Posts

Bagaimana Seandainya Kristus Tidak Pernah Dilahirkan?

Penulis: David Gibb
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: What if there was no Christ in Christmas?

Alkisah ada seorang petani yang menganggap berita tentang Allah menjadi seorang bayi adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Namun, isterinya punya pendapat yang berbeda. Sang isteri adalah seorang Kristen dan beriman kepada Sang Bayi yang telah lahir di hari Natal. Namun, suaminya kerap mengejek apa yang ia imani. “Mengapa Allah mau merendahkan diri-Nya menjadi manusia seperti kita?” kata sang suami. “Itu cerita yang benar-benar konyol!”

Suatu kali, pada malam Natal, isteri sang petani pergi ke gereja, sementara suaminya tinggal di rumah. Tak lama kemudian, salju mulai turun. Awalnya, hanya beberapa butir, tetapi makin lama makin banyak, hingga akhirnya menjadi sebuah badai salju. Tiba-tiba, sang petani mendengar suara benturan keras di jendela, diikuti suara benturan lainnya.

Ia pergi keluar untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata ada sekawanan angsa di sana. Angsa-angsa itu sedang dalam perjalanan bermigrasi, namun badai salju mengaburkan pandangan mereka, sehingga mereka tidak lagi bisa terbang atau bahkan mengenali arah ke mana mereka harus kembali.

Sang petani ingin menolong dan menyediakan tempat berteduh di lumbungnya bagi kawanan angsa malam itu. Jadi, ia membuka pintu lumbung dan berdiri di sana, berharap mereka akan masuk ke dalamnya. Namun, angsa-angsa itu tidak mengerti. Sang petani berusaha menghalau mereka masuk, tetapi mereka malah menjadi kacau, berlarian ke segala penjuru. Sang petani lalu mendapat ide. Ia punya sedikit roti, remah-remahnya ditaburkan sepanjang jalan menuju pintu lumbung—namun angsa-angsa itu tetap tidak menangkap maksud sang petani. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membawa mereka menikmati kehangatan dan perlindungan di dalam lumbungnya.

Petani itu merasa sangat frustrasi. “Mengapa mereka tidak mengikuti aku? Tidakkah mereka melihat bahwa inilah satu-satunya tempat yang dapat menolong mereka bertahan hidup? Bagaimana aku dapat membuat mereka mengikuti aku?” Tiba-tiba ia menyadari bahwa angsa-angsa itu tidak akan pernah mengikuti seorang manusia. Jika saja ia bisa menjadi sama seperti salah satu mereka, ia tentu dapat menjelaskan kepada mereka tentang lumbung itu, dan memimpin mereka ke tempat yang aman.

Merenungkan hal tersebut, sang petani mulai memahami mengapa Allah menjadi sama seperti manusia pada peristiwa Natal. Allah tidak menyatakan diri-Nya sebagai sosok yang lebih besar untuk membuat manusia terkesan—sudah jelas Dia adalah Pribadi yang terbesar dan terbaik. Namun, Allah yang Mahabesar ini menjadi kecil untuk menjadi sama seperti kita. Dia datang kepada kita di tengah kekacauan dalam dunia ini, di tengah badai dalam hidup kita, untuk menuntun kita ke tempat yang aman, untuk membawa kita kepada Diri-Nya sendiri.

Natal yang Membawa Pengharapan

Alasan mengapa Natal adalah peristiwa yang begitu luar biasa adalah karena Allah yang telah menciptakan kita, tidak meninggalkan kita di dalam keputusasaan kita. Dia mengasihi kita dan Dia datang untuk memberikan kita pengharapan. Alkitab berkata bahwa “Firman itu telah menjadi manusia” (Yohanes 1:14). Yohanes menggunakan sebutan “Firman” untuk bayi kecil yang menjadi pengharapan bagi seisi dunia, dan sebutan itu adalah sebutan yang sarat makna!

