Tora menyukai warna hitam, tetapi percayalah hatinya putih seputih salju. Bagi Tora, seni bukanlah sekadar hobi, itu adalah bagian dari kehidupannya. Dan, dia pun percaya bahwa Tuhan dapat dimuliakan melalui tiap-tiap karya.

Posts

Dicuci Bersih

Minggu, 21 April 2019

Dicuci Bersih

Baca: Yeremia 2:13,20-22

2:13 Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air.

2:20 Sebab dari dahulu kala engkau telah mematahkan kukmu, telah memutuskan tali pengikatmu, dan berkata: Aku tidak mau lagi diperbudak. Bahkan di atas setiap bukit yang menjulang dan di bawah setiap pohon yang rimbun engkau berbaring dan bersundal.

2:21 Namun Aku telah membuat engkau tumbuh sebagai pokok anggur pilihan, sebagai benih yang sungguh murni. Betapa engkau berubah menjadi pohon berbau busuk, pohon anggur liar!

2:22 Bahkan, sekalipun engkau mencuci dirimu dengan air abu, dan dengan banyak sabun, namun noda kesalahanmu tetap ada di depan mata-Ku, demikianlah firman Tuhan ALLAH.

Darah Yesus, Anak [Allah] itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. —1 Yohanes 1:7

Dicuci Bersih

Semua jadi benar-benar kacau. Sebuah pulpen gel berwarna biru entah bagaimana bisa terselip di antara lipatan handuk-handuk putih saya dan aman dari gilingan mesin cuci, tetapi kemudian pecah saat berada di dalam mesin pengering. Alhasil, bercak biru pun menyebar ke mana-mana. Rusak sudah handuk-handuk putih saya. Diberi pemutih sebanyak apa pun tetap tidak akan bisa menghilangkan noda-noda gelap tersebut.

Meski sebenarnya enggan, akhirnya saya menjadikan handuk-handuk itu sebagai lap. Saya jadi teringat pada ratapan Nabi Yeremia dalam Perjanjian Lama yang menggambarkan tentang dampak merusak dari dosa. Dengan menolak Allah dan berpaling kepada para dewa (Yer. 2:13), Yeremia menyatakan bahwa bangsa Israel telah meninggalkan noda yang tidak akan dapat hilang dalam hubungan mereka dengan Allah. “Bahkan, sekalipun engkau mencuci dirimu dengan air abu, dan dengan banyak sabun, namun noda kesalahanmu tetap ada di depan mata-Ku, demikianlah firman Tuhan Allah” (ay.22). Mereka tidak kuasa meniadakan kerusakan yang telah mereka buat.

Dengan kekuatan kita sendiri, kita tidak akan sanggup menghapus noda dosa-dosa kita. Namun, Tuhan Yesus telah melakukan apa yang tidak sanggup kita lakukan. Melalui kuasa kematian dan kebangkitan-Nya, Dia “menyucikan [orang percaya] dari pada segala dosa” (1Yoh. 1:7).

Bahkan jika ini sulit dipercaya, tetaplah bersandar pada kebenaran ini: tidak ada kerusakan akibat dosa yang tidak dapat dihapus oleh Yesus Kristus. Allah rela dan siap menghapus akibat dosa siapa saja yang bersedia kembali kepada-Nya (ay.9). Melalui Kristus, kita dapat hidup setiap hari dengan merdeka dan penuh pengharapan. —Lisa Samra

WAWASAN

Dalam bahasa asli Alkitab, ada beberapa kata yang diterjemahkan sebagai dosa, masing-masing memiliki pengertian berbeda. Dalam bacaan hari ini, Yeremia menggunakan kata yang berarti “buruk” atau “jahat” dan kerap digunakan untuk menyebut sesuatu yang memiliki dampak negatif. Namun, walaupun berbagai definisi dapat memberikan pengertian teknis tentang apa itu dosa, sering kali definisi tersebut gagal untuk menjelaskan gambaran tentang realitas dosa.
Dalam bacaan hari ini, Yeremia menggunakan empat metafora untuk menggambarkan hakikat kejijikan dosa Israel terhadap Allah—menggali kolam (ay.13), mematahkan kuk dan memutuskan tali pengikat (ay.20), persundalan (ay.20), dan pohon anggur liar (ay.21). Ketika dosa diartikan sekadar “meleset dari sasaran” (suatu tembakan yang baik tetapi tak sempurna), dosa menjadi sesuatu yang lebih mudah dimaklumi. Namun, persundalan sebagai metafora dari dosa kita adalah gambaran yang keras, tidak mudah diberi lapisan pemanis. Yeremia mengatakan bahwa tindakan Israel sangat menjijikkan sehingga usaha apapun untuk membersihkan diri mereka sendiri tidak akan mampu menghapuskan kesalahan mereka. —J.R. Hudberg

