Sejak kecil ia memang sudah mempunyai cita-cita sebagai seorang seniman, Teguh adalah pembelajar, dan ia mengambil keputusan untuk menjadi saluran berkat melalui Kaligrafi & Hand-Lettering yang dipelajari secara otodidak.

Posts

Orang Kudus dan Pendosa

Selasa, 30 April 2019

Orang Kudus dan Pendosa

Baca: Lukas 22: 54-62

22:54 Lalu Yesus ditangkap dan dibawa dari tempat itu. Ia digiring ke rumah Imam Besar. Dan Petrus mengikut dari jauh.

22:55 Di tengah-tengah halaman rumah itu orang memasang api dan mereka duduk mengelilinginya. Petrus juga duduk di tengah-tengah mereka.

22:56 Seorang hamba perempuan melihat dia duduk dekat api; ia mengamat-amatinya lalu berkata: “Juga orang ini bersama-sama dengan Dia.”

22:57 Tetapi Petrus menyangkal, katanya: “Bukan, aku tidak kenal Dia!”

22:58 Tidak berapa lama kemudian seorang lain melihat dia lalu berkata: “Engkau juga seorang dari mereka!” Tetapi Petrus berkata: “Bukan, aku tidak!”

22:59 Dan kira-kira sejam kemudian seorang lain berkata dengan tegas: “Sungguh, orang ini juga bersama-sama dengan Dia, sebab ia juga orang Galilea.”

22:60 Tetapi Petrus berkata: “Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan.” Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam.

22:61 Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: “Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.”

22:62 Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.

Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” . . . Dan [Petrus] berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” —Yohanes 21:17

Orang Kudus dan Pendosa

Sebelum mengikuti jejak Yohanes Pembaptis dengan hidup di padang gurun, Maria dari Mesir (± 344–421 m) menghabiskan masa mudanya mengejar kesenangan amoral dan menggoda para lelaki. Di puncak kebejatannya, ia melakukan perjalanan ke Yerusalem dengan niat menggoda para peziarah. Akan tetapi, ia justru dibuat sadar akan dosa-dosanya dan setelah itu memilih hidup dalam pertobatan dan kesendirian di tengah padang gurun. Transformasi radikal yang dialami Maria menggambarkan dahsyatnya anugerah Allah dan kuasa pemulihan oleh salib Kristus.

Petrus telah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, padahal beberapa jam sebelumnya, ia pernah menyatakan kerelaannya mati bagi Yesus (Luk. 22:33). Kegagalan untuk menepati kata-katanya sendiri merupakan pukulan berat bagi Petrus (ay.61-62). Setelah kematian dan kebangkitan Yesus, Petrus sedang mencari ikan bersama para murid di saat Yesus muncul di tengah mereka. Yesus memberi kesempatan bagi Petrus untuk menyatakan kasihnya sebanyak tiga kali—jumlah yang sama dengan penyangkalannya (Yoh. 21:1-3). Kemudian, dengan setiap pengakuan Petrus, Yesus menugaskan Petrus untuk menggembalakan umat-Nya (ay.15-17). Sebagai dampak dari anugerah luar biasa yang Yesus tunjukkan, Petrus pun memegang peran penting dalam membangun gereja hingga pada akhirnya ia rela menyerahkan nyawanya untuk Tuhan.

Catatan perjalanan hidup kita mungkin juga diawali dengan serangkaian kegagalan dan kekalahan, tetapi anugerah Allah selalu memungkinkan kita untuk menutup catatan itu dengan manis. Oleh anugerah-Nya, Dia menebus dan mengubah kita. —Remi Oyedele

WAWASAN

Yesus memperingatkan Petrus bahwa Iblis telah meminta izin untuk mengujinya dan iman Petrus akan gugur (Lukas 22:31-34). Sebelum ditangkap, Dia kembali mewanti-wanti Petrus: “Berjaga-jagalah dan berdoalah. . . Roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Matius 26:41). Ketika Yesus ditangkap, semua murid-Nya melarikan diri. Namun, Petrus dan Yohanes berubah pikiran dan mengikuti Yesus sampai ke rumah Imam Besar dan dibolehkan masuk karena Yohanes “mengenal Imam Besar” (ay.56-58; Yoh 18:15-16). Di halaman rumah itu, Petrus berbaur dengan para pelayan Imam Besar. Di sanalah ia gugur di bawah tekanan dan menyangkal Kristus tiga kali (Lukas 22:54-61). Bertahun-tahun kemudian, berdasarkan pengalaman kegagalannya, Petrus memperingatkan kita: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya” (1 Petrus 5:8).—K.T. Sim

Bagaimana selama ini Anda mengalami anugerah Allah yang mengubahkan? Bagaimana Anda dapat mengungkapkan anugerah-Nya kepada sesama?

