Posts

Belajar Mempercayai Tuhan Lebih Daripada Aku Mempercayai Nilai Tabunganku

Oleh Mikaila Bisson
Artikel asli dalam bahasa Inggris: How To Trust God with Your Finance

Sepanjang hidupku, aku sudah dilatih untuk mengelola uang dengan baik. Saat sekolah, orang tuaku memulainya dengan membuatkanku rekening bank, dan setiap uang yang kuperoleh dari pekerjaan sambilan akan langsung masuk ke sana.

“Kamu menabung untuk keadaan darurat,” kata mereka—yang tentu saja tidak masuk akal bagiku saat itu. Namun, sekarang ceritanya telah berbeda.

Beberapa bulan lalu, pergelangan kakiku patah saat bermain outdoor game bersama teman-temanku. Akibatnya, aku harus dioperasi dan proses pemulihan yang cukup panjang harus kujalani. Kecelakaan itu tidak pernah kurencanakan, tapi ketika itu terjadi aku harus mengeluarkan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Barulah sekarang aku paham mengapa menabung untuk dana darurat itu penting. Ketika aku belajar mempercayakan keuanganku kepada Tuhan, rasanya cara pandangku tentang keuangan berubah menjadi lebih baik karena aku melihatnya dari tempat yang tepat.

Dalam Amsal 3:5, kita diperintahkan untuk, “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”

Mempercayai itu sulit, terutama untuk sesuatu yang begitu nyata dan penting seperti uang. Bagaimana kita bisa mempercayakan cicilan rumah, mobil, dan kesehatan kita kepada seseorang yang tidak dapat kita lihat? Bagaimana bisa, jika kita seorang Kristen, mempercayakan keuangan kita pada Tuhan, tapi tetap menabung dan menyiapkan uang untuk hal-hal tak terduga?

Ketika aku harus membayar biaya pengobatan dari kecelakaan yang tak kurencanakan, aku takut dan sedih. Namun, barulah ketika aku pelan-pelan mencerna semua perasaan itu, aku jadi lebih memahami apa artinya mempercayakan keuanganku kepada Tuhan.

Meskipun Alkitab tidak memberikan pedoman khusus tentang bagaimana menyusun anggaran bulanan atau portofolio keuangan kita, Alkitab memberikan bimbingan pada bagaimana kita harus bersikap terhadap uang, terkhusus pada perasaan takut akan kehilangannya.

Mempercayai Tuhan dengan keuangan kita seperti… percaya Dia menyediakan untuk kita–tak melulu uang.

Reaksi pertamaku ketika melihat tagihan tak terduga adalah takut. Lupakan fakta bahwa aku baru sembuh dari patah tulang, aku menangis karena tagihannya mahal. Asuransiku tidak sepenuhnya meng-cover tagihan, dan aku khawatir aku tidak akan pernah mendapatkan kembali tabungan yang telah kukumpulkan dengan susah payah.

Namun, Yesus berkata dalam Matius 6:25-26,

“… Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.”

Burung-burung pun Tuhan pelihara, tentulah Dia juga memelihara kita.

Tuhanlah yang memampukanku mengumpulkan tabungan untuk kecelakaan ini—bahkan ketika aku kesulitan meraihnya di masa itu. Tuhan juga merawatku dengan cara lain. Dia membantuku menemukan konselor di kotaku yang baru beberapa minggu sebelum aku putus dengan pacarku, memberiku para sahabat yang menolongku melewati masa-masa sulit, dan segala sesuatu lainnya.

Saat aku belajar mengenal karakter-Nya, Tuhan juga menunjukkanku cara pemeliharaan-Nya. Semua ini menunjukkanku bahwa Tuhan menginginkan yang terbaik bagiku dan rencana-Nya lebih besar daripada yang kutahu. Tuhan menunjukkan kesetiaan-Nya terus-menerus. Ketika iman percayaku memudar pada masa-masa tertentu, mengingat bagaimana Dia memeliharaku menolongku untuk tetap kuat. Dia memegang kendali dan selalu layak dipercaya.

Mempercayakan keuangan kita kepada Tuhan ibarat… menemukan sukacita di tengah kekhawatiran

Namun sesungguhnya, aku masih khawatir meskipun aku tahu Tuhan telah menjanjikan bahwa Dia pasti memelihara. Aku tetaplah manusia. Ketakutanku terkadang begitu melemahkan, sehingga aku harus mencari pertolongan pada konselorku, teman yang kupercaya, atau orang tuaku. Sementara itu, berkali-kali aku menangis karena takut akan masa depan, aku juga menangis meratap.

Aku selalu diberitahu bahwa tidak apa-apa berduka atas kehilangan, dan bagiku, kehilangan tabungan adalah kerugian yang sangat besar. Tapi Yesus berkata dalam Mazmur 34:18, “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”

Sementara aku berduka karena kehilangan tabunganku, Tuhan dekat denganku.

Dia bekerja untuk menunjukkanku seluruh hal-hal berbeda yang dapat membawa sukacita padaku: keluarga yang akan merawatku saat aku membutuhkan mereka, seorang dokter yang membuat jadwal operasiku lebih cepat dari yang diharapkan, dan tubuh sehat yang memungkinkanku pulih dengan cepat.

Tabunganku memang penting bagiku, tapi yang lebih penting adalah cara Tuhan yang sederhana namun sangat penting bekerja untuk kebaikanku—dan membantuku menemukan sukacita!—tepat di depan mataku.

Seiring aku terus berupaya memperbaiki kondisi keuanganku, mempercayai Tuhan masihla menjadi hal yang sulit. Tetapi, ketika aku memahami dan mengenali sumber perasaan takutku dan bagaimana Alkitab menolongku memprosesnya, kekhawatiranku akan kehilangan uang pun memudar.

Ketika dulu aku mengandalkan diriku sendiri supaya hidup berkecukupan, sekarang aku telah meraih pandangan baru yang memampukanku untuk lebih mempercayai pemeliharaan Tuhan buatku, meskipun cara-Nya tidak selalu seperti yang kuharapkan.