Apa yang bisa Anda lakukan dengan rasa bersalah Anda? Bagaimana Anda dapat hidup secara berbeda hari ini setelah mengetahui bahwa kematian Yesus berkuasa menghapuskan rasa bersalah dan “noda” akibat dosa Anda?

Darah Yesus menghilangkan noda akibat dosa.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 12–13; Lukas 16

Handlettering oleh Tora Tobing

Tanda-Tanda Persahabatan

Senin, 15 April 2019

Tanda-Tanda Persahabatan

Baca: Yohanes 15:9-17

15:9 “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.

15:10 Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.

15:11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.

15:12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.

15:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

15:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.

15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.

15:16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.

15:17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”

Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. —Yohanes 15:14

Tanda-Tanda Persahabatan

Saat masih kecil dan bertumbuh di Ghana, saya senang sekali menggandeng tangan ayah saya dan berjalan bersamanya ke tempat-tempat ramai. Beliau ayah sekaligus teman saya, dan bergandengan tangan di budaya kami adalah tanda persahabatan sejati. Sambil berjalan-jalan, kami mengobrol tentang berbagai hal. Setiap kali merasa kesepian, saya terhibur oleh kehadiran ayah saya. Saya sangat menghargai persahabatan kami!

Tuhan Yesus menyebut para pengikut-Nya sebagai sahabat, dan Dia menunjukkan kepada mereka tanda persahabatan-Nya. “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu,” kata Yesus (Yoh. 15:9), bahkan hingga memberikan nyawa-Nya untuk mereka (ay.13). Dia menunjukkan tatanan yang berlaku dalam kerajaan-Nya (ay.15). Dia mengajarkan segala sesuatu yang telah Bapa katakan kepada-Nya (ay.15). Dia juga memberikan kepada mereka kesempatan untuk mengambil bagian dalam misi-Nya (ay.16).

Yesus berjalan bersama kita sebagai Sahabat kita seumur hidup. Dia mendengarkan setiap kesakitan dan kerinduan hati kita. Ketika kita kesepian dan kecewa, Yesus Sang Sahabat sejati tetap menemani kita.

Persahabatan kita dengan Yesus akan terjalin lebih erat ketika kita mengasihi satu sama lain dan menuruti perintah-perintah-Nya (ay.10,17). Saat kita mematuhi perintah-perintah-Nya, kita akan menghasilkan buah yang tetap (ay.16).

Dalam mengarungi dunia yang penuh sesak dan berbahaya ini, kita dapat mengandalkan penyertaan Tuhan kita. Itulah tanda dari persahabatan-Nya. —Lawrence Darmani

WAWASAN

Yohanes 14-16 sering disebut “Khotbah Yesus di Ruang Atas” Yesus. Inilah saat terakhir-Nya untuk mengajar murid-murid, yang dilakukan pada waktu antara penetapan Perjamuan Kudus (Matius 26; Markus 14; Lukas 22) dan rangkaian peristiwa sengsara-Nya, yang dimulai dengan doa dan pengkhianatan di Getsemani (Yohanes 18).
Dalam Yohanes 15:9-13, berbagai bentuk kata kasih muncul delapan kali. Kasih ini mengacu kepada kasih antara Bapa dan Anak, kasih Allah (Bapa dan Anak) kepada kita, dan kasih kita kepada sesama. Pada ayat 14-17, kata sahabat atau sahabat-sahabat muncul dua kali -menggambarkan sebuah gebrakan baru dalam relasi kita dengan Kristus. Apa artinya? Relasi dihasilkan dari kasih, dan seperti yang ditekankan dalam ayat 17, relasi kita satu sama lain ditandai oleh kasih timbal balik yang berakar dalam kasih-Nya kepada kita. —Bill Crowder

Apakah artinya “menjadi sahabat Yesus” bagi Anda? Bagaimana Dia telah menyatakan kehadiran-Nya kepada Anda?

