Posts

Solusi Bagi yang Lemah Niat: Meminta Hati yang Baru

Oleh Ernest Martono, Jakarta

Bulan Januari sudah habis dan sudah berapa banyak janji yang gagal kita tepati?

Hampir setiap awal tahun kita membuat resolusi tapi, banyak yang gagal melakukannya. Kita frustasi menghadapi diri kita yang lemah niat. Kita berusaha mencari jalan keluar dan pertolongan. Kita mencari tutorial, membaca tips-tips, termasuk mendengarkan kata-kata motivator.

Kebanyakan dari self-help tersebut mendorong kita untuk berjuang lebih keras. Pasang banyak strategi: pakai pengingat, tulis di catatan, cicil target, dan masih banyak lagi. Namun, entah kenapa masih banyak target yang meleset. Banyak yang mengusulkan untuk menemukan driving force. Namun, seperti apa wujud kekuatan tersebut? Bagaimana mendapatkannya?

Sewaktu aku melihat resolusi yang tersebar di sosial media, ada kesamaan dengan resolusi dengan yang kubuat. Aku mulai bertanya resolusi apa yang harus dibuat oleh orang percaya? Jangan-jangan resolusi yang kubuat tidak ada bedanya dengan apa yang dunia cari. Mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus, menikah, mendapatkan pendapatan lebih banyak, mengurangi berat badan, tidak lagi mau datang terlambat, itu semua adalah hal baik hanya saja semua itu pun dicari juga oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah.

Lantas bagaimana seharusnya orang percaya membuat resolusi?

Di tahun 2022 lalu ada sebuah kejadian viral, seorang nenek ditendang oleh anak-anak sekolah. Banyak pihak merespons ini, tapi ada satu komentar seorang podcaster yang menarik perhatianku. “Karena semakin banyak anak-anak kayak gitu, semakin kecil saingan kamu untuk menjadi orang sukses,” demikian komentarnya. Aku mulai berpikir, kalau seandainya menendang seorang nenek akan diganjar hadiah sebesar 1 milyar, akankah orang akan melakukannya? Apakah tidak menendang seorang nenek hanya agar menjadi orang sukses? Aku rasa ada alasan yang lebih baik daripada sekedar menjadi orang sukses.

Namun, sayangnya ketika kita membuat resolusi, kebanyakan dari kita membangun gambaran ideal serupa dunia. Banyak motivator yang mendorong kita untuk menjadi orang sukses, tapi itu bukan segalanya. Gambaran ideal yang kita kejar tersebut berasal dari keinginan hati kita. Keinginan inilah yang memberi kita motivasi untuk membuat resolusi dan mengerjakannya. Masalahnya adalah hati kita telah dinodai oleh dosa, sehingga perbuatan yang sekalipun terlihat baik dapat dimotivasi oleh keinginan egois. Lihat saja contoh di atas tadi. Mengapa tidak menendang seorang nenek? Karena tindakan seperti itu menghalangi saya menjadi orang sukses. Jadi sebenarnya yang dikejar adalah sebuah pamrih kesuksesan.

Jarang sekali kita memiliki resolusi untuk memiliki hati dan keinginan yang baru, keinginan yang telah dikuduskan Tuhan. Kalau kita mau jujur, sebenarnya kita tidak mau punya keinginan sama seperti yang Tuhan inginkan. Hati kita begitu lemah dan mandul untuk mengikuti keinginan hati Tuhan. Dosa telah melumpuhkannya. Oleh sebab itu Tuhan berjanji:

“Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat” (Yehezkiel 11:19).

Ayat ini merupakan sebuah penghiburan bagi kita. Hati yang baru bukanlah sebuah hal yang harus kita usahakan. Itu adalah sebuah pemberian dari Tuhan. Tangan Tuhan sendiri yang akan mengusahakannya untuk kita. Kita dibentuk Tuhan menjadi manusia yang baru dengan keinginan-keinginan yang baru. Ini adalah identitas kita. Bagian kita adalah menghidupi manusia baru tersebut.

“Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17).

Jadi ketika kita menuliskan resolusi di tahun ini coba tanyakan sebagai seorang manusia baru, apa yang seharusnya aku inginkan? Apa yang seharusnya aku kejar? Apakah resolusi yang aku buat sesuai dengan gambaran manusia baru atau justru sama persis dengan yang dunia tawarkan?

Menuliskan resolusi bukan hanya sekadar menuliskan janji. Dari janji yang kita buat itulah kita bisa tau apa yang paling kita rindukan ada di dalam hidup kita. Apa yang paling kita cari dan berharga untuk hidup kita. Semoga kita bisa terus teliti memperhatikan isi hati kita dan mengarahkannya sesuai dengan keinginan Tuhan.

5 Kunci Bikin Resolusi Jadi Terwujud

Oleh Jenni, Bandung

Seperti kebanyakan orang, aku memiliki resolusi dan pengharapan untuk kukejar sepanjang tahun ini. Namun, aku sadar bahwa untuk mencapai sebuah target diperlukan langkah-langkah disertai strategi yang tepat. Setelah berkaca dari pengalamanku sendiri dan upayaku mempelajari firman-Nya, inilah cara-cara yang kudapatkan untuk menetapkan target dan mewujudkannya:

1. Semua dimulai dengan menyiapkan diri terlebih dulu

Pada Lukas 14:28 tertulis, “Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?” Secara keseluruhan, konteks dari ayat tersebut adalah Yesus mengajar bahwa siapapun yang hendak mengikut dan menjadi murid-Nya harus memutuskan lebih dulu apakah mereka telah siap untuk membayar harga, yakni menyerahkan segala yang kita miliki untuk melayani Kristus.

