Posts

Kita Tak Bisa Memilih untuk Lahir di Keluarga Mana, Tapi Kita Bisa Memilih Berjalan Bersama-Nya

Oleh Gabriel Angelia, Malang

Hari ulang tahun bisa dimaknai beragam. Bagi yang diberkati dengan relasi yang erat, mungkin hari ulang tahun adalah momen berbahagia ketika kerabat dan sahabat saling memberi semangat. Tapi, bagi yang mungkin berasal dari keluarga broken home dan tak memiliki kawan karib, mungkin hari ulang tahun tak ubahnya hari biasa.

Tanggal 16 Juni lalu, usiaku tepat 20 tahun. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana aku merayakan hari jadiku bersama teman satu kelas di sekolah dulu, tahun ini terasa berbeda.

Empat tahun belakangan hubungan dalam keluargaku tidak baik. Tidak ada komunikasi di antara kami karena sifat ayahku yang semakin menjadi-jadi. Ayahku adalah seorang yang ringan tangan dan buruk dalam berkata-kata. Masalah-masalah sepele sering menjadi besar dan tak jarang ibuku yang malah disalahkan. Aku merasa berat tinggal di keluarga seperti ini. Meskipun keluargaku mengajakku makan bersama untuk merayakan ulang tahunku, tapi hatiku tak merasa senang. Aku kecewa lahir di keluarga seperti ini. Ucapan selamat dari teman-teman dan sahabat-sahabat pun rasanya hambar. Berat bagiku untuk mengatakan “terima kasih” pada mereka.

Karena kondisi keluargaku yang dirundung konflik, hampir setiap malam aku menangis. Aku merasa tak berdaya, tak bisa berbuat apa-apa selain berdoa. Aku pun merasa tak ada gunanya berbahagia di hari ulang tahunku. Tak ada gunanya orang lain datang ke rumahku dan mengucapkanku selamat. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk tidak memberi tahu teman-temanku bahwa tanggal 16 Juni adalah hari ulang tahunku. Aku mengunggah foto di media sosial tapi aku tidak menunjukkan kalau aku berulang tahun, padahal biasanya sejak aku berumur 17 tahun aku selalu mengupload foto ulang tahun dengan tagar #17AndBlessed, #18AndBlessed, #19AndBlessed.

Namun, di tengah kesedihan itu, ada hal yang membuatku tersentak. Upayaku untuk menyembunyikan hari ulang tahunku ternyata tidak berhasil. Tahun ini adalah tahun keduaku berada di sekolah Teologi. Hari ulang tahun tiap mahasiswa dipajang di dinding kampus, bersamaan dengan informasi-informasi studi lainnya. Teman-temanku mengetahui hari ulang tahunku. Ucapan selamat pun berdatangan. Aku yang tadinya merasa getir akan hidupku, terkhusus hari ulang tahunku, menjadi terharu. Tuhan memberiku kejutan!

Memasuki usia yang baru dengan angka yang berbeda adalah penanda akan perjalanan hidup yang menarik, yang Tuhan persiapkan bagiku. Aku mungkin pernah merasa hari lahirku sebagai sebuah kekecewaan, hari yang tak berguna, tapi di hari itulah sejatinya Tuhan berkarya. Tuhan mengirimku untuk lahir di dunia ini, di keluarga yang dirundung konflik. Mungkin sekarang aku belum tahu apa maksud Tuhan dari semua ini, namun sekelumit kesan di hari ulang tahun ini mengingatkanku bahwa dalam perjalanan hidupku, aku disertai-Nya. Aku memang tak dapat memilih untuk dilahirkan di mana, tapi aku dapat memilih untuk menjalani hidupku bersama Tuhan.

Tahun demi tahun ada banyak naik turun yang kualami. Tak mudah tumbuh besar di keluarga yang tak baik, ditambah lagi dengan keadaan pandemi yang kita semua hadapi di tahun ini. Namun syukur kepada Tuhan, berjalan bersama-Nya membuat hari-hari yang sulit bisa dilalui.

Tahun ini, another new milestone telah Tuhan berikan untukku.

Teruntuk kamu yang mungkin merasakan hal yang sama denganku, kiranya Tuhan meneguhkan hatimu.