Bapa Surgawi, sahabat kami akan mengecewakan kami, dan kami juga akan mengecewakan mereka. Namun, Engkau tidak pernah mengecewakan, bahkan Kau berjanji menyertai kami “sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20). Tolong kami menunjukkan syukur dengan selalu setia melayani-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 27–29; Lukas 13:1-22

Handlettering oleh Tora Tobing

Adakah Kau di Sana?

Sabtu, 13 April 2019

Adakah Kau di Sana?

Baca: Keluaran 3:11-14

3:11 Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”

3:12 Lalu firman-Nya: “Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini.”

3:13 Lalu Musa berkata kepada Allah: “Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? —apakah yang harus kujawab kepada mereka?”

3:14 Firman Allah kepada Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi firman-Nya: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.”

Bukankah Aku akan menyertai engkau? —Keluaran 3:12

Adakah Kau di Sana?

Ketika istrinya tertular penyakit yang berpotensi menyebabkan kematian, Michael berharap istrinya mengalami damai sejahtera seperti yang ia alami lewat hubungan pribadinya dengan Allah. Ia sudah pernah menceritakan tentang imannya kepada sang istri, tetapi istrinya tidak tertarik. Suatu hari, ketika sedang berjalan melewati sebuah toko buku, ada judul buku menarik perhatiannya: Allah, Adakah Kau di Sana? Karena tidak yakin pada reaksi istrinya bila diberi buku tersebut, Michael beberapa kali keluar-masuk toko itu sebelum kemudian membelinya juga. Ia cukup terkejut ketika istrinya mau menerima buku tersebut.

Buku itu menyentuh hati sang istri, dan ia mulai membaca Alkitab juga. Dua minggu kemudian, istri Michael meninggal dunia—dalam damai bersama Allah dan beristirahat dengan tenang karena meyakini Allah tidak akan pernah meninggalkannya.

Ketika Allah memanggil Musa untuk memimpin umat-Nya keluar dari Mesir, Dia tidak menjanjikan kekuasaan kepada Musa. Akan tetapi, Dia menjanjikan kehadiran-Nya: “Aku akan menyertai engkau” (Kel. 3:12). Dalam pesan terakhir-Nya kepada para murid sebelum penyaliban, Yesus juga menjanjikan kehadiran Allah yang kekal, yang akan mereka terima melalui Roh Kudus (Yoh. 15:26).

Ada banyak hal yang dapat Allah berikan untuk menolong kita melewati berbagai tantangan hidup, seperti kenyamanan materi, kesembuhan, atau solusi cepat terhadap masalah-masalah kita. Kadang-kadang Dia melakukannya. Namun, anugerah terbesar yang Dia berikan adalah diri-Nya sendiri. Inilah penghiburan terbesar yang kita miliki: apa pun yang terjadi dalam hidup ini, Dia akan selalu menyertai kita dan tidak akan pernah meninggalkan kita. —Leslie Koh

WAWASAN

Kepastian penyertaan Allah bagi Musa dan umat Israel dinyatakan dengan kata Ibrani yang muncul empat kali dalam bacaan hari ini, yaitu hayah. Pada ayat 12, kata itu diterjemahkan menjadi, “Aku akan menyertai engkau.” Kata yang cukup kompleks ini juga merupakan nama pribadi Allah dalam perjanjian-Nya dengan Israel. Tiga kali kata ini diterjemahkan sebagai, “AKU ADALAH AKU” dalam ayat 14. Ketika dipakai sebagai kata benda penunjuk orang (nama), huruf-huruf penyusunnya dialihbahasakan menjadi “Yahweh”. Kata “TUHAN” yang ditulis dengan huruf kapital dalam berbagai versi terjemahan bahasa Indonesia juga berasal dari kata hayah, menyatakan keberadaan Allah yang kekal.
Yohanes 1:14 mencatat bahwa Firman Allah yang kekal “telah menjadi manusia, dan diam di antara kita.” Juga dalam Injil Yohanes, Yesus menyebut diri-Nya sebagai Anak Allah yang kekal melalui berbagai pernyataan “Akulah,” salah satunya yang paling gamblang, “Sebelum Abraham jadi, Aku telah ada” (8:58). —Arthur Jackson

