Sejak saat itu, aku jadi senang melihat lawan jenis yang tampil dengan busana-busana seksi di televisi. 

Mendekati usia puber, saat di kelas 6SD aku semakin kecanduan dengan aktivitas masturbasi ini karena aku bisa mengakses internet. Ada satu temanku yang aku anggap dekat. Saat di kelas dia berbisik, “Ron, nanti pas di rumah coba akses ini deh, tinggal buka komputer, sambungin internet, terus di browsernya ketik kata-kata kunci ini. Habis itu tinggal klik deh link-nya mau yang mana.” Karena yang menyarankan itu teman baikku dan juga mulai muncul rasa penasaran, aku lakukan apa yang dia disarankan. Itulah momen aku pertama kali menyaksikan pornografi tanpa disadari.

Semenjak itu, kombinasi masturbasi dan pornografi menggerogoti hidupku perlahan-lahan. Aku benar-benar hidup dalam dosa tersebut tanpa aku sadar dan tahu bahwa ini adalah dosa. Awalnya berupa ketidaksengajaan dan rasa penasaran, pada akhirnya melekat sebagai rutinitas. Syukur kepada Tuhan, saat aku kelas 1 SMP kebenaran Tuhan telah disingkapkan padaku. Lewat pelajaran agama di sekolah, guruku memberi tahu bahwa kedua hal yang telah kulakukan dari SD itu adalah dosa. Sejak saat itu, setiap kali aku jatuh dalam dosa, aku selalu mengakui dosa-dosaku dalam ibadah di gereja. Namun, perjalanan untuk bisa lepas dari candu ini adalah perjalanan yang tidak mudah. 

Dalam tahun-tahun hidupku setelahnya, aku sempat bertanya-tanya, apakah aku sungguh jadi orang Kristen jika tetap memelihara kehidupan seperti ini? Kucari tahu berbagai cara untuk bisa lepas dari dosa yang menjerat ini. Kucari khotbah di YouTube tentang masturbasi, pornografi, identitas Kristen, melawan keinginan daging, serta spiritualitas. Pelan-pelan, semua materi yang kusimak menolongku menyusun strategi untuk menanggulangi pergumulan dosaku. Dan, yang aku yakini adalah Roh Kudus tidak tinggal diam. Lewat kerinduan untuk berubah yang mendorongku mencari khotbah-khotbah, aku tahu Roh Kudus sedang bekerja untuk memimpinku lepas dari kecanduan ini. Beberapa Firman yang dibukakan kepadaku antara lain Matius 5:27-28, 1 Korintus 6:18-20, dan Roma 12:1-2. Mulai saat inilah aku berjuang melawan candu ini, peperangan antara melakukan kehendakku atau kehendak-Nya terus berlanjut. Yang dulunya aku tidak sadar bahwa yang kulakukan itu dosa, kini aku telah disadarkan.

Namun setiap kali aku tergoda, seringkali aku jatuh berulang-ulang kali di lubang yang sama. Efeknya, aku selalu diikuti rasa bersalah, merasa tidak layak untuk menghampiri Tuhan, sehingga inginnya menjauh dari hadirat-Nya. Namun, puji Tuhan! Dia tidak membiarkanku lari terlalu lama dan jauh daripada-Nya. Aku ingat kisah Alkitab tentang si bungsu yang melarikan diri dari bapanya. Si bungsu terhilang dan menghabiskan hidupnya di kandang babi. Aku yang tahu kisah itu tidak ingin berlama-lama di dalam ‘kandang babi’. Aku ingin dan harus segera kembali ke pelukan Bapa. Aku juga diingatkan bahwa di luar Tuhan, aku tidak bisa berbuat apa-apa (Yohanes 15:5). Meskipun aku berusaha menjauh dari Tuhan, aku tidak akan pernah bisa terpisahkan dari-Nya (Mazmur 139:7-10). Tuhan juga berfirman bahwa saat aku mendekat kepada-Nya, Dia akan mendekat kepadaku (Yakobus 4:8a).

Aku terus berdoa mengaku dosa-dosaku kepada Tuhan, dan diakhiri dengan berkomitmen untuk menjauhi masturbasi dan mengonsumsi pornografi lagi. Apakah aku segera bebas dari candu itu? Bagi aku tidak semudah itu. Siklus jatuh dalam dosa masturbasi dan pornografi, merasa bersalah, menjauh, mengaku dosa, berjanji untuk tidak mengulang, kemudian jatuh lagi terjadi terus-menerus, seperti lingkaran setan. Tuhan mengizinkan aku berproses selama bertahun-tahun untuk mengalami kebebasan dari candu tersebut.

