Posts

Renungan Piala Dunia: Para Suporter

Ketika kita bergabung dengan tim asuhan Tuhan, kita mendapatkan rekan-rekan satu tim yang baru yaitu gereja. Semua orang Kristen adalah keluarga Tuhan—maka kita semua adalah satu keluarga.

Tadinya kita bertanding dalam stadion kosong dengan beban yang berat, tetapi sekarang kita bertanding dalam stadion yang penuh dengan para suporter yang terus menyemangati kita. Gereja adalah tempat dari setiap orang yang berada dalam tim yang sama, dan yang satu mendukung yang lain untuk tekun menuruti taktik pertandingan Tuhan, untuk tetap dekat kepada Yesus, dan bersama-sama melangkah menuju surga. Kita tidak lagi sendirian, melainkan selamanya menjadi bagian dari keluarga yang anggotanya ada di seluruh dunia! Keluarga ini tidak sempurna; masing-masing orang punya pergumulan dan masalahnya sendiri. Namun, setiap orang dalam keluarga Tuhan tahu mereka membutuhkan Yesus dan Dialah yang akan memimpin jalan mereka.

Mengikuti taktik pertandingan Tuhan tidak selalu mudah. Dia meminta kita melakukan hal-hal sulit, seperti melepaskan egoisme, minta maaf kepada orang yang kita sakiti, dan berbicara tentang Dia kepada rekan-rekan kita. Namun, itulah alasan kita bersyukur mempunyai rekan-rekan setim yang menolong kita. Tuhan tidak pernah menghendaki kita menjalani hidup ini sendirian. Hidup ini adalah seperti olahraga beregu.

Lagipula, kita punya pelatih yang terbaik. Sebagai wasit, Tuhan berkata bahwa kini kita bermain dengan benar karena Yesus sudah menanggung ganjaran atas pelanggaran kita; sebagai pelatih kita, Tuhan terus mengamati permainan kita setiap waktu dan memberikan kepada kita taktik pertandingan yang baik untuk kita ikuti. Ini bukan berarti kita dapat melakukan apa saja yang kita mau tanpa tertimpa masalah, melainkan bahwa Tuhan akan menolong kita melihat apa yang bisa kita perbaiki, memampukan kita untuk berubah, dan menjadikan kita sebagai pribadi yang dikehendaki-Nya. Apa pun yang terjadi, kita tahu Yesus sudah memenangi pertandingan itu. Dia telah menjadikan kita bagian dari keluarga Tuhan dan Dia pula yang akan menyambut kita masuk ke rumah-Nya saat kita menutup mata kelak.

“Waktu menonton United melawan Liverpool, saya kaget melihat Sheasy (John O’Shea) mencetak gol, lalu saya mencoba meneleponnya. Tiba-tiba saya sadar kalau John masih main di lapangan waktu itu.” 

David Beckham (tentang gol John O’Shea yang membawa Manchester United menang 1-0 atas Liverpool di tahun 2007)

Untuk Direnungkan

Pernahkah kamu bergumul untuk melepaskan egomu dan meminta maaf kepada orang yang kamu sakiti? Bagaimana Tuhan menolongmu menghadapi masa-masa sulit tersebut?

Bagikan perenunganmu di kolom komentar di bawah untuk menguatkan sobat-sobat muda lainnya.

Renungan Piala Dunia: Tim dan Pelatih Baru

Siapakah yang sebenarnya bertanggung jawab atas performa sebuah tim? Para pemain atau sang pelatih? Perdebatan itu tidak ada habisnya. Namun, pada akhirnya, satu-satunya yang akan dipecat kalau sebuah tim kalah terus adalah pelatihnya.

Seorang pelatih berhak menentukan taktik pertandingan, posisi para pemain, cara melakukan tendangan bebas atau tendangan sudut (set-piece), dan semua hal lainnya. Para pemain hanya perlu mengerti bagian mereka, mengikuti instruksi yang diberikan, dan bermain dalam batasan yang diberikan atas mereka.

Demikian juga kita dalam tim yang diasuh Tuhan. Sebagai ‘pemain’ kita bertanggung jawab atas perbuatan kita (apakah kita mendengarkan Tuhan, Pelatih kita? Apakah kita dapat bekerja sama dengan rekan-rekan satu tim? Apakah kita mempercayai Yesus?). Namun pada akhirnya, Tuhanlah yang bertanggung jawab atas keseluruhan tim dan hasil yang kita capai.

Tuhan pasti membawa kita kepada kemenangan. Pertandingan itu sudah dimenangkan karena Yesus sudah mati dan bangkit. Semua kesalahan kita sudah dibayar lewat kematian-Nya, dan hidup baru yang kekal bersama Tuhan sudah diberikan melalui kebangkitan-Nya. Kita masih akan menghadapi beragam kesulitan sebagai bagian dari tim Tuhan; kita masih akan mengalami sakit, bergumul untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan menerima perlakuan tidak adil. Namun, dalam semuanya itu (termasuk setiap masalah dan gangguan), Tuhan beserta dengan kita untuk menolong kita melaluinya. Kemudian setelah semuanya itu berlalu, ada tempat di surga yang menanti kita. Dalam Alkitab, Yesus berjanji: “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal . . . Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yohanes 14:2-3).

Taktik pertandingan dan kemenangan ada di tangan Tuhan. Kita hanya perlu percaya dan mengikuti Dia.

“Saya tak pernah berniat pergi. Saya akan di sini seumur hidup, dan semoga berlanjut setelah saya mati.” 

Alan Shearer (mengenai kesetiaannya pada tim Newcastle United)

Untuk Direnungkan

Pernahkah kamu merasakan penyertaan Tuhan ketika kamu mengalami sakit, pergumulan memenuhi kebutuhan hidup, atau perlakuan tidak adil? Bagaimana Tuhan menolongmu menghadapi masa-masa sulit tersebut?

Bagikan perenunganmu di kolom komentar di bawah untuk menguatkan sobat-sobat muda lainnya.

Renungan Piala Dunia: Pergantian Pemain

Biasanya, digantikan keluar dalam sebuah pertandingan bukanlah hal yang menyenangkan. Kita mungkin cedera, tidak bermain dengan baik, atau pelatih mau mengubah taktik pertandingannya (dan kita tidak ada dalam rencananya; ini bukan pertanda yang baik).

Namun Tuhan menyatakan bahwa, tidak seperti di sepakbola, digantikan keluar dalam kehidupan ini adalah hal terbaik yang dapat terjadi kepada kita. Siapapun dari kita dapat menerima tawaran pergantian-Nya itu—sekalipun kita merasa sudah tidak ada harapan.

Ketika kita merelakan diri untuk digantikan, kita setuju bahwa pertandingan itu terlalu berat untuk kita. Kita tahu kita tidak dapat memenanginya. Kita tahu bahwa kita tidak punya cukup daya untuk menyelesaikannya. Kita tahu, seberapa pun kerasnya kita berusaha dan berjuang, akhirnya kita akan mati dan kehilangan semuanya. Kemenangan mustahil untuk digapai. Kalau begitu, mengapa tidak kita menerima saja pergantian pemain yang Tuhan tawarkan?

Yesus Kristus adalah pemain pengganti yang sempurna. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu Dia datang ke bumi tidak hanya untuk menunjukkan bahwa Tuhan ada, tapi juga bahwa Dia ingin memindahkan kita dari tim yang kalah kepada tim yang pasti meraih kemenangan. Alkitab memberi tahu kita bahwa Yesus datang ke dunia untuk satu tujuan utama: menggantikan kita agar kita dapat memiliki hidup-Nya. Tidak seperti kita, Dia menjalani kehidupan dengan sempurna, berkenan kepada Allah dalam segala hal, dan tidak pernah melakukan pelanggaran apa pun. Kemudian Dia menerima kematian yang sepantasnya kita terima.

Dia disalibkan, bukan sebagai sebuah kecelakaan atau karena memberontak—melainkan karena rencana Tuhan. Alkitab menuliskan, “[Yesus] telah mati sekali untuk segala dosa kita [hidup kita yang mengabaikan Tuhan, hidup hanya untuk diri sendiri, dan melakukan perbuatan yang kita tahu salah], Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah” (1 Petrus 3:18).

Bayangkanlah seperti ini: ketika Yesus berlari masuk ke lapangan menggantikan kita, pada laporan pertandingan, nama-Nya tertera pada semua pelanggaran yang kita telah lakukan, semua kartu peringatan yang sudah kita dapatkan, dan semua gol bunuh diri yang telah kita buat. Bukan itu saja, nama kita kemudian tertera pada catatan pertandingan sempurna yang pernah Dia mainkan! Ini adalah pergantian pemain yang menyeluruh dan luar biasa! Itulah yang Yesus lakukan bagi kita ketika Dia mati disalib.

Ketika bangkit tiga hari kemudian, Dia meyakinkan kita bahwa kematian sudah dikalahkan dengan telak. Kematian bukan lagi akhir segalanya. Ketika kita mengizinkan Dia menggantikan kita dan mau percaya kepada-Nya, kita akan mendapat awal yang sama sekali baru. Kehidupan yang baru, dan tim yang baru! Kita tidak lagi bermain untuk tim yang kalah, yang hanya berlari-lari di atas lapangan dengan sia-sia. Sekarang, Tuhan tidak lagi menjadi wasit, melainkan pelatih kita! Kita masuk di dalam tim pemenang yang diasuh-Nya.

“Bagus. Katakan ia adalah Pelé. Suruh ia bangun dan main lagi.” 

John Lambie (setelah tahu salah satu pemainnya tidak lagi mengenali dirinya sendiri setelah kepalanya terbentur)

Untuk Direnungkan

Pernahkah kamu mengalami pertolongan Tuhan tepat di saat kamu merasa sudah tidak kuat lagi menjalani hidup ini? Bagaimana Tuhan menolongmu menghadapi masa-masa sulit tersebut?

Bagikan perenunganmu di kolom komentar di bawah untuk menguatkan sobat-sobat muda lainnya.

Renungan Piala Dunia: Wasit Seperti Apakah Tuhan itu?

Katakanlah kita beranggapan Tuhan itu ada dan Dia berperan sebagai wasit dalam pertandingan hidup ini, maka wasit seperti apakah Dia? Melihat cara kerja dunia ini, kita mungkin menganggap bahwa Dia adalah:

Wasit yang terus mengincar kita: Ini tipe wasit yang tidak asing bagi kita. Ia mengamati gerak-gerik kita di atas lapangan. Ia tidak menyukai kita sama sekali, menganggap kita memang pantas diawasi, dan menunggu-nunggu kapan kita membuat pelanggaran. Wasit ini meniup peluitnya setiap dua menit sekali untuk mengeluarkan kartu dan menunjukkan kuasanya di atas lapangan. Ia mencari-cari kesempatan untuk membuat hidup kita sengsara!

Wasit yang tidak tegas dan kewalahan: Mungkin ini tipe wasit yang sering kita jumpai! Pelanggaran keras di kotak penalti tidak cukup untuk membuatnya menunjuk titik putih. Ia selalu melihat ke arah yang salah atau melewatkan kejadian-kejadian penting karena posisinya terlalu jauh. Wasit tipe ini sama sekali tidak menguasai jalannya pertandingan.

Mungkin kamu berpikir bahwa Tuhan sama seperti salah satu tipe wasit di atas. Namun, Alkitab memberi gambaran tentang Tuhan yang benar—Dialah wasit yang sempurna. Akan tetapi, dunia ini begitu kacau dan kita pun mengalami kekalahan demi kekalahan. Jadi, benarkah Dia wasit yang sempurna?

Tuhan mengizinkan pertandingan di atas dunia ini berjalan terus. Bukan karena Dia tidak peduli, melainkan karena Dia memberikan kita kebebasan untuk memilih tindakan kita sendiri, membuat keputusan sendiri, dan mengalami konsekuensinya. Alkitab berkata bahwa Dia sangat dekat dengan kita dan siap menolong ketika kita berseru kepada-Nya. Namun, Dia tidak memaksa kita untuk berbicara dengan-Nya. Tuhan ingin kita semua memilih untuk hidup bersama-Nya, mengikuti rencana-Nya, dan mengalami kasih serta perlindungan-Nya—tetapi kita sulit melakukannya, bahkan mungkin enggan.

Sebagai wasit atas dunia ini, Tuhan akan segera meniup peluit panjangnya. Dunia ini akan tiba pada akhirnya dan medali pemenang akan segera dibagikan. Kalau hidup kita tidak beres, mengabaikan Tuhan, dan memilih selalu berada di tim yang kalah, dapatkah kita berharap menerima piala kemenangan setelah kita meninggal dunia? Tidak. Alkitab memperingatkan kita bahwa akan ada penghakiman atas cara hidup yang kita jalani. Karena Tuhan adalah wasit yang sempurna, Dia akan memastikan bahwa setiap orang mendapatkan apa yang selayaknya mereka dapatkan. Itu bukan kabar yang menyenangkan bagi beberapa orang.

“Rasanya seperti wasit punya kartu kuning yang baru dan ia ingin tahu apakah kartu itu berguna atau tidak.”  Richard Rufus

Untuk Direnungkan

Pernahkah kamu dihadapkan pada konsekuensi dari kesalahan yang kamu lakukan? Bagaimana Tuhan menolongmu menghadapi masa-masa sulit tersebut?

Bagikan perenunganmu di kolom komentar di bawah untuk menguatkan sobat-sobat muda lainnya.

Renungan Piala Dunia: Tim yang Kalah

Sepakbola menjadi sesuatu yang menyakitkan kalau kamu berada pada tim yang kalah. Kehidupan juga terasa menyakitkan ketika kita kalah. Kita tentu tahu bagaimana rasanya mengalami patah hati, kehilangan pekerjaan, sakit parah, kehabisan uang, dan lain-lain. Rasanya sering sekali kita terpuruk, seperti berada pada tim yang terus-menerus kalah.

Dalam sepakbola, alangkah lebih mengenaskan jika tim kamu kalah karena kesalahanmu. Demikian juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Pasti rasanya sangat menyakitkan ketika pilihan-pilihan kita membuat kita ditolak orang atau membawa kita ke titik nadir. Kita juga tidak rela mengakui bahwa keadaan yang buruk itu adalah akibat kesalahan kita. Seperti para pemain di dalam satu tim yang saling bertengkar di atas lapangan, kita justru mulai menyalahkan satu sama lain atas keadaan yang ada.

Atau kadang-kadang kita mencoba memperbaiki masalah kita sendiri. Kita tidak lagi percaya kepada orang lain. Rasanya seperti berlari ke kotak penalti dan menendang sembarangan ke arah penjaga gawang, daripada mengoper ke rekan kita yang tinggal menyontek bolanya ke gawang yang kosong. Berapa sering kamu merasa frustrasi melihat pemain yang berbuat demikian? Namun, setiap dari kita mempunyai kecenderungan untuk mengabaikan orang lain dan coba menangani masalah kita seorang diri—sering kali kita justru makin terjerumus dalam kekacauan. Kadangkala kita merasa tidak ada gunanya bertanding.

Kadangkala kita merasa tidak ada gunanya bertanding. Kita merasa telah mengecewakan seluruh tim, menyakiti orang-orang terdekat kita, kehilangan dukungan suporter, dan tidak ada cara untuk memperbaikinya. Peduli amat, pikir kita. Seberapa pun baik atau buruknya perjalanan hidup kita, toh nanti kita akan mati juga dan kehilangan semua yang kita hasilkan, miliki, dan kasihi. Rasanya seberapa pun kerasnya usaha kita, kita tetap akan kalah dan tidak ada yang dapat kita perbuat untuk memperbaikinya.

Lalu, jika Tuhan memang menjadi wasit dalam pertandingan hidup ini, sepertinya Dia tidak melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa rasanya Dia hanya menonton pertandingan ini tanpa mempedulikan kita…?

“Saya tidak masalah kalau kami kalah di setiap pertandingan, asalkan kami tetap jadi juara.” Mark Viduka

Untuk Direnungkan

Pernahkah kamu merasa bersalah karena telah melakukan kesalahan yang mengecewakan atau menyakiti orang-orang terdekatmu? Bagaimana Tuhan menolongmu menghadapi masa-masa sulit tersebut?

Bagikan perenunganmu di kolom komentar di bawah untuk menguatkan sobat-sobat muda lainnya.