Bagaimana Anda dapat dikuatkan oleh kehadiran Allah? Bagaimana Anda menjalani hidup secara berbeda karena tahu bahwa Dia menyertai setiap langkah Anda?

Tuhan, terima kasih untuk janji indah bahwa Engkau akan selalu bersamaku. Di tengah krisis dan rutinitas kehidupan ini, izinkan aku belajar mengandalkan kehadiran-Mu, karena aku tahu Engkau berjalan bersamaku.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 22–24; Lukas 12:1-31

Handlettering oleh Tora Tobing

Hikmat yang Sejati

Hari ke-19 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Hikmat yang Sejati

Baca: Yakobus 3:13-16

3:13 Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan.

3:14 Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran!

3:15 Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan.

3:16 Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.

Hikmat yang Sejati

Di sekolah, anak-anak sering didorong untuk berpartisipasi di kelas dengan cara menjawab berbagai macam pertanyaan dari guru mereka. Tak heran bila mereka kemudian berlomba-lomba mengacungkan tangan di kelas. Beberapa murid bahkan berusaha mengangkat tangannya lebih tinggi dari yang lain untuk menarik perhatian guru mereka.

Namun, bagaimana caranya mengenali siapa murid yang cerdas? Apakah itu murid yang paling banyak menjawab pertanyaan di kelas? Apakah itu murid yang nilainya paling tinggi? Mungkin benar demikian cara dunia mengukur kecerdasan seseorang. Namun, bicara tentang hikmat yang sejati, Tuhan memiliki cara penilaian yang sangat berbeda.

Siapa yang bijak dan berbudi?

Yakobus berkata, “…hendaklah ia menunjukkannya dengan hidup baik dan dengan melakukan hal-hal yang baik, yang disertai kerendahan hati dan kebijaksanaan.” (ayat 13, BIS). Menurut Yakobus, hikmat ditunjukkan melalui cara seseorang mengaplikasikan pengetahuan yang telah ia peroleh tentang Tuhan dalam berbagai situasi kehidupan, serta yang melakukannya dengan cara yang yang benar dan penuh kasih. Hikmat itu secara jelas dinyatakan melalui keputusan-keputusan yang dibuat, tindakan-tindakan yang diambil, dan kata-kata yang diucapkan. Ronald Blue (seorang pakar keuangan Kristen) mendefinisikannya demikian: “Hikmat itu tidak diukur dari gelar akademis, tetapi dari apa yang dengan sadar kita perbuat. Hikmat itu bukan soal mempelajari kebenaran, melainkan menerapkan kebenaran dalam kehidupan.”

Menarik untuk memperhatikan adanya hubungan yang erat antara hikmat dan kerendahan hati (ayat 13 BIS). Orang yang berhikmat itu rendah hati. Kerendahan hati meliputi kelemahlembutan dan kesediaan untuk tunduk, sama sekali bukan orang yang lemah. Salah satu tokoh Alkitab yang digambarkan demikian adalah Musa (Bilangan 12:3)—dan Musa jelas bukan orang yang lemah! Di sepanjang hidupnya, ia selalu tunduk kepada Tuhan dan firman-Nya—sikap yang jelas menjadi tanda bahwa ia adalah seorang yang sungguh-sungguh mengikut Tuhan.

Selanjutnya, Yakobus menguraikan perbedaan antara hikmat yang palsu dan hikmat yang sejati. Sumber dan hasilnya sangat berbeda. Hikmat yang palsu itu berasal dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan”, menghasilkan “kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (ayat 15-16). Hikmat palsu ditandai dengan adanya iri hati dan ambisi yang mementingkan diri sendiri (ayat 16). Pernahkah kita mengatakan bahwa kita berkorban melayani Tuhan dengan mengambil peran yang sulit di gereja padahal sebenarnya kita ingin membuktikan bahwa kita bisa melayani lebih baik daripada mereka yang sudah melayani lebih dahulu?