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10:13). Inilah salah satu ayat Alkitab yang menguatkanku. Tuhan memberikan aku jalan keluar, tetapi itu dimulai dari aku memberanikan diri untuk mengakui dosa-dosaku kepada sesamaku, karena selama ini kupikir aku cukup mengakui dosa kepada Tuhan saja. Kepada rekan-rekan di gereja aku memberanikan diri untuk mengaku dan mereka pun mendukungku untuk hidup benar. Setelah bersaksi, aku bukannya dihakimi atau dipandang rendah, tetapi aku diberikan penguatan dan dukungan doa oleh sesamaku, sesuai dengan Firman yang berbunyi: “…hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh” (Yakobus 5:16). Dari kejadian itulah aku disadarkan bahwa aku tidak perlu malu dengan dosaku, malah justru perbuatan-perbuatan gelap tersebut perlu dibawa ke dalam terang Kristus supaya hilang kuasanya atas diriku. Keterbukaan memang adalah awal dari pemulihan.  Namun, penting untuk kita ingat bahwa keterbukaan ini perlu kita lakukan pada tempat yang aman dan benar, yakni kepada saudara seiman dalam kelompok kecil, keluarga, atau mentor-mentor rohani yang dapat dipercaya, yang setelah mendengar kesaksian kita bersedia menjadi kawan yang mengingatkan dan menuntun kita untuk tidak terus jatuh di dalam dosa.

Dari sinilah aku semakin bertekun dalam pengenalan akan Firman Tuhan, berpartisipasi dalam kelompok kecil di gereja, menjalin hubungan yang bertanggung jawab bersama sesama dengan pergumulan yang sama sehingga aku bisa di titik sekarang ini. Kini Tuhan menganugerahkan kekuatan kepadaku untuk bisa mengatakan tidak pada keinginan dagingku, dan ya pada keinginan Roh Kudus. Syukur kepada Tuhan, Ia telah membebaskanku dari candu dosa seksual selama 1 bulan lebih, setelah 20 tahun bergumul. Aku tidak kebal dengan pencobaan-pencobaan tersebut, tetapi Tuhan telah menyadarkan aku kembali kepada identitasku yang sesungguhnya. Di dalam Kristus, aku adalah ciptaan baru, yang lama sudah tiada, yang baru telah datang.  

Ketika godaan itu datang, aku menggunakan strategi B.R.A.C.E:

B: Breath, take a few deep breaths

Ambil waktu untuk tarik napas yang dalam, untuk memberi kesempatan supaya otak dapat berpikir lebih jernih.

R: Remember the Truth

Mengingat kebenaran Firman Tuhan mengenai dosa seksual dan identitas kita sesungguhnya sebagai anak Tuhan yang kudus. Hal ini dapat dilakukan bila kita terlebih dahulu menghafal, mengerti dan menghidupi ayat-ayat Alkitab tersebut.

A: Ask God for help

Memohon pertolongan Tuhan. Jujur dan akui kelemahan kita bahwa kita tidak sanggup, dan doa “Tuhan, tolong aku!”

C: Call an accountability partner

Menghubungi teman akuntabel yang sama-sama berjuang dalam memenangkan pergumulan yang sama.

E: Escape the situation

Kabur sejauh mungkin dari situasinya, katakan TIDAK pada keinginan dagingnya.

Aku yakin sepenuhnya, Tuhan Yesus yang telah memulihkan aku dari candu yang aku sempat tidak sadari akan memulihkan teman-teman sekalian juga. Hanya saja, apakah kamu mau mengakui ketidakberdayaanmu dan memohon pertolongan saudara seiman serta pertolongan-Nya?

Tuhan Yesus Kristus memberkati teman-teman sekalian. Salam sehat tubuh, jiwa, dan roh!

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

3 Tips Supaya Kamu Tidak Jatuh di Lubang yang Sama

Oleh Jenni, Bandung

Hidup dalam pertobatan tidak semudah membicarakannya. Seringkali ketika hari ini kita berkomitmen untuk bertobat kita akan mengalami tantangan yang semakin besar. Tak jarang kita jatuh lagi dan lagi sehingga kita pun ingin menyerah saja.

Namun, itu memang harga yang harus dibayar untuk hidup dalam pertobatan. Kita pasti mengalami proses jatuh dan bangun. Buatku sendiri yang sampai saat ini masih berjuang hidup dalam pertobatan, aku kadang memaklumi kebiasaan-kebiasaan burukku yang membuat aku jadi mempertanyakan komitmen pertobatanku.

Tapi, syukur kepada Tuhan bahwa aku tidak ditinggalkan sendirian. Ada empat hal yang terus kulatih setiap hari:

1. Terus menyelidiki diri sendiri

Efesus 5:15-16 berbunyi, “karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”

Ayat ini mengingatkanku untuk mengambil waktu sejenak dan memperhatikan caraku hidup. Bagaimana dan mengapa aku melakukan sesuatu. Aku pun menemukan sebuah kebiasaan yang, tidak tampak berbahaya, tetapi cukup perlu diperhatikan.

Karena kesibukan yang menyita waktu, aku memilih belanja online agar menghemat waktu. Biasanya, setelah mendapatkan produk yang diperlukan aku tidak akan langsung menutup aplikasi. Aku berpikir untuk melihat-lihat produk lain. Ya, siapa tahu kapan-kapan aku perlu. Maka, dengan niat demikian aku pun melanjutkan berselancar di aplikasi belanja online.

