Posts

4 Mitos Tentang Jadi Orang Pilihan Tuhan

Oleh Philip Roa, Filipina
Artikel asli dalam bahasa Inggris: 4 Myths About Being Chosen By God

Ketika aku pertama kali jadi pengikut Kristus, hidupku berubah total. Sebelumnya, aku kecanduan pornografi selama 7 tahun, namun oleh anugerah Tuhan sajalah aku bisa bertobat dan beriman pada Tuhan Yesus.

Dalam satu tahun hidup baruku, aku pindah ke gereja baru di mana aku melayani sebagai pemain drum, dimuridkan dalam kelompok sel, dan tak berselang lama jadi ketua komsel. Saat itu semangatku berapi-api. Aku merasa inilah jalan yang Tuhan telah tetapkan, bahwa Dia memilihku dan menolongku bertumbuh secara rohani.

Namun, tahun-tahun setelahnya kondisi kerohanianku mulai menurun. Kontrak kerjaku tidak diperpanjang, aku pun menganggur. Aku sempat salah mengelola perasaanku dengan seorang perempuan dari persekutuan pemuda. Waktu itu aku tidak paham betul apa yang jadi niatku. Dua kejadian ini menjatuhkanku dalam depresi yang akhirnya menarikku keluar dari pelayanan.

Saat itu yang kupikirkan hanyalah: Aku menyerahkan hidupku dan membiarkan Tuhan bekerja. Aku ikut tuntunan-Nya! Tapi, kenapa sekarang hidupku hancur?

Aku berharap aku tahu lebih banyak saat aku masih muda, tapi tidak ada kata terlambat. Inilah empat mitos tentang menjadi orang yang dipilih Tuhan. Mitos ini tentu harus kita buang.

Mitos 1: Saat ikut Tuhan, kamu pasti segera mencapai tujuanmu

Cerita bagaimana aku bisa bertobat adalah kisah yang indah dan emosional. Aku diajar untuk berserah pada Tuhan dan Dia akan membimbing kita pada “jalan terbaik”. Dari pengalamanku bergereja di awal, topik tentang penderitaan dan pencobaan tidak banyak dibahas (tentunya topik khotbah selalu berubah-ubah tiap tahunnya). Tapi, ketika kesaksian dari orang Kristen yang lebih senior hanya berfokus tentang kemenangan dan berkat-berkat dari Tuhan, rasanya seperti mereka sedang menanamkan pemahaman begini: Bertobat dan berikan semuanya buat Tuhan, dan Dia akan membuat semua jalanmu gampang! Gak bakalan stres, atau kekacauan!

Mitos ini perlahan pudar ketika aku membaca kisah Yusuf.

Yusuf berubah nasib, dari anak kesayangan menjadi budak yang dijual oleh kakak-kakaknya. Tapi dari situlah kisahnya dimulai. Yusuf jadi orang kepercayaan Potifar, lalu masuk penjara karena dituduh oleh istri tuannya. Kelak dia jadi kepala penjara dan akhirnya menjadi seorang pemimpin di Mesir sebagai orang kepercayaan Firaun.

Semua proses itu memakan waktu 13 tahun tanpa sedikit pun Yusuf tahu akhir dari penderitaannya. Ketika ayahnya meninggal dan saudara-saudaranya mengira Yusuf akan balas dendam, Yusuf malah berkata bahwa meskipun mereka melakukan yang jahat, Tuhan mengubahkan untuk kebaikan (Kejadian 50:18-21).

Kisah Musa adalah contoh lain. Ketika Musa dipanggil Allah untuk membawa umat-Nya keluar dari Mesir (Keluaran 3:7-10), dia berada ribuan kilometer jauhnya, bersembunyi di tanah asing, karena dia membunuh seorang prajurit Mesir. Dia berubah dari seorang pangeran menjadi gembala.

Meskipun Musa memang bersalah hingga dia pun melarikan diri, Tuhan tetap memeliharanya, dan kelak memangilnya untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir.