Anugerah Allah mengubah kita dari pendosa menjadi orang kudus.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 8–9; Lukas 21:1-19

Handlettering oleh Teguh Arianto

Perubahan Dapat Terjadi

Minggu, 7 April 2019

Perubahan Dapat Terjadi

Baca: Filipi 2:1-4

2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,

2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,

2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;

2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. —Filipi 2:13

Perubahan Dapat Terjadi

Suatu Sabtu sore, beberapa remaja dari gereja kami berkumpul untuk membahas sejumlah pertanyaan sulit dari Filipi 2:3-4: “[Janganlah] mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Pertanyaan sulit itu antara lain: Seberapa sering Anda memperhatikan kepentingan orang lain? Apakah orang lain menganggap Anda rendah hati atau sombong? Mengapa?

Saya senang mendengar jawaban-jawaban mereka yang jujur. Para remaja itu setuju bahwa meskipun mudah mengakui kekurangan diri sendiri, tetapi amatlah sulit untuk berubah, bahkan ingin berubah pun sulit. Salah seorang remaja berkata, “Egoisme sudah mendarah daging.”

Keinginan untuk melepaskan fokus dari diri sendiri kepada kerelaan melayani orang lain hanya bisa dilakukan oleh Roh Allah yang hidup dalam kita. Itulah sebabnya Paulus mengingatkan jemaat Filipi untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dan dimungkinkan Allah bagi mereka. Oleh kemurahan-Nya, Allah telah mengangkat mereka sebagai anak-Nya, menghibur mereka dengan kasih-Nya, dan memberikan Roh-Nya sebagai penolong mereka (FLP. 2:1-2). Mungkinkah mereka—dan juga kita—tidak menanggapi segala kebaikan itu dengan kerendahan hati?

Benar, Allah menjadi alasan bagi kita untuk berubah, dan hanya Dia yang dapat mengubah kita. Karena Dia membuat kita “rela dan sanggup menyenangkan hati Allah” (ay.13 BIS), kita dapat mengalihkan fokus dari diri sendiri kepada orang lain dan melayani mereka. —Poh Fang Chia

WAWASAN

Tantangan yang Paulus berikan kepada umat percaya di Filipi nyata secara sempurna dalam teladan inkarnasi Kristus. Paulus memperingatkan mereka tentang bahaya persaingan atau kesombongan (ay.1-4), dan dalam ayat 6 dikatakan bahwa Yesus dengan sukarela melepaskan hak dan kedudukan-Nya. Mereka ditantang untuk mengutamakan orang lain (ay.3), seperti Yesus yang memberi teladan kerendahan hati sejati dengan mengosongkan diri-Nya (ay.7). Jemaat Filipi dinasihati untuk tidak mengutamakan kepentingannya sendiri (ay.4), seperti Yesus sepenuhnya menjadi hamba bagi kita (ay.7). Mereka dipanggil untuk mengingat bahwa Yesus memenuhi semuanya itu, hingga “taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (ay.8). Pengorbanan-Nya untuk kita adalah juga teladan cara hidup yang paling mulia. —Bill Crowder

Dengan cara apa Allah telah menolong Anda berbalik dari keegoisan dan membuat Anda lebih rela melayani orang lain? Bagaimana kerendahan hati Tuhan Yesus mendorong Anda untuk rela melayani dengan rendah hati?

Kita bertanggung jawab untuk menanggapi kesanggupan yang diberikan Allah dengan penuh kerendahan hati.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 7–9; Lukas 9:18-36

Handlettering oleh Teguh Arianto

Apa Isi Doamu?

Hari ke-29 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Apa Isi Doamu?

Baca: Yakobus 5:13-18

5:13 Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa! Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi!

5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.

5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

5:16 Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.

5:17 Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan.

5:18 Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya.

Apa Isi Doamu?

Apa yang biasanya kamu doakan atau bicarakan dengan Tuhan?

Menurutku, doa-doa kita itu sama seperti percakapan-percakapan kita. Kedalaman percakapan kita mencerminkan kedalaman hubungan kita—apa yang kita pilih untuk ceritakan dan bagaimana kita menyampaikannya, menunjukkan tingkat kedekatan dalam tiap-tiap hubungan. Sebagai contoh, percakapan kita dengan seorang rekan kerja mungkin akan sangat berbeda dibandingkan percakapan kita dengan seorang sahabat dekat.

Demikian juga, cara kita berdoa mencerminkan kondisi rohani kita dan kedekatan hubungan kita dengan Tuhan.

Hal ini disampaikan Yakobus saat ia mengajarkan bagaimana kita sebagai orang-orang Kristen, seharusnya berespons terhadap berbagai situasi hidup (ayat 13-15). Saat ada begitu banyak masalah dan kesusahan yang melingkupi, kita harus berdoa meminta hikmat (Yakobus 1:2-5)—sehingga kita dapat melihat pencobaan itu sebagai kesempatan untuk mendapatkan sukacita yang besar dan sebagai sarana untuk membangun ketekunan dengan mengingat bahwa Tuhan berdaulat penuh atas semua yang kita alami. Tuhan tahu apa yang sedang Dia lakukan, dan kita dapat melangkah dengan berani mengetahui bahwa Dia akan mewujudkan tujuan-tujuan-Nya yang baik bahkan di tengah situasi yang paling buruk.

Saat kita sedang bergembira, kita didorong untuk menyanyi dan memuji Tuhan sembari menghitung berkat-berkat-Nya, mengakui bahwa segala pemberian yang baik berasal dari Bapa kita yang baik (ayat 13).

Saat kita sakit, kita didorong untuk memanggil para penatua jemaat untuk mendoakan kita, percaya bahwa “doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu” (ayat 15). Kita juga dapat memakai kesempatan tersebut untuk memeriksa hati kita apakah ada dosa yang tersembunyi, dan bila ada kita dapat mengakuinya di hadapan Tuhan.

Namun, apa yang dimaksud “doa yang lahir dari iman”? Bagaimana seseorang bisa berdoa demikian?

Ibrani 11:1 memberitahu kita bahwa iman adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Doa yang lahir dari iman adalah doa yang dinaikkan atas dasar janji-janji Tuhan, dengan keyakinan bahwa Tuhan akan memegang janji-Nya dan akan menepatinya pada waktu yang tepat.

Tuhan sangat senang bila kita menghampiri-Nya dengan sikap yang demikian.

Dalam ayat 15-16, Yakobus menekankan pentingnya pengakuan dosa dalam doa. Kita harus saling mengaku dosa dan saling mendoakan supaya kesembuhan dapat terjadi (ayat 16). Yakobus kemudian berbicara tentang “orang benar” yang doanya penuh kuasa dan dikabulkan (ayat 17). Maksudnya bukanlah orang yang merasa diri benar dan mengandalkan pencapaian serta perbuatan baiknya. Maksudnya adalah orang yang dengan rendah hati mengakui anugerah dan rahmat Tuhan yang menyelamatkan hidupnya, yang menaruh imannya pada pekerjaan dan firman Kristus semata.

Yakobus menyebut nabi Elia sebagai salah satu tokoh yang dapat diteladani (1 Raja-Raja 17-18). Sebelum ada yang protes dan mengatakan bahwa level Elia itu beda dengan kita, Yakobus cepat-cepat mengingatkan bahwa Elia adalah “manusia biasa sama seperti kita” (ayat 17). Elia juga punya rasa takut, rasa tidak aman, kebimbangan dan kekhawatiran—hingga pada satu titik ia pernah merasa sangat lelah dengan hidupnya dan minta Tuhan mengambil nyawanya (1 Raja-Raja 19:4).

Namun, Elia mengenal Tuhan dan firman-Nya. Elia memegang sungguh-sungguh janji Tuhan dan percaya bahwa Tuhan akan menepati janji-Nya pada waktu-Nya yang sempurna—sebab itu ia dapat berdoa dengan penuh iman dan keyakinan yang kuat (ay. 17-18).

Apa yang bisa kita pelajari?

Dalam hubungan kita dengan Tuhan selama kita hidup di dunia ini, kita dapat bertumbuh mengenal Tuhan dan janji-janji-Nya dengan membaca firman-Nya. Bertambahnya pengenalan kita akan janji-janji Tuhan akan mengubah total cara kita berdoa. Kita akan mulai menaikkan doa-doa iman yang didasarkan pada janji-janji yang sudah Tuhan berikan untuk kita, dan kita akan dapat melakukannya dengan penuh keyakinan—meminta Tuhan menepati janji-janji-Nya pada waktu-Nya yang baik dan sempurna.

Mari mulai menaikkan doa-doa iman! —Lydia Tan, Singapura

Handlettering oleh Teguh Arianto

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Ambillah waktu untuk merenungkan doa-doa kita belakangan ini. Apakah doa-doa kita bisa disebut sebagai doa yang penuh iman…. atau lebih seperti doa yang putus asa?

2. Satu hal apa yang bisa kamu ubah dari cara kamu berdoa?

3. Tuliskan satu janji Tuhan yang akan kamu sertakan dalam doamu hari ini.

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Lydia Tan, Singapura | Lydia adalah seorang yang optimis. Sepertinya tidak ada suatu hal yang bisa membuatnya pesimis, kecuali pikiran tentang sayuran dan jarum. Dia sangat senang ketika dia ada bersama-sama dengan orang, anak anjing, atau anak kecil. Dari mereka, dia dapat belajar pelajaran hidup. Lydia punya kelemahan, dia tidak bisa menahan diri untuk cokelat hitam dan pernak-pernik yang cantik (terutama jika itu buatan tangan). Lydia adalah seorang pempimpi, dia bersemangat untuk menjadi terang Tuhan bagi bangsa-bangsa dan dia suka banyak petualangan. Ketika tidak sedang sibuk, Lydia suka berjalan-jalan santai dan menikmati Tuhan di alam.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Siapa Bisa Menjinakkan Lidah?

