Posts

Garis Besar Kitab Filipi 4:10-23

Sobat muda, tidak terasa perjalanan kita bersaat teduh bersama-sama telah tiba di akhir. Filipi 4:10-23 mengajak kita untuk selalu merasa cukup, karena Allah menyediakan. Dan, hendaknya kita pula saling mendukung sama lain sebagai saudara seiman di dalam Kristus.

Adakah bagian dari saat teduh Kitab Filipi selama lima hari ke belakang yang menginspirasi atau menegurmu?

Yuk kita simak infografik ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan pelajaran dari saat teduh bersama Kitab Filipi yang sudah kita pelajari selama lima hari ke belakang.

Bagikan Gambar ini melalui Facebook

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Karunia Kemurahan Hati

Hari ke-28 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:14-17

4:14 Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku.

4:15 Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu.

4:16 Karena di Tesalonikapun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku.

4:17 Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.

Bingkisan makanan yang keluarga kami terima 17 tahun lalu masih menjadi sesuatu yang begitu berkesan di rumah kami.

Saat itu, aku baru saja pulang setelah menjalani operasi tulang belakang di rumah sakit di Selandia Baru. Selama hampir seminggu, orang tuaku menghabiskan waktu mereka untuk menemaniku di rumah sakit. Ketika kami pulang, tak ada bahan makanan di rumah kami. Betapa terkejut dan senangnya kami ketika pendeta Daniel Yi dan keluarganya mengunjungi kami sambil membawa bingkisan makanan.

Keluargaku baru saja pindah ke Selandia Baru. Kami masih jemaat baru di gereja dan tidak punya banyak kenalan dekat. Ketika Pendeta Yi datang membawa bingkisan makanan, kami terharu. Ada seseorang di luar sana yang rela meluangkan waktu, tenaga, dan uangnya untuk memberikan berkat buat kami, meskipun sejatinya ia belum benar-benar mengenal kami. Peristiwa ini menunjukkan pada kami bagaimana rasanya menjadi tubuh Kristus—komunitas dari orang-orang percaya yang saling mendukung dan peduli. Kehadiran orang-orang seperti itu mendatangkan penghiburan besar buat kami di masa-masa sulit.

Rasa haru yang kami rasakan terhadap Pendeta Yi mungkin mirip dengan apa yang Paulus juga rasakan ketika ia menulis ungkapan terima kasihnya kepada jemaat di Filipi atas bantuan mereka di saat ia kesusahan (ayat 14).

Pada saat itu, Paulus melakukan pekerjaan yang sulit namun berguna untuk menyebarluaskan firman Allah. Akan tetapi, Paulus hanyalah manusia biasa. Paulus punya kebutuhan yang harus ia penuhi, seperti pakaian dan makanan. Ketika berita penderitaan Paulus tersebar, jemaat Filipi adalah satu-satunya jemaat yang mengirimkan bantuan kasih kepada Paulus. Aku yakin Paulus tentu merasa senang ketika mengetahui bahwa pekerjaan yang ia lakukan dalam hidup mereka tidaklah sia-sia—dan bahwa ada orang yang memedulikannya.

Tidak hanya satu kali, jemaat Filipi mengirimkan bantuan berulang kali. Alasannya sederhana: mereka telah menerima berkat dari pekerjaan Paulus dan ingin membantunya untuk menyebarkan Injil lebih lagi (Filipi 1:5).

Aku yakin, ini bukanlah hal mudah bagi jemaat Filipi. Mereka harus mengorbankan sesuatu untuk bisa menolong Paulus. Namun, teladan mereka, juga Pendeta Yi telah mengingatkanku bahwa pengorbanan yang berasal dari hati itu adalah salah satu cara untuk kita memperhatikan anggota tubuh Kristus yang lain (Filipi 2:3-4).

Selain terharu akan kebaikan jemaat Filipi, Paulus berharap agar mereka memperoleh hasil panen yang melimpah atas apa yang telah mereka perbuat. Paulus pun berdoa agar mereka “makin diperbesar keuntungannya” (ayat 17). Mungkin berkat atau keuntungan itu bukan berupa materi, namun Paulus ingin mereka tahu bahwa apapun yang mereka tabur di dunia ini merupakan suatu pekerjaan yang memiliki nilai di surga—dan mereka akan menerima hadiah surgawi kelak.