Baca Juga:

Luka Karena Patah Hati Adalah Sebuah Perjalanan yang Mendewasakanku

Setelah lahir baru aku merasa mudah untuk mengampuni orang lain. Selalu kukatakan pada diriku sendiri bahwa pengampunan yang Tuhan berikan memampukanku untuk mengampuni orang lain. Namun, sepertinya itu hanya teori yang memenuhi kepalaku saja, tidak hatiku.

Teruntuk Kamu yang Merayakan Ulang Tahun Sendirian

Oleh Anatasya Patricia, Bontang

Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengar kata ulang tahun?

Bagiku, ulang tahun adalah hari istimewa, identik dengan sukacita dan kebahagiaan. Hari yang patut dirayakan dengan ucapan syukur bersama keluarga dan teman-teman atas perjalanan hidup selama setahun yang telah dilalui.

Namun, tahun ini semua terasa berbeda. Di hari ulang tahunku yang ke-18, tak ada perayaan bersama teman-teman. Aku larut dalam kekecewaan dan kesedihan. Situasi pandemi tak memungkinkanku untuk menggelar acara yang melibatkan banyak orang. Alhasil, hari ulang tahunku pun dilalui dengan rutinitas biasa.

Teman-teman dan keluarga dekat mengirimiku ucapan selamat, tapi itu tidak membuatku tergugah dan bahagia. Hingga ada satu pesan dari salah satu temanku, dia menulis begini: “Hai Tasya, selamat berbahagia akan kesetiaan Allah. Selamat kembali mengingat dan merayakan penyertaan Tuhan dalam kehidupanmu. Selamat untuk terus membentuk diri dalam otoritas kedaulatan dan kebaikan Allah. Sehat selalu.” Kalimat ini entah mengapa terasa bermakna buatku.

Kubaca kalimat ucapan itu berulang-ulang, lalu kuambil waktu hening sejenak. Kurenungkan maknanya, kucoba koreksi diriku atas usia yang kini Tuhan telah tambahkan. Sebelumnya, aku jarang memikirkan makna atas hari ulang tahunku. Yang kulakukan adalah aku bergembira bersama teman-temanku, bersukacita karena kado-kado yang diberikan, tersanjung karena kejutan-kejutan dan kue ulang tahun yang diberikan padaku. Aku suka dengan hari ulang tahun karena di hari ini jugalah aku merasa diperlakukan secara istimewa selama seharian oleh teman-teman dan keluargaku. Tapi, pandemi ini menyadarkanku bahwa semua yang kuharapkan dan kusukai itu bukanlah makna sesungguhnya dari pertambahan usia yang Tuhan berikan.

Alih-alih sebuah pesta, momen ulang tahun adalah momen untuk melihat kembali kasih Allah yang tak berkesudahan dan penyertaan-Nya yang sempurna. Seharusnya karena inilah aku bersukacita, bukan karena pesta atau pun kado-kado yang kuterima.

Mazmur 71 berisikan doa-doa memohon perlindungan Tuhan pada masa tua. Meskipun usiaku masih belia, tapi Mazmur ini memberi pesan yang baik.

“Sebab Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah.
kepada-Mulah aku bertopang mulai dari kandungan, Engkau telah mengeluarkan aku dari perut ibuku; Engkau yang selalu kupuji-puji.” (Mazmur 71:5-6).

Sang Pemazmur berbicara tentang kehadiran Allah sepanjang hidupnya. Pemazmur teringat bahwa Allahlah yang mengeluarkannya dari kandungan ibunya, sehingga dia pun memuji Allah dengan berkata, “Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib” (ayat 17).

Sekarang, hari ulang tahun mengingatkanku akan kesetiaan Allah. Dia senantiasa hadir dalam tiap langkah perjalanan hidup kita.

Jika hari ulang tahunmu jatuh pada hari-hari ini dan orang-orang terdekatmu tak dapat hadir secara fisik, aku ingin mengucapkan selamat ulang tahun buatmu. Kiranya damai sejahtera Tuhan hadir atasmu dan hari ulang tahunmu dapat dipakai-Nya untuk menjadi hari yang mengingatkanmu akan betapa besar, luas, lebar, dan dalamnya kasih Tuhan.

Happy Birthday to you!

Baca Juga:

Mendoakan Rencanaku Bukan Berarti Tuhan Pasti Memuluskan Jalanku

Kita terbiasa mendoakan perencanaan kita. Dalam doa, kita berharap pertolongan Tuhan atas rencana itu. Lalu, mungkin kita berpikir, jika rencana itu sudah kita doakan, tentunya Tuhan akan membuat semuanya lancar dan sukses.