Ikut Tuhan Yesus tidak main-main dan tidak cuma butuh persiapan, tapi pengorbanan. Dari ayat ini aku belajar bahwa kita perlu menyiapkan waktu khusus untuk memikirkan baik-baik target yang ingin kita capai.

Hal yang sering terlewat olehku adalah menanyakan pada diriku sendiri: ingin menjadi orang seperti apakah aku? Kualitas seperti apa yang ingin aku miliki?

Dua pertanyaan ini akan menuntun kita menetapkan dasar dari usaha-usaha yang akan kita lakukan di langkah berikutnya.

2. Target tidak dibuat setara, tetapi bisa disusun berdasar prioritas

Dalam bekerja, aku belajar bahwa mengetahui mana pekerjaan yang prioritas sangatlah berguna. Saat tahu apa saja kriteria prioritas, aku jadi tahu hal spesifik apa yang perlu dicapai dan dilakukan. Hal ini sangat membantu dalam menentukan tenggat waktu mengerjakan.

Dalam membuat target, mengurutkan prioritas bisa dimulai dengan mengutamakan berdasarkan tanggung jawab dan disusul oleh cita-cita. Mana yang bisa aku lakukan? Inikah yang aku inginkan? Apa langkah pertama yang harus aku fokuskan? Setelah menentukan prioritas, kita bisa fokus untuk mengerahkan tenaga dan waktu yang terbatas.

3. Target perlu dikejar, tapi kita tidak hidup hanya untuk mengejar target

Berkaca pada pengalamanku beberapa tahun silam, ada masanya di mana aku begitu asyik dengan jadwalku yang padat demi mengejar targetku. Aku mengabaikan waktu istirahat dan orang-orang di sekitarku. Seiring waktu, aku sadar bahwa hidupku bukan milikku seorang. Di rumah ada keluarga yang perlu aku kenali lebih dekat, perhatikan, bantu dan dukung. Ada teman yang hubungannya perlu aku rawat dan perhatikan. Ada diri sendiri yang perlu kukenali dan gali lebih dalam.

Aku lupa bahwa hidup bukan hanya sekedar mengejar pencapaian. Istirahat, olahraga, dan bersosialisasi adalah bagian dari kehidupan. Terutama, merawat hubungan dengan Tuhan. Sudahkah aku berusaha mengenal pribadi-Nya? Bisakah aku duduk diam mendengar-Nya? Bagiku mengabaikan Tuhan bagaikan lari ke hutan dan mencari jalan keluar sendiri.

Markus 8:36 berbunyi, “apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya.” Hidup bukan hanya tentang mengejar, tetapi juga tentang menikmati kebaikan Tuhan dan berbagi dengan menjadi buah untuk sekitar kita.

4. Manajemen diri adalah koentji

Kembali berkaca dari pengalaman bekerja, terkadang ada tugas mendadak yang membutuhkan energi ekstra. Dengan waktu yang sempit dan pekerjaan yang menumpuk, tekanan bekerja menjadi tinggi dan membuatku kewalahan. Hal itu menyadarkanku bahwa aku perlu menyusun strategi agar kejadian serupa tidak terulang.

Jauh-jauh hari, sebelum tugas mendadak itu muncul (yang entah kapan), aku memutuskan untuk mengerjakan tugasnya dengan mencicil secara berkala dengan disiplin. Pekerjaan besar itu kubagi hingga menjadi pekerjaan yang bisa kukerjakan dalam waktu kurang dari sehari. Dengan cara itu pekerjaan yang tadinya berat jadi terasa ringan karena dikerjakan sedikit demi sedikit setiap harinya.

Amsal 30:25 berbunyi, “semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas.” Ayat ini berbicara tentang mempersiapkan diri. Ayat tersebut dan pengalaman mengajarkanku bahwa untuk mencapai sebuah target yang besar kita perlu menyiasatinya dengan langkah kecil setiap harinya. Buatlah satu target tahunan menjadi bulanan. Uraikan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut hingga menjadi tugas yang bisa dilakukan dalam hitungan hari. Lalu, tetapkan tenggat waktu untuk menyelesaikan tugas itu. Sedikit demi sedikit menjadi bukit, percayalah pada proses.

5. Last but not least: ikut tuntunan Tuhan, serahkan segala rencana kita pada-Nya

Kedua orang tuaku berpesan untukku agar selalu berdoa sebelum melakukan perjalanan. Alasannya, meskipun aku sering melewati rute yang sama dan menganggap diriku sudah menguasai medan jalannya, tetap saja ada banyak hal yang bisa terjadi di luar kendaliku. Aku tetap tak tahu apa yang akan terjadi.

Seperti halnya membuat resolusi. Kita punya planning yang baik, tetapi kita sendiri punya keterbatasan. Kita tidak bisa melihat masa depan seperti tertulis, “… Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” (Yakobus 4:15). Kendati demikian, kita bisa menyiapkan masa depan kita, namun yang paling penting ialah kita menyertakan Tuhan dalam setiap rencana kita, selalu berusaha, dan bisa bersikap luwes.

Tuhan tahu yang terbaik dari setiap kita, sehingga sudah sepantasnya kita datang membawa rencana kita pada-Nya. Tuhanlah pemilik masa depan yang berdaulat.

Itulah tips sekaligus sharing untuk menentukan dan menyusun strategi meraih target. Semoga bisa membantu teman-teman dalam menyusun targetnya! Mari kita melakukan yang terbaik dan berdoa senantiasa.

“Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana” (Amsal 19:21).