Posts

Simulasi Terbang

Senin, 24 Juni 2013

Simulasi Terbang

Baca: Yohanes 16:25-33

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. —Yohanes 16:33

Ketika para pilot pesawat terbang berlatih, mereka akan menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di dalam simulator penerbangan. Simulator ini memberi mereka kesempatan untuk mengalami tantangan dan bahaya dari kegiatan menerbangkan pesawat terbang—tetapi tanpa risiko. Para pilot tak perlu lepas landas, dan jika mengalami tabrakan dalam simulator ini, mereka dapat meninggalkan simulator itu tanpa beban.

Simulator adalah alat yang sangat berguna dalam pelatihan, karena simulator membantu dalam mempersiapkan calon pilot untuk mengendalikan sebuah pesawat terbang sungguhan. Namun alat-alat ini bukannya tidak mempunyai kekurangan. Simulator menciptakan pengalaman buatan dimana besarnya tekanan yang dialami ketika berada dalam kokpit yang sesungguhnya tidak mungkin dapat ditiru sepenuhnya.

Bukankah kehidupan nyata itu seperti demikian? Hidup ini tidak dapat disimulasikan. Tidak ada lingkungan yang aman dan bebas risiko di mana kita dapat mengalami pasangsurut kehidupan tanpa terkena dampaknya. Kita tidak dapat menghindari risiko dan bahaya dari hidup di dunia yang berdosa ini. Itulah sebabnya perkataan Yesus begitu meneduhkan hati. Dia berkata, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh. 16:33).

Meski kita tidak dapat menghindari bahaya-bahaya dari hidup di tengah dunia yang berdosa, kita dapat memiliki damai sejahtera melalui hubungan kita dengan Yesus. Dia sudah memastikan kemenangan akhir kita. —WEC

Masalah di luar mungkin tidak berhenti
Tetapi biarlah ini yang menjadi sukacitamu:
“Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera,
Sebab kepada-Mulah ia percaya.”—NN.

Tiada hidup yang lebih aman daripada hidup yang diserahkan kepada Allah.

Gunung Batu Perlindungan

Kamis, 20 Juni 2013

Gunung Batu Perlindungan

Baca: Mazmur 94:3-23

TUHAN adalah kota bentengku dan Allahku adalah gunung batu perlindunganku. —Mazmur 94:22

Suatu ketika dalam masa liburan, saya berjalan di sepanjang pantai dari sebuah danau yang besar. Ketika saya mendekati suatu bukit batu karang, saya memperhatikan ada celah kecil di antara bebatuan itu dan melihat ada suatu tumbuhan kecil yang berakar di sana. Tumbuhan itu agaknya menyerap sinar matahari dan air dalam kadar yang cukup, serta mendapatkan satu hal lainnya, yakni perlindungan. Tidak ada hujan lebat atau angin kencang yang dapat mengoyakkan daun-daunnya yang lembut.

Habitat tumbuhan yang terjaga baik itu mengingatkan saya akan lirik himne yang terkenal ini: “Batu Karang yang teguh, Kau tempatku berteduh.” Kata-kata tersebut mengungkapkan apa yang diinginkan oleh banyak dari kita pada saat kita bertemu dengan orang-orang yang bermaksud jahat—mereka yang mempunyai sifat sombong, kejam, dan tidak menghargai Allah (Mzm. 94:4-7). Ketika kita dijadikan sasaran dari niat buruk seseorang, kita bisa mengingat penyataan pemazmur: “TUHAN adalah kota bentengku dan Allahku adalah gunung batu perlindunganku” (ay.22).

Sebagai gunung batu kita, Allah itu kuat dan dapat diandalkan. Sebagai tempat perlindungan kita, Dia dapat menyediakan keamanan hingga masalah kita berakhir. Pemazmur mengingatkan kita: “Di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung” (Mzm. 91:4). Dengan Allah sebagai pembela kita, kita tak perlu takut pada apa pun yang akan diperbuat orang lain terhadap kita. Kita percaya bahwa Allah akan menopang kita ketika masalah datang. —JBS

Terima kasih, Allah, karena sifat-Mu yang tetap
dan tidak berubah. Tolong kami untuk berlindung
di dalam-Mu ketika masalah datang. Ingatkan kami bahwa
kami tidak perlu berperang dengan kekuatan sendiri.

Perlindungan dapat diperoleh pada Batu Karang yang teguh.

Bermain Di Tengah Rasa Sakit

Rabu, 19 Juni 2013

Bermain Di Tengah Rasa Sakit

Baca: Ratapan 3:1-3,25-33

Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya. —Ratapan 3:32

Gary Carter, seorang atlet bisbol terkemuka, adalah pengikut Yesus. Sepanjang 19 tahun karirnya, ia memperoleh kekuatan dan ketahanan dari imannya di dalam Allah untuk bertanding hari demi hari. Dalam artikel di surat kabar Wall Street Journal, tak lama setelah Carter meninggal karena kanker otak di usia 57 tahun, penulis Andrew Klavan menceritakan bagaimana Carter telah mempengaruhi hidupnya.

Di akhir dekade 1980-an, Klavan mengalami depresi yang mendalam hingga ia terus berpikir untuk bunuh diri. Lalu ia mendengar Carter diwawancarai setelah suatu pertandingan. Si penangkap bola yang sudah veteran ini menolong timnya New York Mets meraih kemenangan dengan usahanya berlari kencang pada saat-saat penting dalam pertandingan itu. Carter pun ditanya bagaimana ia dapat melakukannya, mengingat lututnya sedang sakit. Klavan mendengarnya kira-kira seperti ini: “Terkadang Anda harus bermain di tengah rasa sakit.” Pernyataan sederhana itu menolong Klavan keluar dari depresinya. Ia menyatakan, “Aku bisa melakukannya!” Ia merasa dikuatkan dan kembali menemukan harapan—hingga ia pun menjadi pengikut Kristus.

Di balik pernyataan Carter terdapat kebenaran yang menguatkan dari kitab Ratapan. Bisa jadi kita memang menghadapi kesedihan, rasa sakit, dan kesengsaraan, tetapi kita tidak perlu berkubang dalam sikap mengasihani diri sendiri. Allah yang mengizinkan penderitaan kita juga adalah Allah yang mencurahkan kasih setia-Nya kepada kita (Rat. 3:32). Oleh kasih Allah yang mengangkat kita, kita akan sanggup “bermain” di tengah rasa sakit yang tak terelakkan. —DCE

Masalah datang di sepanjang jalan hidup
Namun Allah akan tolong kita memikulnya;
Hingga kita bisa melihat melampaui derita
Dan menolong mereka yang perlu kasih kita. —Branon

Allah akan melepaskan kita dari penderitaan atau memberi kita sukacita untuk menanggungnya.

Mengarungi Badai

Sabtu, 25 Mei 2013

Mengarungi Badai

Baca: Mazmur 107:23-32

Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya, . . . dan dikeluarkan- Nya mereka dari kecemasan mereka. —Mazmur 107:25,28

Bangsa Axum kuno (yang tinggal di Laut Merah di Ethiopia modern) menemukan bahwa angin badai dari musim penghujan dapat dimanfaatkan oleh layar kapal untuk mengarungi lautan dengan lebih cepat. Daripada gentar terhadap angin badai dan hujan yang terjadi, mereka belajar untuk berlayar dengan mengarungi badai.

Mazmur 107 memberikan suatu gambaran indah tentang bagaimana Allah mengizinkan suatu badai menerpa kita, dan kemudian menyediakan pertolongan bagi kita untuk mengarungi badai tersebut. “Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya, . . . dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan mereka” (Mzm. 107:25,28).

Sikap mempercayai Allah untuk memperoleh tuntunan di masa sulit ini dipaparkan dalam Alkitab. Ibrani 11 memuat daftar banyak orang yang menggunakan masalah mereka sebagai kesempatan untuk menunjukkan iman dan mengalami anugerah, pemeliharaan, dan penyelamatan dari Allah: “yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan” (Ibr. 11:33-34).

Badai hidup memang tidak terelakkan. Meski reaksi awal kita mungkin adalah lari dari masalah, kita dapat memohon kepada Allah untuk mengajarkan kita bagaimana mempercayai-Nya untuk memandu kita dalam mengarungi badai hidup. —HDF

Ketika hidup terombang-ambing oleh badai di lautan
Dihantam kuat oleh ombak derita dan duka,
Datanglah kepada Tuhan dan percata kepada-Nya,
Dia akan memberimu damai dan kelegaan. —Sper

Lebih baik berlayar mengarungi badai bersama Kristus daripada berlayar tenang tanpa Dia.

Lengan Allah Yang Kuat

Jumat, 17 Mei 2013

Lengan Allah Yang Kuat

Baca: Keluaran 5:24-6:7

[Aku] menebus kamu dengan tangan yang teracung. —Keluaran 6:5

Teman saya, Joann, berkeinginan kuat untuk menjadi seorang pianis pada suatu konser dan melakukan perjalanan serta pementasan baik sebagai pianis solo atau sebagai pengiring. Ketika menempuh kuliah di jurusan pementasan piano, ia terkena penyakit radang urat pada lengan kanannya. Kekuatan lengan itu melemah sehingga ia tidak dapat tampil pada sebuah resital solo yang diwajibkan. Akhirnya ia lulus dengan gelar di bidang sejarah dan literatur musik.

Joann mengenal Yesus sebagai Juruselamatnya, tetapi ia hidup memberontak terhadap-Nya selama beberapa tahun. Kemudian melalui beragam peristiwa sulit lainnya, Joann merasa Tuhan sedang menjamah hidupnya dan ia pun kembali kepada-Nya. Lama-kelamaan lengannya bertambah kuat, dan impiannya untuk melakukan perjalanan dan pementasan akhirnya terwujud. Ia berkata, “Sekarang aku bisa bermain untuk kemuliaan Allah dan bukan untuk kemuliaan diriku sendiri. Lengan-Nya yang teracung memulihkan imanku dan memberikan kekuatan kepada lenganku sehingga aku mampu melayani-Nya dengan karunia yang telah Dia berikan bagiku.”

Tuhan berjanji kepada Musa bahwa tangan-Nya yang teracung akan membebaskan orang Israel dari Mesir (Kel. 6:5). Dia tetap memegang janji-Nya tersebut sekalipun umat-Nya yang sering sekali memberontak itu meragukan Dia (14:30-31). Lengan Allah yang kuat itu juga teracung bagi kita. Apa pun hasil dari keadaan yang kita hadapi, Allah dapat dipercaya untuk menggenapi kehendak-Nya bagi setiap anak- Nya. Kita dapat bersandar pada lengan Allah yang kuat. —AMC

O indah benar, ikut jalan-Nya,
Bersandarkan Lengan yang kekal
Langkahku teguh, jalanku cerah,
Bersandarkan Lengan yang kekal. —Hoffman
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 129)

Dengan Allah mendorong dan lengan-Nya menopang, Anda mampu menghadapi apa pun yang menghadang.

Mengatasi Kabar Buruk

Senin, 29 April 2013

Mengatasi Kabar Buruk

Baca: Mazmur 4

Biarlah cahaya wajah-Mu menyinari kami, ya TUHAN! —Mazmur 4:7

Banyak orang berkata, ‘Siapa yang akan memperlihatkan yang baik kepada kita?’” (Mzm. 4:7). Perkataan Daud ini tampaknya menggambarkan pandangan pesimistis yang begitu mudah kita anut di tengah budaya kita masa kini. Berita di halaman depan surat kabar dan tajuk utama di Internet atau televisi tampaknya terpusat pada topik kejahatan, kecelakaan, politik, ekonomi dan para tokoh terkemuka yang berperilaku buruk. Percakapan kita di tempat kerja dan di tengah keluarga dibumbui kabar tentang masalah demi masalah, dan suasana pun menjadi muram. Di mana kita bisa mendapat kabar yang lebih baik?

Di tengah semua masalah yang dihadapinya, Daud datang kepada Tuhan, yang memberinya kelegaan (ay.2) dan mendengar doanya (ay.4). Alih-alih mengharapkan hikmah sesaat yang timbul dari keadaan yang berubah, Daud mendapat penguatan yang tidak berkesudahan di dalam Allah. “Biarlah cahaya wajah-Mu menyinari kami, ya TUHAN” (ay.7). Ia pun memperoleh sukacita di dalam hati yang melampaui segala kelimpahan atau keberhasilan duniawi apa pun (ay.8).

Sepanjang hidup Daud, baik sebelum atau setelah menjadi raja Israel, ia tidak pernah tidak mempunyai musuh. Namun di penghujung hari, ia bisa berkata, “Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur; sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman” (ay.9).

Merenungkan kebenaran tentang pemeliharaan Allah atas kita yang tertulis dalam Mazmur 4 merupakan cara yang baik untuk memulai dan mengakhiri hari demi hari. —DCM

Meyakini pemeliharaan-Nya
Aku akan tertidur lelap,
Karena Tuhan Penyelamatku
Akan menjagaku tetap. —Psalter

Allah adalah tempat berteduh yang aman di tengah badai hidup yang menerjang.

Setia Sampai Akhir

Rabu, 24 April 2013

Setia Sampai Akhir

Baca: Ibrani 12:1-4

. . . marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. —Ibrani 12:1

Setelah berlari sejauh 32 kilometer dalam Lomba Maraton Salomon Kielder di Inggris, seorang pelari berhenti lalu menumpang sebuah bus dan turun di daerah pepohonan dekat garis akhir. Kemudian, ia ikut bergabung kembali ke dalam lomba dan merebut juara ketiga. Ketika ditanya oleh petugas lomba, ia beralasan bahwa ia berhenti berlari karena sudah lelah.

Banyak dari kita bisa memahami kelelahan yang dirasakan para olahragawan yang sudah kepayahan karena kita juga menempuh suatu perlombaan iman. Kitab Ibrani mendorong kita untuk “berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita” (12:1). Berlomba dengan tekun mengharuskan kita untuk menyingkirkan dosa yang menghalangi langkah kita dan menanggalkan beban berat yang memperlambat laju kita. Kita harus tetap maju meski kita mungkin mengalami penganiayaan (2Tim. 3:12).

Agar kelemahan dan keputusasaan tidak berdiam di dalam jiwa kita (Ibr. 12:3), Alkitab mendorong kita untuk memusatkan perhatian kepada Kristus. Ketika kita lebih memperhatikan Dia daripada pergumulan kita, kita akan melihat Dia berlari di sisi kita—menopang ketika kita tersandung (2Kor. 12:9) dan menyemangati kita dengan teladan-Nya (1Ptr. 2:21-24). Dengan mengarahkan pandangan kepada Yesus “yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan” (Ibr. 12:2), kita akan ditolong untuk tetap dekat dengan sumber kekuatan kita dan untuk tetap setia sampai akhir. —JBS

Pandanglah pada Yesus,
Pandanglah wajah mulia-Nya;
Di dalam terang kemuliaan-Nya,
Dunia akan menjadi hampa. —Lemmel
(Buku Lagu Perkantas, No. 74)

Kita bisa mencapai akhir dengan meyakinkan ketika kita memusatkan perhatian kepada Kristus.

Dari Suram Menjadi Cantik

Kamis, 18 April 2013

Dari Suram Menjadi Cantik

Baca: Ayub 42:10-17

TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu. —Ayub 42:12

Musim semi adalah waktu ketika Allah mengingatkan kita bahwa ada kalanya sesuatu tidak seburuk penampilannya. Dalam rentang beberapa minggu saja, yang semula terlihat mati tak berdaya menjadi hidup kembali. Daerah hutan yang suram berubah menjadi pemandangan yang penuh warna. Ranting pepohonan yang kering sepanjang musim dingin, seakan seperti tangan-tangan yang memohon untuk diberi pakaian, tiba-tiba berhiaskan gaun hijau yang penuh renda. Bunga-bunga yang layu dan gugur ke tanah karena menyerah pada udara dingin perlahan-lahan bangkit dari dalam bumi seolah menentang kematian.