Yang Aku Lakukan dan Doakan di Hari Ulang Tahunku yang Ke-22

Oleh Jefferson, Singapura

Aku biasanya mengikuti kebaktian pagi karena pada sore harinya aku melayani sebagai guru di sekolah Minggu gerejaku. Namun, menjelang hari ulang tahunku yang ke-22 baru-baru ini, yang kebetulan jatuh pada hari Minggu, aku memutuskan untuk mengambil rehat dari kebiasaanku itu. Pada malam sebelumnya, aku meminta izin kepada pengurus sekolah Minggu untuk tidak melayani besoknya supaya aku bisa beribadah di kebaktian sore.

Ada beberapa alasan di balik keputusan ini, tetapi yang terutama adalah supaya aku dapat melakukan sebuah kebiasaan lain yang telah kuabaikan selama beberapa waktu: menulis jurnal. Kebiasaan ini kumulai sejak sekitar 8 tahun yang lalu. Pada awalnya, aku hanya mencatat pengalaman-pengalaman yang kurasa penting, bermakna, atau mengesankan. Frekuensinya sendiri bervariasi; kadang aku bisa menulis jurnal setiap malam, beberapa hari sekali, atau bahkan beberapa minggu sekali. Seiring berjalannya waktu, aku mulai melihat manfaat dari menulis jurnal, apalagi dalam masa-masa awal aku menjadi orang Kristen. Pertama-tama, secara praktis, menulis jurnal melatih kemampuanku menulis lewat menceritakan ulang suatu peristiwa yang terjadi dan merenungkan pemikiran atau responsku terhadap suatu topik. Yang kedua, jurnal mencatat berbagai kejadian penting (milestones) di mana aku melihat pertumbuhanku sendiri sebagai murid Kristus. Yang terakhir dan terpenting, lewat entri-entri jurnalku, aku dapat melihat dengan jelas penyertaan Tuhan yang selalu hadir dalam setiap pasang surut kehidupanku.

Kalau menulis jurnal sebegitu bermanfaatnya buatku, mengapa aku mengabaikannya selama ini? Pada tahun 2016, aku mengerjakan sebuah proyek pribadi yang cukup ambisius, di mana aku menulis satu kalimat yang merangkum apa yang terjadi pada satu hari setiap harinya selama setahun penuh. Ke-366 kalimat ini kemudian kusatukan menjadi sebuah puisi yang menceritakan hidupku dari usia 19 menuju 20 tahun. Aku memang menduga akan merasa kelelahan setelah menyelesaikan proyek itu, tapi aku tidak menyangka akan menjadi semalas dan seenggan ini untuk menulis jurnal dengan rutin. Di tengah-tengah kesibukan kuliah dan pelayanan yang ada, aku hanya menyempatkan diri untuk menulis jurnal beberapa minggu sekali, yang kemudian menjadi beberapa bulan sekali.

Ketidakkonsistenanku menulis jurnal berlangsung sejak akhir tahun 2016 hingga bulan Oktober yang lalu. Padahal, di masa itu aku merasa perlu menumpahkan isi hatiku yang meluap-luap lewat tulisan tanganku sendiri. Setelah setahun lebih melamar kerja dan kira-kira 3 bulan sejak aku lulus dari universitas, Tuhan akhirnya memberikan pekerjaan kepadaku. Masa-masa menunggu pekerjaan ini sendiri diwarnai dengan berbagai kejadian, mulai dari yang berwarna cerah seperti mulainya aku memimpin sebuah Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) di gereja sejak bulan Agustus sampai yang berwarna gelap di mana aku merasakan tekanan dari berbagai pihak, terutama orang tua, untuk segera mendapatkan pekerjaan. Rasanya sayang kalau seluruh peristiwa dalam beberapa bulan ke belakang tidak diabadikan dalam sebuah entri di jurnal yang telah lama tidak kubuka dan kutulis.

Maka di pagi hari 11 November 2018, setelah bangun lebih siang, membaca Alkitab, dan mandi, aku melepaskan ikatan tali yang membendel jurnal kulit tiruan berwarna cokelat yang agak berdebu dan membuka halaman tertulis terakhirnya. Entri terakhir bertanggal hampir setengah tahun yang lalu, tapi aku merasa sudah berabad-abad berlalu sejak aku terakhir menulis di jurnal.

