Janji demi Janji

Minggu, 21 Januari 2018

Janji demi Janji

Baca: 2 Petrus 1:1-9

1:1 Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.

1:2 Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, Tuhan kita.

1:3 Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib.

1:4 Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia.

1:5 Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan,

1:6 dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan,

1:7 dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.

1:8 Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita.

1:9 Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan.

Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi. —2 Petrus 1:4

Janji demi Janji

Saya dan putri saya yang bungsu senang memainkan permainan yang kami sebut “Cubit”. Cara bermainnya begini: Ketika ia menaiki tangga, saya akan mengejarnya dan berusaha mencubitnya. Aturannya adalah saya hanya boleh mencubitnya (dengan lembut tentunya) ketika ia berada di tangga. Begitu ia tiba di lantai atas, ia selamat. Namun, adakalanya ia sedang tidak ingin bermain. Bila saya coba mengejarnya, ia akan dengan tegas berkata, ”Jangan cubit!” Dan saya akan menjawab, “Oke, tak ada cubitan sekarang. Ayah janji.”

Janji saya mungkin terlihat sepele. Namun ketika saya menepati janji itu, putri saya mulai belajar sesuatu tentang karakter saya. Ia merasakan konsistensi saya. Ia tahu bahwa janji saya pasti ditepati, dan ia dapat mempercayai saya. Menepati janji seperti itu tidaklah sulit. Namun, janji—lebih tepatnya “janji yang ditepati”—merekatkan hubungan antara kedua belah pihak. Janji yang ditepati menjadi dasar untuk membangun kasih dan rasa percaya.

Menurut saya, itulah yang dimaksudkan oleh Rasul Petrus ketika menulis bahwa janji-janji Allah membuka jalan bagi kita untuk “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2Ptr. 1:4). Ketika kita mempercayai firman Allah, segala sesuatu yang Dia katakan tentang diri-Nya dan tentang kita, kita melihat isi hati-Nya kepada kita. Dia berkenan mengungkapkan kesetiaan-Nya ketika kita mempercayai kebenaran firman-Nya. Saya sungguh bersyukur Kitab Suci dipenuhi dengan janji-janji-Nya. Semua itu mengingatkan dengan jelas kepada saya bahwa “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi” (Rat. 3:22-23). —Adam Holz

Tuhan, terima kasih untuk “janji-janji yang berharga dan yang sangat besar”. Tolonglah kami untuk memahami dan mempercayai firman-Mu sebagai kebenaran sehingga kami dapat sepenuhnya mengalami kebaikan-Mu yang indah.

Allah mengungkapkan isi hati-Nya kepada kita melalui firman-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 1–3; Matius 14:1-21

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Teguh Arianto