Aku pernah bergumul dalam mengelola keuanganku, namun kebaikan Pendeta Yi telah menginspirasiku untuk membagikan kasih kepada orang lain, meskipun aku merasa kurang. Ketika aku mendapatkan pekerjaan paruh waktu, aku menyisihkan sedikit gajiku untuk membeli hadiah Natal kepada organisasi Bala Keselamatan. Sampai sekarang aku masih rutin melakukannya.

Mungkin apa yang kulakukan bukanlah hal besar, tapi aku berharap usaha untuk memberi berkat buat orang lain ini dapat menolong meringankan beban mereka.—Michele Ong, Selandia Baru

Handlettering oleh Ferren Manuela

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pikirkan suatu waktu ketika kamu terberkati karena seseorang. Tulislah surat, email, atau chat mereka sebagai bentuk terima kasihmu akan berkat yang mereka berikan!

2. Apakah ada seseorang di sekitarmu yang membutuhkan bantuan dan dapat kamu bantu, entah itu secara finansial atau lainnya?

3. Bagaimana fakta bahwa kita akan mendapat hadiah surgawi atas kebaikan yang kita lakukan memotivasimu untuk menjadi berkat bagi orang lain?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Michele Ong, Selandia Baru | Michele pernah bercita-cita jadi perenang handal. Michele senang mendengar cerita-cerita tentang kehidupan yang Tuhan ubahkan ketika seseorang berada di titik nadir.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Apa Sumber Kekuatanmu?

Hari ke-27 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:13

4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.

Kelihatannya, Filipi 4:13 adalah ayat terpopuler di negara asalku, Fiji. Ayat ini dipopulerkan oleh salah satu pahlawan olahraga terbaik di Fiji, Waisale Serevi, yang secara luas dikenal sebagai salah satu dari tujuh pemain rugby terbaik yang pernah ada.

Pernah dianggap terlalu kecil untuk bermain rugby, nyatanya Serevi malah mendatangkan popularitas internasional bagi tim rugby Fiji. Serevi memenangkan dua pertandingan di Rugby World Cup Sevens dan beberapa turnamen internasional. Ia terkenal akan sepatu boots atau gelang tangannya yang selalu ia tulisi “Phil 4:13” setiap kali ia bermain. Ketika diwawancara oleh media, Serevi mengaitkan kesuksesannya dengan Tuhan dan mengutip ayat favoritnya: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.”

Ketika kariernya sebagai pemain rugby berakhir, Serevi mengalami masa-masa yang sulit. Bersamaan dengan permasalahan ekonomi, ia juga bergumul dengan depresi dan kecanduan alkohol. Sebuah buku yang mengisahkan hidup Serevi menceritakan apa yang ia lewati selama masa-masa kelam itu. Serevi mengatakan ia merasakan kesendirian, “berjalan dalam lembah kematian,” dengan hanya Allah yang ada disisinya.

Pada masa-masa ini, aku penasaran apa yang Serevi rasakan mengenai ayat Alkitab yang selama ini ia agung-agungkan selama masa kejayaannya. Apakah ia tetap merasa bahwa ia dapat menanggung segala perkara “di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku”?

Banyak orang, terutama atlet-atlet, menyukai ayat ini. Seringkali, ayat ini dipakai sebagai sugesti untuk meyakinkan tim tersebut akan kemenangan, atau bahwa kita bisa meraih apapun, dengan kekuatan Allah. Cara berpikir ini sangatlah mudah dipercaya dan diikuti saat kita sedang sukses di mata dunia. Namun bagaimana ceritanya ketika hidup tidak berjalan sesuai dengan kehendak kita?

Seperti yang telah kita baca pada renungan kemarin, Paulus mengatakan pada jemaat Filipi bagaimana rasanya hidup dalam kekurangan dan kelimpahan (ayat 12). Ia tahu bagaimana rasanya “menang” dalam hidup, dan juga “kalah”. Lalu, Paulus mengisahkan cerita yang berbeda di Makedonia dan Tesalonika saat hidup tidaklah mudah, namun Allah datang dan memberikan padanya apa yang ia butuhkan (Filipi 4:15-16). Melalui pengalaman-pengalamannya itu, Paulus menyadari semuanya ini dapat ia lakukan karena Yesus yang menopangnya.

Sangatlah penting untuk menyadari Kristus sebagai sumber kekuatan kita, saat kita merasa diberkati dengan berlimpah. Namun, penting juga untuk bersandar pada Yesus ketika kita mengalami hal-hal sulit agar Ia menuntun dan memperkuat kita dalam kondisi sulit yang kita hadapi.

Bagi Severi, ia secara terbuka berterima kasih pada Allah karena memberikannya kekuatan untuk keluar dari depresi dan kecanduan alkohol yang dialaminya. Sejak saat itu, ia berkesempatan untuk membuka sekolah pelatihan rugby di Amerika, di mana ia mengajari orang-orang mengenai olahraga yang ia cintai bersamaan dengan nilai-nilai yang menopangnya.

Filipi 4:13 tidak menjanjikan kita kehidupan bahagia di dunia. Paulus dan rekan-rekan dalam Kristusnya, pada akhirnya hidup tersiksa. Sejarah gereja mengatakan pada kita bahwa Paulus dipenggal di Roma sekitar tahun 64M. Walaupun kita tidak mengetahui secara pasti, aku percaya bahwa Paulus berpegang pada keyakinannya bahwa ia dapat menanggung segala perkara dalam Kristus, meminta kekuatan pada Juruselamatnya dalam momen-momen terakhirnya.

Jadi entah kita merasa sedang berada pada puncak kesuksesan, atau dalam titik terendah dalam hidup, kita dapat dengan percaya diri mengatakan bahwa kita dapat melewati segala perkara dengan kekuatan yang diberikan oleh Juruselamat yang Mahakasih dan Mahakuasa. Hal ini tidak berarti kita akan selalu merasa “menang” setiap saat, tetapi kita dapat meyakini bahwa Yesus akan selalu ada bersama kita di setiap langkah kita, dan Ia akan memberikan kita kekuatan agar dapat menjalankan kehidupan dengan iman sampai pada akhirnya.—Caleb Young, Selandia Baru

Handlettering oleh Febronia

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Renungkanlah suatu waktu di mana kamu merasa sangat dikuatkan oleh Allah. Apa yang terjadi dan bagaimana hal ini membantumu menghadapi perkaramu?

2. Apakah kamu sedang merasa kesulitan saat ini? Bagaimana renungan hari ini menguatkanmu untuk meminta kekuatan pada Yesus?

3. Apakah kamu merasa tertantang untuk mempercayai bahwa kamu dapat menanggung “segala perkara” di dalam Allah yang memberikan kekuatan padamu? Bawalah segala kekhawatiranmu pada Allah dan mintalah pada-Nya untuk menguatkanmu.

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Caleb Young, Selandia Baru | Caleb adalah penyuka film, makanan, hiburan, dan juga keluarga. Dia ingin semakin menjadi serupa dengan Kristus, dan bersyukur memiliki Juruselamat yang mengasihinya meskipun dia punya banyak kekurangan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Sudahkah Kamu Merasa Cukup?

Hari ke-26 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:10-12

4:10 Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu.

4:11 Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.

4:12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.

Ketika anakku mulai belajar berkomunikasi, aku mengajarinya bahasa isyarat untuk menolongnya menyampaikan kebutuhannya. Ada satu isyarat yang berarti “minta lagi”. Kalau ia menggunakan isyarat ini, artinya ia mau makan lebih banyak, dan aku pun memberinya.

Suatu ketika, ia tidak mendapatkan apa yang ia mau. Jika makanannya telah habis, aku akan membalasnya dengan isyarat, “tidak ada.” Awalnya, ia tidak mengerti mengapa aku melakukan hal itu. Ia menangis dan minta, “Lagi! Lagi! Lagi!” Dan aku harus menunjukkan piring kosong sebagai buktinya.

Sebagai orang dewasa, kita suka berpikir kalau kita adalah orang yang rasional. Tapi, seringkali kita cenderung menyikapi masalah kehidupan seperti apa yang anakku lakukan. Kita merasa kurang secara finansial, atau merasa tak sanggup menghadapi tantangan seperti kehilangan pekerjaan, atau sulit mendapatkan kebutuhan-kebutuhan pokok kita. Atau, bahkan ketika segalanya baik: kita punya pekerjaan yang mapan, rumah yang nyaman, mobil bagus, tabungan yang memadai, kita masih saja merasa itu semua tidak cukup. Kita berpikir semua akan baik-baik saja ketika kita bisa memiliki lebih, lebih, dan lebih lagi.

Ketika Paulus menuliskan suratnya kepada jemaat Filipi, ia sedang berada dalam penjara. Orang-orang Filipi terus mendukung dan peduli pada Paulus, dan ia bersyukur atas bantuan mereka. Namun, Paulus juga mengatakan bahwa entah bantuan tersebut datang atau tidak, ia telah belajar untuk berpuas diri, apapun kondisinya (ayat 11).

Paulus dapat mengatakan hal ini dengan yakin karena apa yang telah ia alami. Ia ditangkap, dipenjara, disiksa, terombang-ambing dan diadili. Tetapi ada juga saat-saat di mana ia lebih tenteram—aman, terpelihara, dan dikelilingi oleh orang-orang percaya. Mengalami hal-hal baik dan buruk, Paulus belajar bahwa ia dapat berpuas diri bagaimanapun kondisinya.

Apa rahasianya?

Akhir-akhir ini, anakku mengerti dan menerima ‘penolakan’ dariku. Ia menerimanya karena ia mengenal dan memercayaiku. Ia tahu bahwa sebagai ibunya, aku mengutamakan kebaikannya dan tidak akan menjauhkannya dari apa yang benar-benar ia butuhkan.

Begitupun dengan Paulus, Ia mengenal Allah dan percaya Allah memiliki rencana yang dahsyat untuknya. Ia tahu, apapun yang ia miliki, banyak atau sedikit, merupakan pemberian Allah—bahkan bantuan dari orang-orang Filipi sekalipun. Jadi, meskipun keadaan sekitarnya mungkin terlihat sebaliknya, Paulus tahu bahwa Allah Bapa memeliharanya, dan ia akan berkecukupan.

Yesus sendiri menunjukkan pada kita kebaikan Allah Bapa dalam Matius 7:11, “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”

Melalui Alkitab, kita dapat melihat para penulis menegaskan kepercayaan mereka dalam pemeliharaan Allah. Ayat favoritku adalah: “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran” (Yakobus 1:17).

Sesungguhnya, rahasia Paulus tertulis dalam Filipi 4:13, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku.” Hidup Paulus yang berkecukupan bukan berdasarkan keadaan materinya—melainkan daripada hubungannya dengan Allah, Allah yang “tidak berubah seperti bayangan”, namun yang kebaikannya terhadap anak-Nya dapat selalu dipercaya dan dipegang teguh.

Betapa besar iman yang dimiliki Paulus! Marilah kita menjalankan hubungan dengan Allah seperti yang Paulus lakukan, percaya kepada karakter-Nya dan kebaikan-Nya. Marilah kita berpuas diri, mengakui bahwa Allah akan menyediakan semua keperluan kita, bahkan jika apa yang Ia sediakan mungkin terlihat kecil di mata kita.

Karena sebenarnya Allah telah memberikan diri-Nya. Dan itu sudah lebih dari cukup.—Charmain Sim, Malaysia

Handlettering oleh Naomi Prajogo Djuanda

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Adakah suatu hal dalam hidupmu yang kamu rasa kurang memuaskan? Bagaimana renungan hari ini menberanikanmu untuk melihatnya dengan kacamata yang berbeda?

2. Bagaimana orang lain menunjukkan kepeduliannya padamu pada saat kamu membutuhkannya?

3. Apakah ada orang yang membutuhkan yang dapat kamu pedulikan saat ini?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Charmain Sim, Malaysia | Charmain menyukai coklat, kue-kue, dan cerita-cerita luar biasa dari orang biasa. Charmain juga menyukai kejutan-kejutan kecil namun berarti yang Tuhan berikan untuknya setiap hari.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Garis Besar Kitab Filipi 4:4-9

Sobat muda, tantangan dalam hidup sering membuat kita khawatir, tetapi Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Filipi mengajak kita untuk selalu bersukacita di dalam Tuhan. Kita tidak perlu khawatir akan apapun, kita dapat mendoakan kekhawatiran tersebut kepada Tuhan dan Dia akan mengaruniakan kita damai sejahtera yang melampaui segala akal.

Yuk kita simak infografik ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita akan pelajaran dari saat teduh bersama Kitab Filipi yang sudah kita pelajari selama lima hari ke belakang.