Pena di tangan tidak langsung mengeluarkan tinta karena aku kesulitan merangkai kata-kata yang tepat untuk mengartikulasikan apa yang ada dalam benakku. Setelah bergumul selama sekitar lima belas menit untuk menyelesaikan dua paragraf pertama, kalimat-kalimat berikutnya kutulis tanpa hambatan yang berarti. Aku mengingat kembali kejadian-kejadian selama beberapa bulan ke belakang, menceritakan ulang dan mengomentari setiap detail yang menarik perhatian dan perasaanku. Hasilnya adalah ikhtisar dan perenungan dari pengalaman-pengalaman yang kualami selama beberapa bulan terakhir ini sepanjang 1,5 halaman A5.

Aku tidak bisa mengutip semua tulisanku di sini karena pasti akan kelewat panjang. Tetapi, secara singkat, selama hampir setengah tahun ke belakang (dan, kalau ditarik lebih jauh, sejak ulang tahunku yang ke-21), aku dapat melihat kuasa Roh Kudus yang nyata bekerja mengubahkanku semakin serupa dengan Tuhan Yesus Kristus terutama dari segi karakter, sebuah aspek kehidupan yang dari dulu kugumulkan karena kepribadianku yang koleris. Aku merasa jadi lebih sabar dan pengertian dalam berelasi dengan sesamaku. Selain itu, aku juga mengucap syukur atas anugerah Tuhan yang memimpinku untuk bisa lulus kuliah, memberikanku beberapa saudara/i di gereja untuk kumuridkan, dan menyertaiku selama masa-masa penantian hingga akhirnya mendapatkan pekerjaan.

Entri ini, seperti yang mungkin kamu tebak dari judul tulisan ini, berpuncak pada doa yang kutulis untuk Tuhan dari lubuk hatiku yang paling dalam. Doa inilah yang ingin kubagikan denganmu. Aku mengamati bahwa ketika seseorang berulang tahun, kebanyakan orang akan mengucapkan selamat, beberapa akan menanyakan pokok doanya, dan hanya sedikit yang akan berdoa bersamanya. Tuhan Yesus memberkatiku dengan banyak sahabat yang melakukan tindakan ketiga ini di ulang tahun teman-teman kami dan ulang tahunku. Melalui kesempatan berdoa bersama-sama dengan orang yang baru berulang tahun, aku mendapat wawasan tentang bagaimana orang Kristen seharusnya berdoa yang membantuku dalam kehidupan doaku sendiri.

Aku ingin membagikan berkat ini dengan kamu yang membaca doaku di bawah, sehingga kamu dapat semakin mendambakan kehadiran dan sukacita dari Tuhan dalam kehidupan doamu juga.

Tuhan, Bapaku di surga, sudah 22 tahun sejak Engkau menempatkanku di dunia ini. Butuh 14 tahun dan 356 hari bagiku untuk pada akhirnya menerima-Mu sebagai Tuhan dan Juruselamatku pribadi, sementara Engkau terus menopang hidupku di hari-hari penuh dosa dan pemberontakanku terhadap-Mu.

Hari ini tepat 7 tahun dan 9 hari aku telah melihat kasih-Mu terus dicurahkan atas hidupku hari lepas hari, walaupun sejak pertobatanku aku masih terus melakukan dosa dan pelanggaran yang tidak terhitung jumlahnya, tidak hidup dengan diri-Mu sebagai Tuhanku, melainkan aku sebagai Tuhan atas diriku sendiri. Tetapi Engkau terus mengingatkanku akan pengorbanan dan karya keselamatan-Mu yang menghapus segala dosaku, baik di masa lalu maupun yang akan datang, pada hari-hari di mana mereka membebaniku dengan rasa bersalah yang teramat besar. Terima kasih atas kebenaran-Mu yang membebaskan dan memampukanku untuk hidup untuk mengasihi-Mu, melayani-Mu, dan memuliakan-Mu lewat kasih dan pelayananku terhadap sesama.