Hikmat yang sejati berasal dari sikap yang kudus dan menghormati Tuhan, dengan rendah hati mengakui bahwa Tuhan berdaulat penuh atas hidup kita (Mazmur 111:10, Amsal 9:10). Hikmat yang sejati menghasilkan damai, bukan kekacauan; membuahkan kebenaran, bukan perbuatan jahat (ayat 18).

Firman Tuhan ini patut kita renungkan baik-baik! Ketika kehadiran kita dalam suatu kelompok atau kepanitiaan menyebabkan perpecahan, masalah, ketidakharmonisan, bisa jadi hikmat kita bersumber dari si jahat—bukan dari Tuhan.

Mari kita mengejar hikmat yang benar, yang berasal dari Tuhan. Yakobus mendorong kita, “…apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya (Yakobus 1:5). Bersediakah kita untuk dengan rendah hati mengakui keterbatasan hikmat kita dan memohon Tuhan mencurahkan hikmat-Nya? Sungguh beruntung kita punya Tuhan yang memberikan hikmat dengan murah hati kepada semua orang yang memintanya! —Priscilla Goy, Singapura

Handlettering oleh Tora Tobing

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Apakah kamu mengenal seseorang yang berhikmat? Bagaimana kamu bisa membedakannya dari orang lain?

2. Bagaimana kita bisa menumbuhkan hikmat yang berasal dari Tuhan? (baca Amsal 2, 9).

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Priscilla Goy, Singapura | Priscila memiliki gelar di bidang ekonomi tetapi dia lebih suka membaca cerita daripada angka. Dia suka cerita-cerita, terutama cerita tentang kasih Tuhan buat manusia, kasih manusia kepada Tuhan, dan ketertarikan orang-orang terhadap isu sosial. Dia juga suka musik-musik Kristen, terutama lagu yang liriknya ditulis dengan sangat baik. Beberapa kali dia menulis puisi, menonton film dan meminum teh. Priscilla seorang yang teliti mengenai ejaan dalam tulisan, dan dia sangat bersyukur untuk Tuhan dan orang-orang yang mengasihinya tanpa syarat.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Pilihan Kasih yang Berbahaya

Hari ke-12 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Pilihan Kasih yang Berbahaya

Baca: Yakobus 2:8-11

2:8 Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, kamu berbuat baik.

2:9 Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran.

2:10 Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.

2:11 Sebab Ia yang mengatakan: “Jangan berzinah”, Ia mengatakan juga: “Jangan membunuh”. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga.

Pilihan Kasih yang Berbahaya

Tumbuh sebagai anak tengah, aku selalu merasa orang tuaku pilih kasih, mereka lebih sayang kepada kakak dan adik laki-lakiku. Aku tidak sebaik mereka dalam pelajaran dan dalam olahraga renang. Aku merasa sangat cemburu setiap kali orang tuaku memuji prestasi mereka dan memperbolehkan mereka memilih lebih dahulu makanan dan hadiah. Aku juga merasa diperlakukan tidak adil karena paling sering dimarahi dan paling jarang dimaafkan saat kami bertiga sama-sama melakukan kesalahan.

Meskipun mungkin aku telah salah menilai orangtuaku saat aku masih kecil, persepsi bahwa aku telah diperlakukan dengan tidak adil itu berdampak negatif terhadap kesehatan emosiku—rasa percaya diriku berkurang, aku sering merasa diri lebih rendah dibanding saudara-saudaraku dan tidak dicintai. Baru setelah mengenal Kristus sebagai seorang pemuda, perlahan aku mulai kembali percaya diri. Kebenaran Alkitab mengubah cara pandangku. Aku tahu bahwa Tuhan mencintaiku tanpa syarat.

