Sang Penakluk Agung

Jumat, 4 November 2016

Sang Penakluk Agung

Baca: Yohanes 18:10-14,36-37

18:10 Lalu Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus.

18:11 Kata Yesus kepada Petrus: “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?”

18:12 Maka pasukan prajurit serta perwiranya dan penjaga-penjaga yang disuruh orang Yahudi itu menangkap Yesus dan membelenggu Dia.

18:13 Lalu mereka membawa-Nya mula-mula kepada Hanas, karena Hanas adalah mertua Kayafas, yang pada tahun itu menjadi Imam Besar;

18:14 dan Kayafaslah yang telah menasihatkan orang-orang Yahudi: “Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa.”

18:36 Jawab Yesus: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.”

18:37 Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Jadi Engkau adalah raja?” Jawab Yesus: “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”

Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini. —Yohanes 18:36

Sang Penakluk Agung

Kebanyakan dari kita berharap dipimpin oleh pemerintah yang baik. Kita memilih, mendukung, dan menyuarakan hal-hal yang kita anggap adil dan benar. Namun solusi politik tetap tidak sanggup mengubah keadaan hati manusia.

Banyak pengikut Yesus menanti-nantikan seorang Mesias yang akan memberikan perlawanan politik terhadap penindasan yang dilakukan oleh pemerintahan Romawi. Salah satunya Petrus. Ketika prajurit Romawi datang untuk menangkap Kristus, Petrus menghunus pedang, mengayunkannya ke arah kepala seorang hamba Imam Besar, dan memutuskan telinganya.

Yesus menghentikan perlawanan Petrus dan berkata, “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” (Yoh. 18:11). Beberapa jam kemudian, Yesus berkata kepada Pilatus, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi” (ay.36).

Sikap Yesus yang mengekang diri di saat hidup-Nya terancam itu sungguh membuat kita takjub, terutama ketika kita memikirkan misi besar yang hendak digenapi-Nya. Kelak, Yesus akan memimpin bala tentara surgawi ke medan peperangan. Yohanes menuliskan, “Ia menghakimi dan berperang dengan adil” (Why. 19:11).

Namun di sepanjang kesengsaraan yang ditanggung Yesus dalam penangkapan, pengadilan, dan penyaliban-Nya, Dia terus menaati kehendak Bapa-Nya. Dengan kerelaan-Nya mati di kayu salib, Yesus telah memulai serangkaian peristiwa yang sungguh-sungguh akan mengubah hati manusia. Lewat kematian-Nya, Sang Penakluk Agung itu telah menaklukkan kematian itu sendiri. —Tim Gustafson

Bapa, alangkah mudahnya aku bereaksi daripada bertindak dengan bijaksana. Tunjukkanlah kehendak-Mu atas hidupku agar aku dengan rela memilih jalan yang Kau siapkan bagiku.

Pengekangan diri yang sejati bukanlah kelemahan karena sikap itu justru timbul dari kekuatan sejati.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 32-33; Ibrani 1

Artikel Terkait:

Mendefinisikan Ulang Kesuksesan

“Siapakah yang mendefinisikan kesuksesan? Sebagai orang Kristen, jika kita ingin belajar tentang kesuksesan sejati, tiada yang lebih baik daripada belajar dari seseorang yang paling sukses yang pernah hidup: Yesus.
Baca selengkapnya di dalam artikel ini.”