Kukira, aku sedang survey membandingkan produk terbaik dari sekian banyak toko. Ternyata, pengendalian diriku lemah. Alhasil, niatanku berubah menjadi cuci mata. Efesus 5:15-16 membantuku menemukan bahwa selama ini aku telah tertipu dengan pola pikirku sendiri.

Berbelanja online tidaklah salah dan berdosa, tetapi ketika aku membiarkan diriku dikuasai oleh hawa nafsu impulsif untuk membeli barang tanpa mempertimbangkannya, bisa jadi aku sedang membiarkan diriku terjebak dalam dosa yang lebih dalam. Bukan tidak mungkin jika kebiasaan ini kuteruskan aku akan menghabiskan lebih banyak uang yang jumlahnya lebih besar dari pengeluaranku.

2. Lihat manfaat dari segala sesuatu

1 Korintus 10:23 berbunyi, “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.

Firman ini mengingatkanku bahwa tidak semua yang terlihat aman itu berguna dan membangun. Perlu kebijaksanaan dalam memutuskan untuk melakukan sesuatu. Contohnya, dengan belanja online aku bisa dengan mudah menemukan produk yang mungkin akan sulit ditemukan jika belum tahu tempatnya. Sebenarnya, jika digunakan dengan tepat, manfaatnya besar. Akan tetapi jika digunakan dengan sebaliknya, maka lebih banyak kerugiannya.

Waktu yang aku gunakan untuk cuci mata sebenarnya bisa aku gunakan untuk hal lain yang berguna dan membangun. 1 Korintus 10:23 menuntunku untuk mempertanyakan manfaat dan kegunaan segala sesuatu. Memang, tidak semua hal jelas-jelas terlihat merugikan atau buruk. Namun, tidak semua hal berguna. Ayat ini mengajarkanku untuk melakukan yang benar.

3.  Apakah pengalaman orang lain cukup? Atau haruskah aku mengalami sendiri?

Pada Amsal 8:33 dituliskan, “Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak, janganlah mengabaikannya.”

Orang bijak belajar dari pengalaman orang lain. Terkadang, saat dilanda galau memilih produk yang hendak dibeli, aku akan meminta saran pada salah satu teman yang kuanggap paham seluk beluk belanja online. Sayangnya, tidak semua sarannya aku sukai. 

Temanku menyarankan bahwa beberapa produk sebaiknya tidak dibeli online karena, risiko yang menanti cukup besar. Akan tetapi, saking magernya, aku menolak dan tetap check-out. Sayang disayang, perkataan temanku itu ternyata benar adanya. Andaikan saat itu aku tidak mengabaikan saran dan lebih mengendalikan diri, aku tidak akan merugi materi.

Jika salah belanja saja bisa membuatku merasa rugi, bayangkanlah jika itu terjadi pada skala atau kasus yang lebih besar. Semisal, bicara soal pasangan hidup. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk mengambil yang sepadan, tetapi kita nekat jalani saja meskipun sudah jelas-jelas si dia tidak sepadan seperti berbeda visi, suka melakukan kekerasan, boros, dan sebagainya. Jika kita terus melanjutkan dan mengabaikan nasihat, bisa jadi kita sedang membawa diri kita untuk terjatuh.

Lalu, harus bagaimana?

Dalam Efesus 4:17-32 berisi tentang pesan Paulus untuk meninggalkan kehidupan lama dan menjadi manusia baru. Pertobatan akan membaharui kita dalam roh dan pikiran. 

Sampai di titik ini, aku menyadari bahwa pengendalian diri yang buruk adalah PR besarku. Karena kelemahan ini, aku terus kembali melakukan hal yang merugikan. Sebenarnya kebiasaanku yang gemar berselancar di aplikasi belanja online tidak hanya membuang kuota internet saja, melainkan hal yang lebih berharga, yaitu waktu. Uang bisa dicari dan kuota bisa dibeli, tapi, waktu? Tidak akan bisa kembali.

Tuhan Yesus sudah menebus jiwa kita agar bisa bersama-Nya kelak. Sekarang, saat masih di dunia, kita tak lagi hidup di bawah Taurat, tapi kasih karunia. Dengan anugerah yang besar, maka waktu yang tepat untuk melatih diri untuk meninggalkan kebiasaan buruk adalah saat ini. Sekarang juga.

Pertobatan memiliki hubungan erat dengan mengubah dan melatih pola pikir baru. Jatuh bangun adalah bagian dari pertobatan. Sambil terus meminta pertolongan dan tuntunan Tuhan, yuk melatih diri untuk meninggalkan semua kebiasaan buruk dan dosa yang mengikat. Dengan kekuatan dan belas kasih dari Tuhan, kita akan dimampukan dan menjadi pribadi versi terbaik.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