Lewat perenungan tadi, Engkau memampukanku untuk melihat kasih anugerah dan kemurahan-Mu dengan lebih jelas lagi, sesuatu yang sudah lama tidak bisa kulakukan belakangan ini. Oleh karena itu, pada hari di mana Engkau memimpinku memasuki umur yang ke-22, aku memohon supaya aku dapat hidup semakin menyerupai Kristus. Aku berdoa supaya aku dapat melihat kemuliaan-Mu dengan semakin jelas lagi sehingga kasih-Mu dapat memenuhiku dengan melimpah dan menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarku. Tuhan, berikan aku kesediaan hati untuk mengasihi seperti Engkau mengasihiku, untuk peduli terhadap kebutuhan orang lain, tanpa mengharapkan balasan apapun, karena aku telah pertama-tama memiliki segala sesuatu yang kuharapkan dan kudambakan dalam Pribadi Yesus Kristus yang mengasihiku dan memberikan nyawa-Nya untukku. Dan di hari-hari ke depan, ketika aku berjalan menyimpang dari jalan-Mu, tolong bukakan mataku terhadap kesalahan-kesalahanku dan berikan aku kekuatan untuk kembali berjalan mengikuti tuntunan-Mu.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada hari esok, ya Tuhan, tapi Engkau mengetahuinya: berkat-berkat apa saja yang akan kudapatkan selama tiga tahun menyelesaikan ikatan kerja, pekerjaan seperti apa yang Engkau akan panggil aku untuk lakukan setelahnya, orang-orang yang akan kutemui, wanita yang akan kunikahi, di mana aku akan tinggal, dan perubahan-perubahan serta pertumbuhan seperti apa yang akan kualami dengan segala macam konflik dan penderitaan dan pergumulan yang harus kulewati untuk mencapainya; dengan kata lain, masa depan yang akan kuhadapi. Oleh karena itu, aku meminta supaya Engkau terus menyadarkanku atas hadirat-Mu dalam waktu-waktuku ke depan dan memberikanku iman untuk hidup dengan diri-Mu sebagai pengharapan dan Tuhanku. Tolonglah aku untuk terus merasakan sukacita-Mu sehingga aku dapat terus berjalan dengan setia dalam hadirat-Mu sepanjang sisa hariku.

Di sini aku berdiri, Bapa; Engkau adalah saksiku dan Kebenaran, kepada siapa segala kemuliaan adalah milik-Mu.

Dalam nama Kristus yang agung aku menyerahkan segalanya ke dalam tangan-Mu, dengan keyakinan dan dalam pengharapan akan kemuliaan, kasih anugerah, dan sukacita-Mu.

Allah Roh Kudus, lengkapi dan sempurnakan doa yang jauh dari sempurna ini sesuai kehendak-Mu.

Amin.

Semoga Allah memakai doa yang kunaikkan pada ulang tahunku yang ke-22 ini untuk membawamu lebih dekat kepada-Nya dalam doa-doamu sendiri.

Soli Deo gloria.

Baca Juga:

4 Pergumulan yang Mungkin Dihadapi oleh Pendeta Gerejamu Lebih Daripada yang Kamu Pikirkan

Di balik keadaan pendeta di gereja kita yang tampaknya “baik-baik saja”, bisa saja terdapat pergumulan yang mereka hadapi. Kadang, pergumulan itu malah lebih daripada yang ada dalam pikiran kita.

Doaku untuk Hari Ulang Tahunku

Oleh Lidya Corry Tampubolon, Jakarta

Kepada Allah pencipta semesta,

Kepada Allah pemilik hidup dan pelayananku,

Kepada Allah sumber rahmat dan kasih karunia,

Aku bersyukur untuk satu tahun lagi yang Kau tambahkan dalam masa hidupku. Tentu satu tahun dalam kesementaraan ini tidak sebanding dengan kekekalan yang Kau sediakan nanti. Tapi bagaimana pun, aku bersyukur untuk kefanaan yang di dalamnya aku menikmati anugerah demi anugerah.

Tuhan, ampuni aku untuk detik demi detik yang aku habiskan untuk berbuat dosa. Aku tahu kalau aku sungguh tidak tahu diri. Setelah semua yang Engkau lakukan bagiku, aku masih tetap berkutat dalam dosa-dosaku, seperti Rasul Paulus yang berseru, “Aku manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” Namun aku bersyukur, seruan Paulus tak berhenti di situ. Ia meneruskannya dengan ucapan syukur, “Syukur kepada Allah! Oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (Roma 7:24-25). Aku bersyukur untuk karya penebusan-Mu, dan tidak akan pernah berhenti bersyukur untuk hal itu.

Tuhan, ketika aku melihat hidupku, aku menemukan waktu-waktu di mana tangan-Mu terasa tidak lagi menggenggam tanganku.

Aku menemukan waktu di mana aku mempertanyakan kehadiran dan penyertaan-Mu.

Aku menemukan waktu di mana kekhawatiran dan ketakutan menguasaiku.

Namun aku bersyukur, meskipun aku berada dalam kekelaman dan merasa sendirian, sesungguhnya Engkau tidak pernah meninggalkanku. Firman-Mu menopang dan membangkitkanku. Engkau memberiku kekuatan dan penghiburan hingga akhirnya aku sadar bahwa aku tidak pernah sendiri. Engkau senantiasa hadir, berjalan bersamaku dalam keheningan melalui lembah kekelaman.

“Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela” (Mazmur 84:12). Izinkanlah aku, seumur hidupku, mengingat dan berpegang pada janji-Mu itu ya Allah.

Tuhan, aku tidak tahu bagaimana hari depan akan membawaku. Mungkin besok langit akan menjadi gelap dan perjalanan akan menjadi berat. Ada banyak hal di masa mendatang yang tidak bisa aku mengerti, tapi aku tahu siapa yang memegang hari esok, dan Engkau jugalah yang memegang tanganku.

Terima kasih Tuhan untuk 24 tahun yang Kau percayakan kepadaku. Aku tidak tahu berapa tahun lagi yang Kau sediakan bagiku, tapi biarlah Tuhan sampai akhirnya nanti, Kau temukan aku tetap setia.

Di dalam nama Yesus Kristus, Anak Allah yang hidup, aku berdoa dan mengucap syukur.

Amin.

Baca Juga:

Masa Depanmu Tidak Ditentukan oleh Keadaanmu

Banyak orang percaya bahwa untuk mencapai kesuksesan, seseorang harus lebih unggul sebelum pertandingan dimulai. Artinya, peluangmu untuk “sukses” itu ditentukan oleh latar belakang keluargamu. Tapi, bagaimana jika latar belakang keluargamu jauh dari unggul?

Ibu Memberiku Kasih

Oleh: Abyasat Tandirura

Aby-Ibu-Memberiku-Kasih

Ibu memberiku kasih
Bagaikan kemilau cahaya mentari
Hangat menembus relung hati
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Melebihi harta duniawi
Melahirkan dan membesarkanku di dunia ini
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Mendoakanku setiap hari
Membimbingku mengenal kasih ilahi
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Berjerih lelah tiada henti
Sekalipun sering aku kurang peduli
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Tak jemu menasihati dan menyemangati
Sekalipun sikapku kadang tak tahu diri
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Mendorongku melangkah hingga hari ini
Menyiapkanku menapaki esok hari
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

 
Catatan Penulis:
Puisi ini lahir dari perenungan pribadi jelang ulang tahunku tentang seorang “pahlawan” yang Tuhan tempatkan dalam hidupku. Ia berjuang membesarkanku, dari seorang bayi yang tak bisa apa-apa, hingga menjadi seorang pemudi yang mandiri. Ia berjuang mendidikku, dari seorang anak yang tak tahu apa-apa, hingga menjadi seorang dewasa yang mengenal Penciptanya. Ia tak sempurna, namun mengajarku ‘tuk selalu bergantung pada Yang Mahasempurna. Ia rela melakukan segala hal yang baik demi kebahagiaanku. Tulus, tanpa pamrih. Ya, ia adalah ibuku.

Kadang aku berpikir betapa senangnya bila bisa “membahagiakan” ibuku kelak jika aku sukses. Namun, sebenarnya aku tak perlu menunggu selama itu. Aku dapat membuatnya bahagia dengan hal-hal sederhana setiap hari. Bertutur dan bersikap dengan cara yang menghormatinya. Mendengarkan nasihatnya. Memberinya senyum dan pelukan hangat. Memberitahunya bahwa aku menyayanginya. Alkitab sendiri mengajar kita untuk menghormati ibu (dan ayah) kita tidak hanya pada waktu atau kondisi tertentu. Kita mendengarkan dan menaati mereka karena kita menghormati dan mengasihi Tuhan yang telah menempatkan mereka sebagai orangtua kita (lihat Keluaran 20:12; Kolose 3:20). Roh Kudus menolong kita.