Bayi ini dengan sempurna menggambarkan Pribadi Allah kepada kita, karena Dia adalah Allah. Pada saat yang sama, Dia juga adalah manusia seutuhnya. Dia dikandung manusia, tumbuh sebagai janin, dan kemudian dilahirkan. Pribadi yang jauh lebih besar dari bentangan angkasa kini dibaringkan di dalam sebuah tempat makanan ternak. Dia tumbuh sebagai seorang anak, lalu menjadi seorang remaja, dan akhirnya menjadi seorang manusia dewasa. Dia sama seperti kamu dan saya.

Renungkanlah sejenak tentang peristiwa ini. Karena, bila peristiwa ini benar terjadi, Natal bukanlah sekadar “sebuah cerita indah”—melainkan keajaiban terbesar sepanjang masa.

Pada 29 Juli 1969, astronot Neil Armstrong menjadi manusia pertama yang sampai ke bulan. Saat itu Presiden Amerika, Richard Nixon berkata, “Peristiwa terbesar dalam sejarah manusia terjadi saat seorang manusia pertama kali menginjak bulan.” Kolonel James Irwin tidak sependapat. Ia berkata, “Peristiwa paling besar dalam sejarah kita bukanlah seorang manusia yang bisa menjejakkan kaki ke bulan, tetapi Allah yang datang menjejakkan kaki ke bumi.”

Seorang penyair dan penulis John Betjeman melukiskan kebenaran ini dengan indahnya dalam puisi berjudul “Christmas” [Natal]:

Benarkah ini? Benarkah ini?
Cerita paling menakjubkan yang pernah terjadi
Terlukis dalam warna-warni kaca patri
Seorang Bayi … dalam tempat makan sapi?
Sang Pencipta bintang dan samudra relakan diri
Menjadi seorang Anak di bumi, bagi diri ini?

Natal yang Mengubah Sejarah

Ya, benar. Sang Firman telah menjadi manusia pada hari Natal, dan peristiwa itu membuat kehidupan ini berbeda. Natal adalah peristiwa yang mengubah sejarah.

Tanpa Allah, kita tersesat, kita berjalan sendirian. Kita tahu apa saja yang pernah kita lakukan, siapa saja yang pernah kita sakiti, kata-kata apa saja yang seharusnya tidak pernah kita ucapkan. Andai saja kita bisa kembali ke masa lalu dan menghapus semua kesalahan kita—sayangnya kita tidak bisa.

Tetapi, Kristus datang pada hari Natal untuk melakukan sesuatu. Dia lahir sebagai seorang bayi, tumbuh besar, dan sebagai seorang pemuda, Dia dihukum mati di atas salib. Ketika Dia tergantung di salib, Dia tidak menjalani hukuman itu karena kesalahan yang Dia lakukan (Dia tidak berdosa). Dia sedang menderita bagi kita, menanggung semua kesalahan kita, supaya Allah dapat mengampuni kita, dan kita dapat dihubungkan kembali dengan Pribadi yang mengasihi kita. Pada peristiwa Natal, Allah—di dalam Yesus—telah datang untuk menuntun kita ke tempat yang aman, membawa kita tinggal bersama-sama dengan Dia.

Jika tidak ada Kristus dalam Natal, tidak ada pula pengharapan bagi kita. Artinya, kita harus menanggung segalanya sendirian di dunia ini—sendirian dalam kesepian kita, kesalahan-kesalahan kita, dalam kecanduan-kecanduan kita, dan dalam keputusasaan kita.

Tetapi, Kristus sudah datang pada hari Natal, dan kedatangan-Nya membawa perbedaan dalam dunia ini. Ketika kita mengenal Kristus, melihat hidup-Nya, dan membaca tentang Dia dalam Kitab-Kitab Injil, segala sesuatu mulai terlihat berbeda—karena Dia sudah datang.

Tentang Penulis
David Gibb adalah seorang pendeta yang saat ini menjabat sebagai Vikaris di Gereja St.Andrew, Leyland, Lancashire, Inggris. Beliau adalah salah satu kontributor artikel dalam NIV Study Bible yang baru, penulis sebuah buku renungan dari Kitab Hosea, dan saat ini sedang menulis sebuah buku dari Kitab Wahyu. Istrinya bernama Claire, dan mereka memiliki tiga putri.