Bagikan Gambar ini melalui Facebook

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Apa yang Mengendalikan Pikiranmu?

Hari ke-25 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:8-9

4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

Semua berawal dari hal yang sepele. Aku melihat deretan jadwal pekerjaan paruh waktuku untuk seminggu ke depan dan aku merasa lelah. Lalu untuk yang keseribu kalinya aku berharap untuk memperoleh pekerjaan tetap seperti kebanyakan teman-temanku. Aku mengkhawatirkan kondisi keuanganku yang berada di ujung tanduk. Bagaimana jika suatu saat aku kehilangan pekerjaanku? Bagaimana aku bisa membayar biaya sewa dan membeli keperluan sehari-hari?

Aku semakin menderita karena merasa belum bekerja keras sehingga aku mulai memikirkan cara untuk mendapatkan pekerjaan tambahan. TIdak berhenti sampai di situ, aku pun iri melihat teman-temanku yang memiliki jenjang karier bagus, yang memberikan mereka penghargaan dan kesempatan untuk naik jabatan setiap mereka menunjukkan performa yang baik di tempat kerjanya.

Sebelum aku menyadarinya, pola pikirku yang buruk ini membuatku terjebak dalam pemahaman bahwa aku harus berjuang untuk diriku sendiri. Pada akhirnya, aku jadi kepahitan dan menganggap bahwa Allah tidak bersedia menolongku, yang kemudian memengaruhi bagaimana aku bersikap pada-Nya.

Yang awalnya hanya sekadar pemikiran, ketika diimani dan diladeni dalam cara yang negatif dapat berlanjut menjadi tindakan nyata. Pada akhirnya, pikiran tersebut berkuasa untuk menentukan tindakanku. Jika kebiasaan berpikir negatif ini terus kupelihara seperti yang pernah kualami sebelumnya, karakterku dapat berubah secara total dan hubunganku dengan Allah pun memburuk.

Paulus menyadari pentingnya menjaga pikiran. Ia mengetahui bahwa setiap pikiran yang kita hasilkan dapat menjadi faktor penentu, apakah kita ‘berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus’ (Filipi 3:14). Pikiran kita memiliki peran yang besar dalam membentuk realitas kita.

Dalam pasal terakhir kitab Filipi, Paulus memberikan nasihat tentang bagaimana kita dapat mengembangkan suatu cara berpikir yang dapat menuntun kita pada hidup yang berkemenangan. Daripada berlarut-larut dalam ketakutan dan frustrasi, Paulus mendorong kita untuk memikirkan “semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji” (Filipi 4:8). Hal-hal yang disebutkan di atas berakar pada kebaikan Tuhan yang tidak terelakkan.

Sederhananya, selama kita mengembangkan pola pikir yang berdasar pada karakter Allah, kita mampu membedakan mana yang kehendak Allah, dan mana yang tidak! Kita akan mengetahui jalur yang mengarahkan kita pada kehidupan, dan kita akan memilih untuk berjalan di dalamnya.

Bahkan hal-hal terkecil sekalipun—jikalau memang nyata, mulia, dan benar—dapat menjadi sumber anugerah Tuhan yang melimpah. Apakah seseorang pernah membuat harimu menjadi lebih baik hanya dengan melakukan sesuatu yang sederhana? Apakah kita pernah melakukan sesuatu untuk seseorang dan mendatangkan sukacita bagi kita? Ketika kita pernah mengalami hal-hal ini, maka perlu kita sadari bahwa Tuhan bekerja di balik hal-hal tersebut.

Paulus kemudian menasihati kita untuk melatih diri agar menjadi semakin serupa dengan Kristus, yang telah kita “pelajari, terima, atau dengar” dari orang lain (Filipi 4:9). Kita tidak hanya memikirkan kebaikan-kebaikan yang telah Allah lakukan, tetapi juga meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari kita. Setiap kita menghidupi firman-Nya, kita akan selalu teringat bagaimana Ia benar-benar hadir dalam hidup kita. Hal ini menyelaraskan realita hidup kita dengan firman-Nya dan membantu kita untuk senantiasa menyadari sebuah fakta bahwa Ia selalu bekerja.

Dengan berfokus pada kebaikan Tuhan, pandanganku terhadap hidup kini berubah. Hal ini memberanikanku untuk tetap memfokuskan diri pada kebenaran sejati kala kecemasan dan kekhawatiran melingkupiku: Aku tidak dilupakan. Aku tetap tenang.

Lewat kepercayaan dan keyakinan ini, kita dapat hidup dalam cara yang mencerminkan kebaikan Allah. Melalui cara ini kita juga dapat mengungkapkan kebaikan Allah pada orang-orang di sekitar kita.—Nelle Lim, Singapura

Handlettering oleh Novia Jonatan

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pikiran apa yang meliputi benakmu? Apakah pikiran-pikiran itu sejalan dengan kebenaran firman Tuhan? Tuliskan dan doakanlah pada Allah dalam doamu!

2. Bagian hidup manakah yang kamu rasa belum terjamah damai sejahtera Allah? Mintalah Allah untuk membantumu menyerahkannya kepada Dia.

3. Apa sajakah pemikiran-pemikiran yang benar, mulia, dan manis yang dapat menggantikan pikiran-pikiran negatif?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Nelle Lim, Singapura | Nelle suka menonton siaran klasik di TV. Dia percaya cerita yang baik dapat menolong kita menemukan kepercayaan diri kita. Nelle mungkin saja jadi orang yang terhilang jika tidak ada Yesus, sang Pengarang Cerita Hidup.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Mengatasi Kegelisahan

Hari ke-23 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:6

4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

Bagiku, kedamaian adalah hal yang amat sulit dicerna pikiran. Aku mengerti konsepnya, tetapi aku belum pernah benar-benar merasakannya.

Lulus dari politeknik dengan nilai pas-pasan, aku takut tidak dapat diterima di universitas manapun. Aku menuliskan kata demi kata dalam esai sebagai syarat pendaftaran universitas dengan diiringi perasaan khawatir akan ketidakpastian. Air mata membasahi wajahku saat menyadari betapa kurangnya aku dibandingkan dengan teman-temanku yang berhasil meraih nilai memuaskan, ditambah lagi dengan pencapaian gemilang dalam ekstrakulikuler.

Aku tahu Tuhan itu baik dan setia. Namun tetap saja, rasanya tidak ada harapan bagi situasi yang sedang kualami. Jangankan menyerahkan semuanya kepada Tuhan, menenangkan diriku sendiri untuk berdoa saja aku tidak bisa.

Aku duduk di sofa hitam yang dingin, menunggu dipanggil untuk diwawancarai oleh pihak dari salah satu universitas yang kudaftarkan. Aku sangat takut. Aku merasa sulit bernapas. Sebuah ayat yang pernah kuhafalkan ketika masih anak-anak, Filipi 4:6-7, muncul di pikiranku. Kurenungkan ayat itu dan kuucapkan dalam hati. Lama kelamaan, pernapasanku menjadi lebih stabil dan aku pun berdoa. Saat aku menumpahkan semua perasaanku kepada Tuhan, damai sejahtera-Nya membasuhku. Ketenangan yang seperti itu belum pernah kurasakan lagi semenjak lima bulan yang lalu, ketika aku mulai mendaftarkan diri ke universitas.

Rasul Paulus menyatakan perintah yang absolut kepada jemaat Filipi, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga”. Tidak ada kata “tetapi”, “jikalau”, atau pengecualian apapun. Meskipun Paulus sempat dipenjara (Filipi 1:13) sampai jemaat Filipi diterpa ajaran-ajaran sesat (3:2), Paulus tetap mendorong mereka untuk tidak mengizinkan hal-hal tersebut mengalihkan atau menjauhkan mereka dari sukacita kekal di dalam Kristus.

Apakah yang memberikan Paulus keberanian untuk mengatakan hal itu dengan segenap keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi? Yesus sendiri yang memerintahkan kita tiga kali dalam Matius 6 untuk tidak menyerah pada kekhawatiran dan kegelisahan (ayat 25, 31, dan 34). Kita tidak perlu khawatir karena sebuah kebenaran: Tuhan memedulikan kita dan Ia akan memenuhi semua kebutuhan kita.

Memerangi kegelisahan jauh lebih mudah untuk dikatakan daripada dilakukan. Namun, Paulus memiliki satu anjuran yang sederhana untuk kita lakukan: berdoa. Apabila kita percaya sepenuhnya akan kedaulatan Tuhan dalam segala situasi, kita dapat menyerahkan keadaan kita kepada-Nya. Percayalah bahwa Ia akan “bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia” (Roma 8:28).

Paulus mendorong kita untuk berdoa dengan “ucapan syukur” bukan hanya ketika kita membutuhkan sesuatu dari Tuhan, tetapi “dalam segala hal”. Memiliki sikap bersyukur sangatlah penting. Dengan bersyukur, kita diingatkan bahwa Tuhan sudah mengaruniakan kepada kita hadiah terindah yang akan memberikan kita kepuasan sejati: Yesus, putra tunggal-Nya. Apapun selain daripada-Nya, tidak lagi kita butuhkan dan tidak layak kita dapatkan. Ungkapan syukur datang dari sebuah kesadaran bahwa semua yang kita miliki dari Tuhan murni karena kasih karunia-Nya. Kita pun akan dimampukan untuk melihat dengan penuh kerendahan hati bahwa Tuhan tidak berkewajiban untuk memberikan kita segala hal yang kita minta, Ia justru telah menyediakan semua yang kita butuhkan dalam kelimpahan. Dengan pemahaman itulah kita dapat benar-benar bersukacita (ayat 4).

Ketika aku menghadap Tuhan dengan sikap bersyukur dan menyatakan keinginanku kepada-Nya, aku merasa lebih mudah untuk melepaskan kegelisahan. Doa harus menggantikan posisi kekhawatiran dalam hidup kita. Doa meluruskan kembali pikiran dan perilaku kita, lalu mengembalikan hadiah berharga yaitu kedamaian sejati yang datangnya hanya dari Tuhan.

Pada akhirnya, aku tidak berhasil lolos seleksi di jurusan yang kuinginkan. Tetapi, aku menerima hal lain yang jauh lebih berharga dari hal yang sebelumnya kuinginkan. Aku memperoleh pembelajaran bahwa ketika aku menyerahkan segala ketakutanku kepada Tuhan, Ia akan menjaga hati dan pikiranku dengan damai yang memberi ketenteraman. Tuhan sungguh-sungguh memegang kendali. Ia menggenggam kita erat-erat dengan tangan-Nya, dan Ia takkan pernah meninggalkan kita. Bagiku, itu sudah lebih dari cukup. Aku harap kamu dapat merasakan hal yang sama.—Constance Goh, Singapura

Handlettering oleh Agnes Paulina

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Apa yang kamu lakukan ketika kamu sedang gelisah? Apakah kamu menyerahkan segala kekhawatiranmu kepada Tuhan, “dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”?

2. Bagaimanakah sikap penuh syukur dapat mengubah perspektif kita terhadap situasi yang kita hadapi?

3. Catatlah hal-hal yang membuatmu gelisah belakangan ini. Dengan tuntutan dari Paulus dalam ayat hari ini, tuliskanlah dengan sepenuh hati doamu secara pribadi kepada Tuhan.

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Constance Goh, Singapura | Constance merasa amat senang ketika dia bisa bekerja bersama anak-anak dan menikmati segelas bubble tea. Firman Tuhan itu manis, menjadi pengingatnya setiap hari akan kasih setia Tuhan bagi anak-anak-Nya.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

Tangan yang Lembut

Hari ke-22 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 4:5

4:5 Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!

Ketika bekerja di sebuah pusat penitipan anak di musim panas beberapa tahun lalu, suasana kelas seringkali terlihat seperti miniatur kehidupan. Anak-anak kecil berusia satu sampai dua tahun bermain dengan mainan buah-buahan dan sayur-sayuran yang terbuat dari plastik. Mereka akan mengisi keranjang belanjanya dengan makanan sebelum memindahkan semuanya ke dapur mainan mereka, lengkap dengan microwave, oven, dan wastafel yang berukuran mini. Aku senang melihat mereka “memasak” dan “bersih-bersih” di dapur mainan mereka dengan penuh semangat, selayaknya melakukan pekerjaan tersebut di dunia nyata.

Tiba-tiba, seorang anak mencuri satu buah makanan plastik itu dari anak lain. Anak yang mainannya dicuri itu lalu berteriak penuh amarah dan berusaha membalas temannya dengan tamparan atau cakaran. Aku segera melompat untuk menangkis serangan itu sambil berkata, “Jangan! Tangan yang lembut, Sarah. Connor, Kembalikan buahnya pada Sarah. Kita harus menggunakan tangan yang lembut pada teman kita. Lembut.

“Tangan lembut” adalah bahasa lain untuk memperingatkan anak-anak agar tidak saling menampar. Cara ini dianggap lebih baik untuk mengajarkan sikap lemah lembut daripada menggunakan kekerasan. Tetapi, sulit bagi anak berusia dua tahun untuk memahami mengapa dia tidak boleh membalas perbuatan temannya dengan tamparan, meskipun ia tidak diperlakukan dengan seharusnya. Konsep kebaikan dan sikap lemah lembut dalam menghadapi ketidakadilan bisa jadi sulit untuk dicerna oleh siapapun dari berbagai usia.

Dalam Filipi 4:5 (TSI), Paulus menasihati umat Kristen di Filipi: “Biarlah melalui hidup kalian masing-masing nyata bahwa kamu selalu lemah-lembut. Tuhan Yesus akan segera datang!”. Jika dibahasakan ulang, kira-kira inilah yang ingin dikatakan Paulus: “Gunakan tangan yang lembut! Tidak perlu marah. Janganlah memperlakukan saudara-saudari kita dengan kasar.” Kita mungkin bisa tertawa melihat balita yang marah karena memperebutkan buah-buahan plastik di pusat penitipan anak, tetapi kecenderungan untuk menyerang tidak berubah seiring bertambahnya usia.

Dalam Galatia 5:22-23, kita belajar bahwa kelemahlembutan adalah buah Roh, sesuatu yang Tuhan tanamkan dan hasilkan dalam hidup kita ketika kita mendekatkan diri pada-Nya dan tinggal di dalam-Nya. Buah “kelemahlembutan” mungkin tidak terdengar semewah penguasaan diri dan tidak didambakan sebesar sukacita. Namun, memelihara kelemahlembutan adalah cara yang menakjubkan untuk bersikap serupa dengan Kristus. Yesus menyebutkan dirinya sendiri “lemah lembut dan rendah hati” (Matius 11:29), sehingga seperti Dialah kita harus bersikap.

Lalu, apakah kaitan antara bersikap lemah lembut dengan pernyataan “Tuhan Yesus akan segera datang”? Ketika kita memelihara buah kelemahlembutan, kita memberi orang lain kesempatan untuk menyicip keindahan Kerajaan Surga. Kita menyatakan bahwa hari keselamatan sudah dekat, hari di mana semua yang salah akan dibenarkan dan kita akan dipanggil untuk mempertanggungjawabkan sikap dan perbuatan kita. Ketika kita memilih untuk memelihara kelemahlembutan, kita menegaskan kepercayaan kita pada kekuatan yang tertinggi. Dan, ketika kita bersikap lemah lembut terhadap orang yang mungkin kurang layak menerima perlakuan baik ini, kita telah mencerminkan pengorbanan dan pengampunan yang diberikan Kristus kepada dunia yang tidak layak mendapatkannya.

Hari ini, kiranya kita mengingat kelemahlembutan Yesus. Tahan amarah kita dan janganlah kita melakukan kekerasan, baik dalam kata-kata maupun perbuatan. Marilah kita saling mengutamakan kepentingan orang lain. Tuhan sendiri yang akan memberikan kita “tangan lembut”.— Karen Pimpo, Amerika Serikat

Handlettering oleh Marcella Leticia Salim

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Mengapa kita terkadang lebih sulit untuk bersikap lemah lembut terhadap orang yang kita kenal dibandingkan terhadap orang-orang yang belum kita kenal?

2. Bagaimanakah mengetahui “Tuhan Yesus sudah dekat” mendorongmu untuk bersikap lemah lembut?

3. Langkah konkret apakah yang akan kamu lakukan untuk menghadiahkan sikap lemah lembut kepada orang lain?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Karen Pimpo, Amerika Serikat | Karen menyukai musik, bertemu orang-orang, dan makan camilan sebanyak mungkin. Karen juga suka mencari dan menemukan kebenaran di dalam Alkitab.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi

#WSKSaTeFilipi: Lock Screen Filipi 3:8

“Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus , Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya” (Filipi 3:8). Kristus adalah pemberian terbaik yang Allah berikan buat kita.

Yuk download dan gunakan lockscreen ini di HPmu. Kiranya pengenalanmu akan Tuhan Yesus senantiasa bertumbuh hari demi hari.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi