Posts

Garis Akhir Bagi Ibu

Minggu, 11 Mei 2014

Komik-Strip-WarungSateKamu-20140511-Meniru-Nyokap

Baca: 2 Timotius 4:1-8

4:1 Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya:

4:2 Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.

4:3 Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya.

4:4 Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.

4:5 Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!

4:6 Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat.

4:7 Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.

4:8 Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.

Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. —2 Timotius 4:7

Garis Akhir Bagi Ibu

Ketika Jeff menyadari bahwa kesehatan ibunya menurun drastis, ia pun segera berangkat untuk dapat menemani ibunya. Ia duduk di sisi tempat tidur sang ibu sambil memegang tangannya, menyanyikan pujian, menghiburnya, dan mengungkapkan cintanya kepada beliau. Sang ibu pun meninggal dunia, dan pada pemakamannya banyak yang mengatakan kepada Jeff betapa ibunya telah menjadi berkat. Ibunya mempunyai karunia dalam mengajarkan Alkitab, memberikan konseling, dan memimpin kelompok doa. Hal-hal tersebut merupakan bagian penting dalam pelayanan ibunya bagi Kristus hingga menjelang akhir hidupnya. Ia telah mencapai garis akhir hidupnya dengan baik bagi Kristus.

Untuk menghormati perjalanan hidup ibunya, Jeff mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton sepanjang 42 km. Sepanjang perlombaan, ia bersyukur kepada Allah atas kehidupan ibunya dan berduka atas kepergiannya. Saat melewati garis akhir, Jeff menunjuk ke langit—“Di sanalah Ibuku berada,” katanya. Ibunya telah setia menjunjung nama Kristus sampai akhir hidupnya, dan teladannya mengingatkan Jeff akan perkataan Rasul Paulus: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan . . . pada hari-Nya” (2Tim. 4:7-8).

Kita sedang berlomba dalam sebuah “perlombaan lari jarak jauh”. Marilah berlari sedemikian rupa sehingga kita dapat memperoleh hadiah “suatu mahkota yang abadi” (1Kor. 9:25). Tiada hal yang lebih kita rindukan selain mengakhiri pertandingan dengan baik bagi Kristus dan bersama dengan Dia selamanya. —HDF

Berlarilah terus di dalam kasih karunia Allah,
Angkat wajahmu dan pandanglah wajah-Nya;
Jalan kehidupan terbentang di hadapan kita,
Kristuslah jalan dan Kristuslah hadiahnya. —Monsell

Seorang Kristen tidak berlomba lari jarak pendek—melainkan dalam perlombaan lari maraton.

Upah Yang Kekal

Jumat, 13 Desember 2013

Upah Yang Kekal

Baca: 1 Korintus 9:24-27

Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal. —1 Timotius 4:8

Larisa Latynina, seorang pesenam asal Ukraina, memegang rekor sebagai peraih 18 medali Olimpiade. Ia memenangi medali-medali tersebut pada Olimpiade tahun 1956, 1960, dan 1964. Rekor yang bertahan selama 48 tahun ini terpecahkan ketika Michael Phelps memenangi medalinya yang ke-19 dalam perlombaan renang gaya bebas estafet 4×200 meter pada Olimpiade 2012 di London. “Tampaknya prestasi Latynina tidak lagi diingat oleh sejarah,” demikian ditulis redaksi majalah International Gymnast. Ketika negara Uni Soviet terpecah, “kita benar-benar sudah melupakan namanya.”

Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa terkadang kerja keras kita bisa terlupakan. Para olahragawan melatih tubuh mereka dengan penuh penguasaan diri demi memperoleh medali yang fana sebagai upah atas usaha mereka tersebut (1Kor. 9:25). Namun yang fana bukan hanya medali. Seiring berlalunya waktu, ingatan orang tentang prestasi yang mereka peroleh pun akan memudar dan hilang. Bila para olahragawan bisa berkorban begitu banyak demi memperoleh prestasi di dunia, prestasi yang akhirnya akan dilupakan oleh sejarah, tidakkah para pengikut Kristus sepatutnya berusaha jauh lebih keras demi memperoleh suatu mahkota yang abadi? (1Tim. 4:8).

Pengorbanan dan tekad para olahragawan itu dianugerahi medali, piala, dan uang. Namun Bapa kita di surga akan menganugerahkan upah yang lebih besar kepada anak-anak-Nya atas kesetiaan mereka (Luk. 19:17).

Allah tidak akan pernah melupakan pelayanan yang kita lakukan atas dasar kasih kepada Dia yang terlebih dahulu mengasihi kita. —CPH

Tuhan, terima kasih untuk kesempatan menggunakan karunia yang
Kau berikan untuk melayani-Mu hari ini. Tolonglah aku untuk
melakukannya dengan taat, dan tidak mengharapkan apa pun selain
menerima ucapan-Mu, “Baik sekali perbuatanmu itu” sebagai upah.