Harus diakui, aku sendiri juga pernah bersikap pilih kasih. Di sekolah dan di tempat kerja, aku pernah memperlakukan teman-teman tertentu dengan lebih baik karena aku menyukai kepribadian mereka lebih dibandingkan teman lainnya. Pada saat itu, aku tidak memikirkan dampak tindakanku. Saat kita menjadi orang yang lebih dikasihi atau orang yang bersikap pilih kasih, kemungkinan besar kita merasa tidak ada yang salah dengan hal itu.

Namun, Yakobus mengingatkan kita bahwa sikap pilih kasih atau memandang muka itu bertentangan dengan hukum kerajaan Allah yang diajarkan Yesus untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Ia bahkan menyebut sikap itu sebagai dosa, sama seperti membunuh atau berzinah yang merupakan pelanggaran terhadap seluruh hukum Allah (ayat 10).

Saat merenungkan kembali pengalaman-pengalamanku di masa lalu, aku menyadari bahwa sikap memandang muka itu berakar pada kurangnya kasih kita kepada sesama. Bukankah kurangnya kasih itu pada dasarnya merupakan akar dari segala macam dosa? Galatia 5:14 memberitahu kita, “Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!’”

Ketika memandang muka, kita tidak mempertimbangkan perasaan dari orang yang bersangkutan dan bagaimana dampak dari sikap kita itu kepadanya. Bukannya mengasihi, kita justru menyakiti mereka.

Selain merendahkan harga dirinya dan meninggalkan bekas luka di hatinya, sikap yang demikian itu juga menyangkali identitasnya sebagai anak yang sangat dikasihi Tuhan, serta membentuk karakter dan perilakunya secara negatif.

Dalam Alkitab, kita membaca kisah tentang sikap pilih kasih yang menimbulkan kemarahan dan pada akhirnya hasil yang tidak diharapkan. Sikap pilih kasih Sarah terhadap Ishak dan perlakuan buruknya terhadap Hagar dan puteranya, Ismael, mengakibatkan perpecahan dalam keluarga Abraham. Perlakuan Ishak yang membeda-bedakan kedua anaknya, Esau dan Yakub, membuat keduanya terpisah. Sikap pilih kasih Yakub terhadap Yusuf membuat kakak-kakak Yusuf marah dan menjual Yusuf sebagai budak.

Apakah kita juga memandang remeh dosa memandang muka atau pilih kasih ini? Apakah saat melakukannya, kita berpura-pura buta terhadap dosa tersembunyi ini, tidak menyadari konsekuensinya yang sangat merusak?

Mari memeriksa diri kita dan datang kepada Tuhan dengan segala kerendahan hati. Mari minta Dia menolong kita untuk memahami hukum-hukumnya dan untuk mengenali dosa yang tak kentara ini dalam kehidupan pribadi kita, supaya kita dapat menjalani hidup dengan iman yang autentik dengan kasih Kristus yang tulus bagi sesama kita. —Melvin Ho, Singapura

Handlettering oleh Tora Tobing

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Di rumah, tempat kerja, gereja, atau lingkar sosial lainnya, apakah aku pernah menunjukkan sikap memandang muka dan memandang remeh dampak menyedihkan dari dosa ini?

2. Bagaimana aku bisa mengasihi orang yang lebih miskin dan bahkan musuh-musuhku—memberi mereka perlakuan yang sama tanpa memandang muka?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Melvin Ho, Singapura | Meskipun bukan penulis ataupun pembaca yang rajin, Melvin suka menjelajahi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang tentang iman Kristen dan Alkitab, dan berusaha yang terbaik untuk menjawabnya. Namun, dia menyadari bahwa terkadang dia banyak berpikir hanya untuk kebaikan dirinya sendiri, dan dia perlu meluangkan waktu lebih banyak untuk mempraktikkan firman Tuhan. Di antara banyak target yang ingin dicapainya, dia sedang belajar untuk hidup saleh, merasa cukup, mengasihi orang lain tanpa pilih kasih, dan menempatkan kebutuhan mereka di atas kebutuhannya sendiri. Di waktu luangnya, Melvin suka berlari dan menonton film-film inspiratif. Dia juga berharap suatu hari nanti dia bisa melayani Tuhan sebagai seorang misionaris.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus