Menjelang Natal, tak jarang aku mendengar khotbah-khotbah diwartakan dari atas mimbar, “Kita harus bersyukur atas peristiwa Natal.” Sejenak aku berpikir, mengapa kita perlu bersyukur atas Natal? Adakah hal istimewa yang sungguh menjadikan Natal sebagai peristiwa yang patut disyukuri?
Lebih cantik, lebih pintar, lebih kaya—bagiku, itulah yang disebut sebagai kelebihan. Namun, bagi orang lain, aku memiliki kelebihan yang berbeda dari apa yang kupahami sebagai kelebihan.
Film The Martian—yang dibintangi oleh Matt Damon—menceritakan kisah fiksi tentang seorang astronot yang bernama Mike Watney. Watney bersama timnya bertugas melakukan misi perjalanan ke Planet Mars.
Aku dibesarkan di dalam keluarga yang belum semuanya mengenal Yesus. Hanya ayahku seorang yang sudah mengenal Yesus terlebih dulu, namun dia tidak menghidupi imannya dengan sungguh-sungguh.
Beberapa tahun yang lalu aku pernah mengalami sebuah peristiwa yang menyedihkan di hari Jumat Agung. Salah seorang teman terdekatku sejak di bangku sekolah dulu, Erica, meninggal dunia secara tiba-tiba karena kecelakaan mobil. Sejak duduk di bangku SD hingga SMA kami sering berada dalam satu grup.
Setidaknya ada satu orang yang merasa demikian. Dan ia mengungkapkan ketidaksenangannya dalam sebuah video yang diunggah di halaman Facebook pada tanggal 5 November. Video itu menyebar luas dengan sangat cepat.
Dengan sebilah samurai, Isao membelah sebutir peluru mainan yang sangat kecil (kira-kira 4.000 kali lebih kecil daripada bola kasti) yang ditembakkan ke arahnya. Aku terpana melihatnya. Benarkah memang ada manusia-manusia super di dunia ini?
Bukankah pada titik tertentu dalam hidup, kita pernah berharap bahwa keajaiban yang dialami Cinderella juga bisa terjadi dalam hidup kita? Bukankah akan luar biasa jika ada seorang pangeran yang dapat membebaskan kita dari segala derita, rasa malu, dan putus asa dalam hidup ini?