Kemerdekaan Di Alcatraz

Sabtu, 15 Januari 2011

Baca: Filemon 1:4-16

(Aku) mengajukan permintaan kepadamu mengenai anakku yang kudapat selagi aku dalam penjara, yakni Onesimus. —Filemon 1:10

Perjalanan mengunjungi penjara federal di Pulau Alcatraz yang terletak di Teluk San Francisco memberi saya sejumlah kesan yang tidak terlupakan. Ketika perahu kami merapat ke dermaga, saya dapat mengerti mengapa bekas penjara dengan tingkat keamanan tertinggi ini pernah dikenal sebagai “The Rock” (Batu Karang).

Kemudian, di dalam penjara legendaris tersebut, saya menatap ceruk-ceruk cahaya yang masuk melalui jendela berpalang rapat. Lalu saya melihat baris demi baris sel kurungan yang pernah menampung para narapidana terkenal seperti Al Capone dan Robert Stroud, “Si Manusia Burung dari Alcatraz”.

Namun, ada suatu gambar lain memberikan kesan yang lebih mendalam. Memasuki sebuah sel kosong, saya melihat goresan nama “Yesus” pada dinding. Dalam sel yang lain, sebuah Alkitab tergeletak di atas rak. Dua hal ini mengumandangkan kemerdekaan terbesar dari semua kemerdekaan yang ada.

Paulus memahami kemerdekaan seperti ini saat menantikan hukuman matinya. Menganggap dirinya sebagai yang “dipenjarakan karena Kristus”, Paulus memanfaatkan keterpenjaraannya untuk menolong para narapidana lainnya menemukan apa artinya diampuni selamanya dan menjadi anggota keluarga Allah yang dikasihi (Fil. 1:10).

Jendela dan pintu yang terpalang menggambarkan suatu bentuk keterbatasan. Kelumpuhan fisik, jerat kemiskinan, pengangguran yang berkepanjangan adalah bentuk lainnya. Mungkin Anda sedang mengalami keterbatasan lainnya. Hal-hal tersebut tidaklah diinginkan—tetapi adakah yang mau menukar “keterpenjaraan” bersama Kristus dengan hidup “di luar penjara” tanpa Kristus? —MRD II

Hati dan jiwaku terbaring terkurung,
Tak mengenal Kristus Tuhanku;
Namun, sejak Dia membebaskanku,
Kami hidup dalam keserasian. —Hess

Berada di bawah kendali Kristus merupakan kemerdekaan sejati.