Dalam Kitab Suci, kita membaca tentang sejumlah keadaan yang kelihatannya tanpa harapan. Salah satunya adalah mengenai seorang pria kaya-raya bernama Ayub yang digambarkan Allah sebagai orang yang berintegritas (Ayb. 2:3). Bencana kemudian menimpa dan Ayub pun kehilangan segalanya yang berarti baginya. Dalam kesengsaraan, ia berkata, “Hari-hariku . . . berakhir tanpa harapan” (7:6). Bukti yang dilihat Ayub dan para sahabatnya bahwa Allah telah berpaling darinya ternyata tidak demikian. Allah begitu yakin pada integritas Ayub sehingga Dia mempercayainya dalam peperangan melawan Iblis ini. Pada akhirnya, harapan dan hidup Ayub pun diperbarui.

Ketika berada dalam keadaan yang tampaknya membuat putus asa, saya sungguh terhibur oleh kepastian datangnya musim semi tahun demi tahun. Bersama Allah, tidak ada keputusasaan. Sesuram apa pun tampaknya pemandangan hidup ini, Allah sanggup mengubahnya menjadi taman asri yang penuh warna dan wewangian. —JAL

Ya Allah, kami mohon iman kami diperbarui,
Demi keyakinan dalam segala perbuatan kami,
Demi harapan yang tak pernah pudar,
Demi kemenangan di takhta karunia-Mu. —Brandt

Bersama Allah, selalu ada harapan bahkan dalam keadaan yang membuat putus asa.

Tanjung Pencobaan

Selasa, 16 April 2013

Tanjung Pencobaan

Baca: Yakobus 1:1-8

Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. —Yakobus 1:2-3

Pada tanggal 10 Juni 1770, kapal yang dinakhodai James Cook asal Inggris menghantam sebuah karang di lepas pantai timur laut Australia. Cook pun mengarahkan kapalnya menuju ke perairan yang lebih dalam tetapi ia kembali menghantam karang, dan kali ini tabrakan itu hampir menenggelamkan kapalnya. Pengalaman ini mendorong Cook untuk menulis dalam catatan pelayarannya: “Ujung utara ini dinamai Cape Tribulation (Tanjung Pencobaan) karena di sinilah awal semua masalah kami.”

Banyak dari kita telah mengalami suatu pencobaan yang tampaknya memicu datangnya serangkaian pencobaan lainnya. Kehilangan pekerjaan, kematian orang yang dicintai, perceraian yang tidak dikehendaki, atau memburuknya kesehatan, dapat menjadi bagian dari daftar tersebut.

Meski krisis bisa jadi merupakan “Tanjung Pencobaan” bagi kita, Allah tetap berdaulat penuh dan tentu masih memegang kendali. Dia bermaksud memakai percobaan untuk membangun ketahanan dalam diri kita. Yakobus menulis: “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan” (Yak. 1:2-3). Makna kata yang diterjemahkan menjadi “ketekunan” adalah memiliki kekuatan yang tetap teguh atau kemampuan untuk bertahan.

Di tengah pencobaan yang menjungkirbalikkan hidup Anda, ingatlah bahwa Allah masih terus berkarya. Dia hendak memakai pengalaman Anda di “Tanjung Percobaan” untuk membangun karakter Anda. Dia telah menjanjikan kasih karunia-Nya untuk menolong Anda melewati semua itu (2Kor. 12:9). —HDF

Dia limpahkan karunia kala beban bertambah berat,
Dia tambahkan kekuatan kala jerih payah meningkat;
Saat bertambah derita, bertambah pula belas kasih-Nya,
Saat cobaan berlipat, damai pun dilipatgandakan-Nya. —Flint

Iman bertumbuh paling baik di masa-masa pencobaan. —Rutherford