Selalu ada upah untuk pengorbanan yang diberikan demi Kerajaan Allah.

Hadiah Untuk Sikap Baik

Selasa, 5 November 2013

Hadiah Untuk Sikap Baik

Baca: 2 Korintus 5:1-11

Sebab itu juga kami berusaha, . . . supaya kami berkenan kepada [Allah]. —2 Korintus 5:9

Dalam pelayanan sekolah Minggu bagi anak-anak di gereja saya, kami memberikan selembar kartu kepada anak-anak yang kami lihat telah bersikap baik. Mereka dapat mengumpulkan kartu-kartu tersebut dan menerima hadiah atas sikap baik mereka. Kami berusaha mendorong anak mengembangkan sikap yang baik ketimbang berfokus pada sikap yang tidak baik.

Ketika Tyree, anak berusia 11 tahun, hendak diberi kartu oleh gurunya, ia mengatakan, “Tidak, terima kasih. Aku tidak perlu kartu itu. Aku ingin bersikap baik, dan bukan karena mau mendapat hadiah.” Bagi Tyree, melakukan hal yang benar itu memang sudah sepatutnya. Tyree jelas memiliki nilai moral yang baik terpatri di dalam dirinya, dan ia ingin mewujudkannya dalam perbuatan—dengan atau tanpa iming-iming upah.

Sebagai umat yang percaya kepada Yesus, suatu hari nanti kita akan menerima upah. 2 Korintus 5:10 mengatakan bahwa setiap orang akan “memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.” Akan tetapi, memperoleh upah seharusnya tidak menjadi motivasi kita untuk menjalani hidup dengan benar. Upah pun bukan menjadi dasar kita untuk memperoleh keselamatan. Sudah sepatutnya kita rindu menjalani hidup karena hati kita didorong oleh kasih kepada Allah dan keinginan untuk menyenangkan Dia.

Kita mengasihi Allah karena kita ingin menyenangkan Dia yang sudah terlebih dahulu mengasihi kita (1Yoh. 4:19) dan ingin melayani-Nya dengan motivasi yang murni (Ams. 16:2, 1Kor. 4:5). Hidup bersama Dia adalah upah yang terbaik dari segalanya! —AMC

Dalam segala pikiran, ucapan, dan perilaku,
Ya Allah, Aku ingin selalu memuliakan-Mu;
Namun kiranya motivasi terbesarku adalah
Mengasihi Kristus yang telah mati bagiku. —D. DeHaan

Kerinduan kita untuk menyenangkan Allah menjadi motivasi terbesar kita untuk menaati Dia.

Tanpa Upah

Senin, 20 Agustus 2012

Tanpa Upah

Baca: Matius 6:1-4,19-21

Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. —Matius 6:18

Sebagian besar dari kita mendambakan upah dari teman dan rekan kerja: baik itu tepukan di pundak, medali kehormatan, tepuk tangan, atau kata-kata pujian yang tulus. Namun menurut Yesus, upah yang terlebih penting menanti kita setelah kematian. Mungkin saja, perbuatan manusia yang terpenting sepanjang masa dilakukan secara tersembunyi dan tak terlihat oleh siapa pun kecuali oleh Allah. Nilai Kerajaan Allah dapat diringkas demikian: Hiduplah untuk Allah dan bukan untuk orang lain.

Seperti yang Yesus jelaskan, kita sedang mengumpulkan semacam tabungan untuk menambah “harta di surga” (Mat. 6:20) daripada harta di bumi. Karena begitu besarnya, harta di surga ini menjadi kompensasi atas penderitaan apa pun yang kita alami di dunia. Perjanjian Lama telah memberikan beberapa petunjuk samar-samar tentang kehidupan setelah kematian. Namun Yesus berbicara apa adanya tentang suatu tempat di mana “orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka” (Mat. 13:43).

Dalam usaha mereka membangun suatu kerajaan, orang-orang Yahudi pada zaman Yesus telah mencari-cari tanda perkenanan Allah di dunia ini, terutama melalui kekayaan dan pengaruh politik. Diawali dengan pengajaran ini, Yesus mengubah fokus manusia ke arah kehidupan yang akan datang (pasal 6). Dia mengabaikan kesuksesan di dunia yang fana ini. Dia mengingatkan kita untuk menabung dalam kehidupan mendatang. Lagipula, karat, pencuri atau rayap dapat menghabiskan segala sesuatu yang telah kita kumpulkan di atas bumi ini (ay.20). —PDY

Tuhan, tolong kami untuk tidak mendambakan penghargaan dari
teman dan rekan kerja kami, melainkan rindu untuk memperkenankan
hati-Mu saja. Ajarilah kami untuk menerapkan prinsip-prinsip dari
Khotbah di Bukit secara nyata. Amin.

Upah dalam kekekalan tidaklah tergantung pada pencapaian Anda sepanjang hidup ini.

Besarlah Upah Anda

Selasa, 7 Februari 2012

Baca: Matius 6:1-6, 16-18

Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. —Matius 6:4

Banyak bisnis mempunyai “program poin” yang menawarkan hadiah bagi pelanggan setianya. Anda dapat mengumpulkan hadiah-hadiah ini dengan memanfaatkan layanan dari perusahaan-perusahaan mereka, seperti makan di restoran setempat, menginap di hotel tertentu, atau melakukan penerbangan bersama maskapai penerbangan tertentu. Memilih untuk membelanjakan uang Anda dengan cara seperti ini memang masuk akal.

Allah juga mempunyai program hadiah. Yesus sering menyatakan keinginan-Nya untuk menghadiahi kita atas kesetiaan kita melayani Dia. Sebagai contoh, ketika kita dianiaya demi nama Yesus, Dia berkata, “Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga” (Mat. 5:12). Berlawanan dengan kebiasaan ibadah orang Farisi dalam memberi, berdoa, dan berpuasa di depan umum, Yesus memerintahkan kita untuk melakukan hal-hal tersebut secara tersembunyi, karena “Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (6:4,6,18). Dalam menjalani hidup bagi Yesus, pada akhirnya kesetiaan Anda tak akan pernah membuat hidup Anda berkekurangan, berapa pun harga yang telah Anda bayarkan.

Namun kita tidak melayani Yesus untuk mendapatkan upah. Ketika Dia mati untuk kita di kayu salib, Dia melakukan jauh melebihi apa yang layak kita terima. Kesetiaan kepada-Nya merupakan suatu sikap ibadah yang mengungkapkan rasa syukur penuh kasih atas kasih-Nya kepada kita. Sebagai balasannya, Dia senang menguatkan kita dengan jaminan bahwa pada akhirnya upah dari-Nya akan lebih besar dari apa pun yang telah kita korbankan bagi-Nya.

Hiduplah untuk Yesus—berapa pun harga yang harus dibayar. —JMS

Pelayanan kita untuk Tuhan
Akan dibalas suatu saat nanti secara terbuka,
Oleh Allah yang melihat secara tersembunyi
Semua pengorbanan kita untuk-Nya. —Sper

Apa yang dikerjakan untuk Kristus dalam hidup ini akan menerima upahnya dalam hidup yang akan datang.

Istana Pasir

Sabtu, 3 Desember 2011

Baca: Lukas 12:22-34

Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. —Lukas 12:34

Ketika anak-anak kami masih kecil, saya dan istri saya, Martie, menikmati liburan keluarga di Florida dengan mengunjungi orangtua kami. Sungguh menyenangkan berada di tengah cuaca hangat di sana dan menjauh sejenak dari dinginnya iklim di Michigan. Saya sudah menanti-nanti waktu untuk bersantai di pantai sambil membaca sejilid buku yang bagus. Namun, anak-anak saya punya ide lain. Mereka ingin saya membantu mereka membangun istana pasir. Walau enggan, saya pun beranjak untuk menolong mereka dan segera ikut asyik mengerjakan proyek tersebut. Tanpa saya sadari, saya telah menghabiskan waktu berjam-jam untuk membangun istana pasir yang mengesankan—tanpa terpikir bahwa air pasang akan dapat menyapu bersih seluruh hasil kerja keras saya kapan saja.

Kita sering kali melakukan kesalahan yang sama dalam hidup ini, menghabiskan banyak waktu dan energi untuk membangun “istana-istana” kita sendiri dan terlarut menikmati semua prestasi yang kita capai. Semua itu mungkin terlihat berharga, tetapi pada akhirnya hanya sebuah kesia-siaan.

Dalam Lukas 12, Yesus menantang para pengikutnya untuk menjual segala milik mereka dan memberikan sedekah, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (ay.34). Dengan kata lain, cara kita menggunakan waktu dan harta yang kita miliki mencerminkan cara pandang kita mengenai kekekalan. Lirik sebuah himne kuno menyatakan, “Hidup hanya sekali, akan segera berlalu; hanya karya bagi Kristus, akan bernilai kekal.” Jadi, apa yang telah Anda lakukan hari ini, yang akan bernilai dalam kekekalan? —JMS

Siapa yang mengukur perbuatan hidup
Dan menilai keberhasilan kita?
Allah kita, yang memberi upah bagi mereka
Yang hidup di dalam kebenaran. —Branon

Allah menghendaki Anda memakai waktu dan harta Anda untuk membangun kerajaan-Nya, bukan kerajaan Anda.