Dipilih Tuhan tidak selalu berarti kamu segera meraih apa yang kamu cita-citakan. Kadang, seperti Yusuf dan Musa, penurunan pangkat atau status diizinkan terjadi agar kita belajar rendah hati dan memahami bahwa hanya oleh kuasa Allah sajalah kita bisa melangkah maju.

Mitos 2: Keterampilanmu akan menentukan tugas panggilanmu

Kita berpikir bahwa dipilih Tuhan berarti menggunakan talenta yang Dia berikan pada kita untuk kemuliaan dan tujuan-Nya. Jadi, sangatlah masuk akal kita ingin memaksimalkan bakat atau talenta yang sudah Dia berikan untuk melayani-Nya.

Tapi, ada waktu-waktu ketika Tuhan memanggil kita untuk melakukan lebih jauh daripada kemampuan kita, semata-mata agar kemuliaan-Nya dipancarkan, bukan kita.

Kisah Gideon adalah contoh yang baik (Hakim-hakim 6:11-40;7). Gideon sedang mengirik gandum di tempat pemerasan anggur—tugas yang dia lakukan selagi bersembunyi—ketika Tuhan memanggilnya untuk menjadi pemimpin Israel. Sebagai anak bungsu dari suku terkecil, Gideon tidak dilengkapi dengan skill kepemimpinan. Dia bahkan menguji Tuhan tiga kali untuk membuktikan itu perintah sungguhan. Namun, Gideon tetap taat dan Tuhan memberikan kemenangan pada Israel melalui Gideon.

Ketika Tuhan memanggil dengan jelas, percayalah Dia akan memberikan apa yang kamu butuhkan untuk melakukan pekerjaan-Nya.

Mitos 3: Kamu akan menyukai semua yang kamu lakukan

Menjadi orang yang dipilih Tuhan berarti kita akan menikmati semua yang kita lakukan, betul?

Ketika aku masih remaja, aku ingin kuliah di bidang seni, dan barulah di masa-masa kuliah aku tahu kalau yang aku inginkan itu keterampilan menulis. Kurasa itulah panggilanku karena aku merasa tertarik dan mendapat nilai bagus dari dosenku.

Namun, pengalaman di awal itu tidak banyak menolongku di karierku. Tempat kerjaku menyuguhkan realita pahit: gaji kecil, tidak banyak benefit, jam kerja yang berlebihan. Generasiku berkata, “Kejar apa yang jadi passionmu dan kamu tak perlu lagi bekerja satu hari pun di hidupmu.” Motto itu menyatu dengan gagasanku tentang bagaimana panggilan Tuhan bekerja. Kurasa, ya memang di sinilah aku dipanggil untuk mengejar impian dan panggilanku. Tapi, mengapa setiap hari terasa seperti siksaan?

Kisah Yunus, meskipun terjadi pada keadaan yang berbeda, mengajariku perspektif lain. Yunus ditugaskan untuk berkhotbah menyampaikan pertobatan pada Niniwe, yang mungkin bagi kita di masa kini terasa mudah untuk seorang nabi. Tapi, Yunus tahu betapa kejamnya Niniwe, jadi dia ingin mereka menderita dalam penghakiman Tuhan.

Bahkan setelah Yunus dengan enggan menuntaskan tugasnya, dia tetap saja tidak senang, dan kisahnya berakhir dengan sebuah pesan tegas dari Tuhan. Namun… hasil akhirnya adalah seisi kota Niniwe bertobat!

Kita mungkin salah jika kita percaya bahwa dipilih Tuhan berarti selera kita akan sejalan dengan rencana-Nya. Kebenarannya: Tuhan mengajar kita bahwa kehendak-Nya jauh di atas kehendak kita sendiri karena Dialah yang memilih kita, bukan sebaliknya.

Mitos 4: Kamu tidak akan mempunyai lawan

Salah paham keempat: kita tidak akan menghadapi penolakan dari orang lain jika kita adalah orang pilihan Tuhan.

Namun, Yesus sekalipun menghadapi penolakan. Pada masa awal pelayanan-Nya, bahkan para tetangganya menolak mendengarkan Dia, dan hendak melemparkan Yesus dari atas tebing! (Lukas 4:16-30).

Setelah Yesus mengutuk praktik korupsi orang Farisi, mereka terus berusaha melecehkan dan menjerat-Nya. Penolakan-penolakan inilah yang mengiringi langkah Yesus menuju penyaliban.

Secara pribadi aku juga mengalami penolakan ketika aku yakin akan panggilanku menulis. Yang membuat pedih adalah orang tuaku sendiri yang mendorongku untuk mencari karier lain yang lebih menjanjikan (jadi pengusaha seperti yang mereka lakukan). Aku berdiri mempertahankan pilihanku dengan keteguhan dan kasih, sampai akhirnya mereka mengerti bahwa panggilan Tuhan bagi anak-anak-Nya itu unik dan tidak selalu bergantung pada tradisi/kebiasaan.

***

Inilah mitos-mitos yang dulu kupercaya yang pelan-pelan memudar seiring aku menemukan kembali imanku yang sejati melalui firman Tuhan. Setelah aku absen lama dari pelayanan, aku menjadi seorang ketua komsel yang bertanggung jawab dan kesempatan pelayanan pun diberikan lagi buatku. Prosesnya lambat dan sakit untuk belajar dan melepas mitos-mitos yang kita percayai tentang kekristenan.
Tuhan telah mencelikkan mataku bahwa menjadi orang yang dipilih-Nya adalah tentang menyerahkan segalanya kepada Dia, percaya di mana pun dan bagaimana pun Dia memanggil kita, kebaikan dan kasih-Nya selalu ada.

Sebagai orang pilihan-Nya, kita harus membaharui pikiran kita tentang panggilan dengan melihat dari perspektif-Nya. Dalam anugerah dan belas kasih-Nya, Dia memanggil kita untuk memenuhi tujuan-Nya, bukan tujuan kita. Hanya ketika kita mengizinkan Dia menanamkan kebenaran dalam pikiran dan hati kita, kita bisa menjadi hamba-Nya yang setia.

Penjara Bukan Penghalang

penjara-bukan-penghalang

oleh Putra Arliandy, Depok

Setiap orang pasti tidak mau punya hidup yang terkurung di dalam penjara. Jeruji besi seakan memutuskan harapan seseorang terhadap masa depannya. Dia terisolasi dan keadaan menjadi semakin parah dengan label negatif yang diberikan masyarakat kepada orang-orang yang ada di dalam penjara.

Jika orang jahat saja tidak ingin berada di penjara, apalagi orang yang tak bersalah? Sungguh malang jika ada orang yang tak berbuat salah, namun harus tinggal di balik jeruji besi. Namun, itulah yang dialami Yusuf.

“Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana.” (Kejadian 39:20)

Setelah Yusuf dituduh mempermainkan istri Potifar, Potifar dengan rasa geram dan kecewa menjebloskannya ke dalam penjara. Yusuf pun akhirnya menanggung hukuman atas apa yang tidak diperbuatnya.

Betapa malang nasib Yusuf, dia harus menghabiskan waktu hidupnya di balik jeruji besi. Ini seakan mematahkan harapannya terhadap mimpinya yang ada di Kejadian 37 bahwa dia akan menjadi seseorang yang “disembah” oleh saudara laki-lakinya, yang tergambar dalam penggambaran 11 ikat gandum dan 11 bintang pada kedua mimpinya. Kalau dipikir dengan akal manusia, mana mungkin ini tergenapi. Yusuf sudah terlanjur dipandang negatif, mana ada lagi yang dapat mempercayai seseorang yang tidak tahu diri seperti Yusuf, seorang budak yang dituduh mempermainkan istri dari kepala pengawal raja Mesir.

Namun, keadaan yang menimpa Yusuf ini tidak membuatnya mempersalahkan Tuhan. Dia tidak bertanya, “Mengapa aku, seseorang yang tidak bersalah, harus mengalami semua ini?” Dia justru tetap menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang benar dengan menunjukkan integritasnya di dalam penjara. Dia menjadi seorang yang dipercayai dan disayangi oleh kepala penjara, tempat di mana seharusnya mimpi Yusuf menjadi pupus (Kej. 39:21-23).

Penjara pun tidak menjadi penghalang bagi terwujudnya mimpi yang telah Allah berikan bagi Yusuf. Dalam segala kasih setia Allah, Allah membuka jalan sampai akhirnya dia menjadi seseorang yang diberi kuasa oleh Firaun untuk mengelola tanah Mesir, karena dalam pimpinan Allah ia dapat menafsirkan mimpi Firaun (Kej. 41). Bahkan, jauh daripada itu, Allah sedang mempersiapkan pemeliharaan-Nya bagi keturunan Israel, bangsa pilihan-Nya, di tengah kelaparan yang melanda seluruh Mesir melalui Yusuf (Kej. 45:5). Allah mempersiapkan semua itu dengan cara dan waktu-Nya sendiri.

Terkadang, kita pun diperhadapkan dengan situasi seperti Yusuf. Berentetan situasi yang membuat kita terpuruk akhirnya menjadikan kita hilang harapan dengan segala mimpi-mimpi kita, apalagi jika situasi itu jauh bertolak-belakang dari apa yang kita harapkan. Sehingga tak jarang, dalam situasi seperti itu, banyak dari kita mulai mempersalahkan Tuhan. “Mengapa harus aku?” Sikap kita yang perhitungan pun mulai keluar: “Setiap hari aku saat teduh kok”, “Setiap hari aku pelayanan buat Tuhan”. Kondisi itu seakan menggelapkan mata kita dan akhirnya membuat kita meragukan kuasa Allah.

Di tengah serentetan pengumuman SNMPTN dan SBMPTN yang mungkin membuat beberapa dari kita putus asa, di tengah pengumuman PPDB SMP/SMA yang mungkin membuat kita khawatir dengan jalan hidup kita ke depan, kisah Yusuf ini menunjukkan pada kita, kuasa Allah tak terhalang oleh tembok penjara. Di dalam apa yang Ia rencanakan bagi hidup kita, Ia punya berbagai cara untuk membuka pintu yang tertutup. Allah akan memproses diri kita terlebih dahulu menurut cara dan kehendak-Nya. Bahkan juga tak jarang Ia mengobrak-abrik hidup kita terlebih dahulu sebelum akhirnya Ia menyusunnya kembali menjadi sesuatu yang jauh lebih indah. Bagian kita adalah untuk taat dan mempercayakan hidup dan harapan kita kepada Allah. Mempercayakan artinya juga menyerahkan hidupmu untuk dibentuk oleh Tuhan (meskipun kadang mungkin terasa menyakitkan).

Kisahku: Ketika Tuhan Berkata Lain

2 tahun yang lalu, aku pun merasakan hal ini. Sedari SD, aku bercita-cita untuk masuk SMAN 2 Depok, mungkin karena “cerita bagus” dari orang-orang saat itu ditambah lagi jaraknya yang dekat dari lingkungan rumah. Tetapi Ujian Nasional saat itu membuat aku sedikit pesimis. Mata pelajaran Bahasa Indonesia yang sistemnya acak-acakan saat itu, ditambah lagi keluarnya sekitar 2-3 soal “model internasional” di seluruh mata pelajaran yang ada membuatku ragu bisa mencapai target nilaiku. Ketika akhirnya tiba saatnya pengumuman dan pendaftaran sekolah, nilai UN-ku menunjukkan hal yang aku khawatirkan. Aku tidak dapat masuk sekolah yang aku harapkan dari kecil.

Mulailah aku mencari sekolah lain. Pilihanku berikutnya adalah SMAN 4 Depok, karena di sekolah itu banyak teman yang aku kenal dari SMP almamaterku. Tetapi karena orang tua sedikit khawatir dengan jarak yang agak jauh, maka aku direkomendasikan mereka untuk mencoba mendaftar di SMAN 3 terlebih dahulu. Aku sebenarnya tidak ingin mendaftar di SMAN 3, karena ketika aku SMP aku pernah mengikuti lomba di sana dan merasa kurang cocok dengan lingkungan di sana. Namun, karena keluarga memintanya, aku akhirnya mendaftar juga untuk “formalitas”, dengan berharap aku tidak diterima di sekolah itu. Aku tidak ingin bersekolah di sana. Namun, Tuhan berkata lain. Aku masuk di bagian 5 terbawah dan diterima di SMAN 3 Depok.

Dengan terpaksa, aku masuk di sekolah ini. Tidak ada perasaan yang bergairah sama sekali yang kurasakan. Bahkan ketika aku ditanya alasan masuk sekolah ini, aku menjadi bingung, meskipun banyak teman yang mengatakan bahwa di sekolah ini, ada lebih banyak potensi untuk mendapatkan tempat di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur undangan. Intinya, aku masuk di tempat yang aku tidak “sreg”.

Namun, kemudian aku melihat bagaimana Allah bekerja dalam hidupku. Allah menganugerahkan persekutuan yang begitu menguatkan di dalam sekolah ini. Aku menikmati pertumbuhan, lebih mengenal Allah lewat persekutuan tersebut. Ternyata, ada maksud baik yang Allah rencanakan dengan menempatkanku di sekolah yang awalnya tidak menjadi pilihanku ini.

Ketika aku mengingat kembali kisahku di atas, aku semakin percaya dengan apa yang dikatakan Tuhan di dalam Yesaya 55:9, “Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” Ia menyusun hidup kita menurut rancangan-Nya. Ia membawa kita berjalan menggapai yang terbaik melalui jalan-Nya. Bukan rancangan dan jalan kita sendiri.

Jalan boleh terlihat tertutup di mata kita, tetapi itu terbuka luas di mata Allah. Ia hanya sedang memproses kita untuk mempercayakan hidup kita kepada Ia yang merancangkan damai sejahtera bagi kita (Yer. 29:11). Sekali lagi, bagian kita hanyalah taat dan percaya.

Mungkin hari ini kita merasakan bahwa mimpi kita sepertinya telah hancur dan semua jalan telah tertutup. Namun percayalah, Ia akan membuka jalan lain bagi kita untuk mendapatkan hal terbaik yang Allah telah persiapkan bagi kita, supaya hidup kita sesuai dengan panggilan dan tujuan Allah menempatkan kita di dunia ini. Tembok sebesar apapun dapat Allah hancurkan apabila Ia berkenan menghancurkannya. Kita mungkin berpikir apa yang menjadi mimpi kita adalah yang terbaik bagi kita, tetapi sesungguhnya Tuhan tahu yang lebih baik bagi kita.

Percayalah dan taat kepada-Nya ke manapun Tuhan membawamu, niscaya kamu akan melihat pelangi di balik awan gelap hidupmu.

God is too wise to be mistaken.
God is too good to be unkind.
So when you don’t undertstand,
when you don’t see His plan,
when you can’t trace His hand,
Trust His heart.

Baca Juga:

Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Film “Finding Dory”?

Finding Dory tercatat menghasilkan $136,2 juta di hari penayangan pertamanya, mengalahkan semua film animasi lain di AS. Apa yang dapat kita pelajari dari film ini? Yuk temukan dan bagikan dalam artikel ini.

Seri Lukisan Natal: Sebuah Tempat Bersalin yang Sederhana

lukisan-natal-warungsatekamu-bayi-yesus

Karena Sang Bayi, penduduk dunia serentak mendaftarkan diri
Demi terlahir Mesias di Betlehem, kota Daud yang terpuji
Yusuf dan Maria pun pergi dengan rela hati
Tak ada kamar, palungan pun jadi

Sang Bayi Kudus, Yesus namanya
Relakah kamu juga hidup bagi Dia, apa pun risikonya?

Baca: Lukas 2:1-7

Pelukis: @galihsuseno
Tahun: 2015
Bahan: Acrylic on Canvas
Ukuran: 120 x 160 cm

Seri Lukisan Natal: Sebuah Keputusan yang Penting

lukisan-natal-warungsatekamu-yusuf

Karena Sang Bayi, Yusuf diberitahu melalui mimpi
Juruselamat ‘kan lahir dari perawan, seperti nubuat para nabi
Percaya penuh dan taat pada perintah Ilahi
Ia pun bangun dan mengambil Maria sebagai isteri

Sang Bayi Kudus, Yesus namanya
Maukah kamu juga percaya dan taat pada-Nya?

Baca: Matius 1:18-25

Pelukis: @galihsuseno
Tahun: 2015
Bahan: Acrylic on Canvas
Ukuran: 120 x 160 cm

Apakah Kamu Takut Gelap?

Oleh: Phoebe C.
(artikel asli dalam Bahasa Inggris: Are You Afraid of The Dark?)

Are-You-Afraid-of-the-Dark

Jujur saja, aku takut gelap. Aku tidak menyadari hal ini sebelumnya. Namun, belakangan aku mendapati bahwa ketika malam menjelang, aku merasa ada sesuatu (dan itu bukan anjingku) yang pelan-pelan mendekatiku dan hendak menyerangku.

Ketika akhirnya aku berhenti menyangkal perasaan itu dan berusaha menghadapinya dengan akal sehat, aku menemukan bahwa rasa takut tersebut berkaitan dengan beberapa potongan kelam dalam perjalanan hidupku. Aku tersadar bahwa mungkin yang kutakuti sebenarnya bukanlah kegelapan, tetapi sesuatu yang tidak kuketahui.

Apakah kamu pernah merasakan hal yang sama? Mungkin kamu pernah terbangun pada jam tiga dini hari mencemaskan tentang masa depan. Mungkin kamu bertanya, “Apa yang akan aku lakukan setelah lulus kuliah?” “Apa sebenarnya yang harus aku lakukan dengan hidupku?” “Akan jadi apa hidupku sepuluh tahun ke depan?”

Dalam Kejadian pasal 37-45, kita melihat bagaimana Allah menyertai Yusuf melewati peristiwa-peristiwa terburuk dalam hidupnya, mengubah tragedi menjadi kesempatan yang luar biasa. Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya ke Mesir, dijebloskan ke dalam penjara, namun pada akhirnya diangkat menjadi perdana menteri—sebuah posisi yang sempurna untuk menolong keluarganya melewati masa kelaparan.

Sebagai seorang pemuda yang menderita dalam perbudakan di negeri asing, Yusuf mungkin bertanya-tanya apakah Allah akan campur tangan. Hari-hari yang ia lalui mungkin terasa sangat menakutkan, karena ia tidak tahu masa depan seperti apa yang sedang menantinya. Namun kemudian, Yusuf menjadi orang yang jauh lebih dewasa, bijaksana, dan berkuasa. Ketika ia menengok kembali perjalanan hidupnya yang sarat dengan berbagai pengalaman yang sulit dan menakutkan, Yusuf tentulah menyadari betapa Allah telah menjaga dan memelihara hidupnya senantiasa.

Kisah Yusuf sangat menghibur dan menyemangatiku; aku melihat bagaimana Allah menunjukkan kuasa-Nya secara luar biasa dalam kehidupan anak-anak-Nya. Perlahan, aku belajar untuk melihat kehidupan seperti sebuah petualangan mendaki gunung bersama Allah, dan Dia menuntunku langkah demi langkah. Adakalanya pijakanku goyah dan aku kehilangan keseimbangan; adakalanya pemandangan yang kulihat sangat menakjubkan; adakalanya muncul kabut yang mengaburkan pandanganku dan aku tidak bisa melihat jalan di hadapanku. Namun, dalam semua situasi itu, aku tahu bahwa Allah akan selalu menuntun perjalananku. Dan, hal itu membuat ketidakpastian menjadi sesuatu yang (anehnya) menggairahkan.

Jika kamu sedang mengalami situasi yang serupa, pertanyaanku untukmu adalah: Daripada membiarkan rasa takut menguasaimu, maukah kamu membiarkan Allah membawamu ke dalam sebuah petualangan? Aku jamin, hidupmu tak akan pernah sama lagi!

Komik: YUSUF Sang Pemenang