Hari ke-17 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Siapa Bisa Menjinakkan Lidah?

Baca: Yakobus 3:7-8

3:7 Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia,

3:8 tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.

Siapa Bisa Menjinakkan Lidah?

Aku berjanji pada diri sendiri bahwa aku tidak akan bicara jelek tentang rekan kerjaku ketika aku mendengar orang lain membicarakan rekan itu. Namun, suatu hari rasa penasaranku menang dan aku pun ikut nimbrung dalam percakapan. Lalu, aku berjanji pada diri sendiri bahwa aku hanya akan mendengarkan apa yang mereka katakan dan tidak akan menambahkan apa-apa. Meskipun rekan kerja ini adakalanya memang sulit diajak bekerja sama, aku bertekad untuk memegang janjiku. Sayangnya, tekadku tidak cukup kuat, dan tidak berapa lama kemudian aku sudah ikut membicarakan rekan kerja itu.

Ya, lidahku berhasil mengendalikanku.

Aku suka menonton berbagai atraksi di kebun binatang atau sirkus, entah itu singa yang melompati lingkaran api atau singa laut yang melambaikan siripnya sesuai aba-aba. Mereka bukan tipe binatang yang ingin aku dekati di alam bebas, tetapi mereka sudah dijinakkan oleh manusia dan dilatih untuk menuruti perintah.

Berbeda dengan kebanyakan binatang liar, lidah manusia sulit dijinakkan atau dilatih. Alkitab menyebut lidah itu seperti binatang liar yang tidak bisa dijinakkan, “buas, tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan (ayat 7-8). Tidak terkuasai karena selalu gatal untuk meneruskan gosip terbaru, dan berusaha menyamarkan gosip sebagai pertanyaan yang kelihatannya wajar, ”Apa kamu sudah tahu …?” atau “Apa kamu sudah dengar …. ?” Namun, setiap gosip mengeluarkan racun yang mematikan terhadap reputasi seseorang. Racun itu mengubah keluhan kecil menjadi cerita kebencian yang besar, dan membunuh korban-korbannya sebelum mereka sempat membela diri.

Namun, kita tidak diciptakan untuk hidup demikian. Menyadari kebenaran yang mengerikan tentang natur lidah kita dan dampaknya ini seharusnya mendorong kita semua makin bergantung kepada anugerah Tuhan. Melihat kerusakan-kerusakan yang bisa kita timbulkan kepada sesama manusia lewat ucapan kita, seharusnya membuat kita datang berseru kepada Tuhan, memohon anugerah dan pertolongan-Nya untuk mengendalikan ucapan kita.

Tidak pernah mudah untuk bersikap manis kepada seseorang yang sudah berbuat kesalahan terhadap kita atau memperlakukan kita dengan tidak sepatutnya. Namun, kita dapat meminta Roh Kudus untuk menolong kita berbicara dengan cara yang baik, menghindar dari “pembicaraan tak berguna” dan menyampaikan “hanya perkataan yang berguna untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya beroleh kasih karunia” (Efesus 4:29).

Kiranya kita terus bergantung kepada Tuhan, karena hanya Dia satu-satunya Pribadi yang memiliki kuasa untuk menjinakkan lidah kita dan menuntun setiap ucapan kita. —Michele Ong, Selandia Baru

Handlettering oleh Teguh Arianto

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Bagaimana kamu dapat membicarakan hal-hal positif tentang orang lain hari ini?

2. Bagaimana kamu dapat lebih bijaksana dengan perkataanmu?

3. Bagaimana agar perkataanmu dapat mendatangkan kasih karunia bagi yang mendengarnya?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Michele Ong, Selandia Baru | Michele adalah seorang sarjana Akuntansi namun dia percaya bahwa Tuhan memanggilnya untuk menulis. Michele pernah bekerja selama beberapa tahun sebagai seorang jurnalis untk menyenangkan hati kedua orang tuanya. Menulis adalah hal yang penting untuk Michele, sebagaimana bernafas. Dia tahu bahwa kata-kata punya kekuatan untuk mengubahkan hidup. Dia suka meluangkan waktu luangnya untuk membeli buku, tapi biasanya buku itu tidak selesai dibaca, bersantai dengan teman-teman, dan bersantai di tepi pantai saat musim panas. Sekarang dan seterusnya, dia mendorong dirinya untuk keluar dari zona nyaman dengan mengikuti aktivitas luar ruangan seperti hiking, tapi seringkali pilihan ini menjadi sesuatu yang berisiko.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus