Posts

Misteri Kebenaran

Jumat, 8 Februari 2013

Misteri Kebenaran

Baca: Yohanes 17:20-26

Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya. —Mazmur 116:15

Terkadang ketika Allah yang tidak terbatas menyampaikan isi pikiran-Nya kepada manusia yang terbatas, hasilnya adalah sebuah misteri. Contohnya terlihat pada salah satu ayat terkemuka dalam kitab Mazmur yang cenderung lebih menimbulkan pertanyaan dibandingkan jawaban: “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya” (116:15).

Saya sulit menerimanya dan tidak mengerti bagaimana hal itu dapat terjadi. Saya memandang segala sesuatu dengan mata duniawi, dan saya merasa sulit untuk melihat apa yang “berharga” dari peristiwa meninggalnya putri kami akibat kecelakaan mobil di usianya yang ke-17—atau ketika siapa pun di antara kita kehilangan orang-orang yang kita kasihi.

Namun kita mulai menguak misteri itu ketika memahami bahwa apa yang berharga di mata Tuhan tidaklah terbatas pada berkat-berkat duniawi. Ayat ini mengungkapkan cara pandang surgawi. Misalnya, saya memahami melalui Mazmur 139:16 bahwa kehadiran Melissa di surga telah dinantikan oleh Allah. Allah telah menanti kedatangan Melissa di surga, dan ini merupakan suatu hal yang berharga di mata Allah. Pikirkan juga tentang hal ini: Bayangkan sukacita Bapa ketika Dia menyambut anak-anak-Nya pulang dan melihat sukacita mereka yang terbesar ketika mereka akhirnya bertatap muka dengan Anak-Nya (lihat Yoh. 17:24).

Ketika kematian dialami para pengikut Kristus, Allah membuka tangan-Nya untuk menyambut mereka ke dalam hadirat-Nya. Bahkan di tengah lembah air mata, kita dapat melihat betapa berharganya hal itu di mata Allah. —JDB

Tuhan, ketika dukacita mencengkeram hati kami pada saat kami
memikirkan kematian kekasih kami, ingatkan kami akan sukacita
yang Kau rasakan ketika kekasih kami itu menikmati sukacita surga.
Kiranya hal itu memberi kami pengharapan dan penghiburan.

Terbenamnya matahari di suatu tempat berarti terbitnya matahari di tempat lain.

Siap Untuk Kemuliaan

Sabtu, 19 Januari 2013

Siap Untuk Kemuliaan

Baca: Filipi 1:12-23

Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya. —Mazmur 116:15

Pada tanggal 1 Maret 1981, seorang pengkhotbah dan ahli tafsir Alkitab bernama D. Martyn Lloyd-Jones terbaring di tempat tidur menantikan saat kematiannya. Dari tahun 1939-1968, ia melayani sebagai gembala bagi Westminster Chapel di London. Kini menjelang akhir hidupnya, ia telah kehilangan kemampuannya untuk berbicara. Dengan maksud supaya tidak lagi didoakan untuk kesembuhannya, Lloyd-Jones menulis pada secarik kertas: “Jangan menghalangiku untuk masuk ke dalam kemuliaan.”

Karena hidup ini begitu berharga, sulit bagi kita untuk merelakan kepergian orang yang kita kasihi ketika tiba waktunya bagi mereka untuk meninggalkan dunia ini dan berpulang ke surga. Akan tetapi Allah sudah menetapkan waktu kapan Dia hendak memanggil kita pulang. Mazmur 116:15 berkata, “Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya.”

Ketika Rasul Paulus merasa bahwa ajalnya sudah dekat, ia dihiburkan oleh apa yang menantinya di surga. “Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya” (2 Tim. 4:8).

Seberapa pun lamanya hidup orang Kristen, tujuan akhir mereka adalah “bersama-sama dengan Kristus—itu memang jauh lebih baik” (Flp. 1:23). Hal ini haruslah memberi kita keyakinan untuk menghadapi tantangan hidup dan juga penghiburan tatkala ada saudara seiman yang mendahului kita berpulang ke rumah kemuliaan yang sudah Kristus siapkan. —HDF

Kemuliaan surga sedang menanti
Semua yang percaya kepada Anak Allah;
Pencobaan hidup ini akan memudar
Saat kita bertemu Bapa Surgawi. —Sper

Harapan yang pasti akan surga merupakan sukacita terbesar di dalam hidup.

Jejak Air Mata

Rabu, 12 Desember 2012

Jejak Air Mata

Baca: Wahyu 21:1-7

Dan [Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka; dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, . . . —Wahyu 21:4

Salah satu peristiwa yang sangat memilukan dan tragis dalam sejarah Amerika Serikat adalah pemindahan paksa ribuan penduduk asli Amerika di awal abad ke-19. Suku-suku penduduk asli Amerika diusir dari tanah leluhur mereka, padahal mereka telah mengikat perjanjian dan berjuang bersama penduduk kulit putih yang sedang berkembang pesat. Pada musim dingin tahun 1838, ribuan warga suku Cherokee dipaksa menempuh perjalanan penuh penderitaan ke arah Barat sejauh 1.600 km yang dikenal sebagai The Trail of Tears (Jejak Air Mata). Ketidakadilan ini mengakibatkan kematian ribuan orang, dan banyak di antara mereka yang tak mempunyai pakaian, sepatu, ataupun perbekalan yang layak untuk perjalanan seberat itu.

Dunia terus dipenuhi dengan ketidakadilan, penderitaan dan sakit hati. Dan mungkin banyak yang kini merasa seolah mereka sedang meninggalkan jejak air mata—air mata yang mengalir tanpa ada yang peduli dan kesedihan yang tak terhiburkan. Akan tetapi, Tuhan melihat air mata kita dan menghibur hati kita yang letih (2 Kor. 1:3-5). Dia juga menyerukan adanya harapan akan hari esok yang bebas dari noda dosa atau ketidakadilan. Pada hari dan tempat itu, “Ia [Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi, tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why. 21:4).

Allah yang menawarkan kebebasan dari air mata di masa depan itulah satu-satunya Pribadi yang dapat sepenuhnya menghibur kesedihan kita sekarang. —WEC

Bapa yang Pengasih, terima kasih karena Engkau mempedulikan
sakit hati dan penderitaan kami. Terima kasih untuk janji akan
suatu keabadian tanpa air mata dan
suatu hidup yang kekal bersama-Mu. Amin.

Ketika Allah mengizinkan pencobaan, Dia juga menyediakan penghiburan.

Layak Diperjuangkan

Selasa, 14 Agustus 2012

Layak Diperjuangkan

Baca: Ibrani 11:8-16

Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. —Ibrani 11:16

Kami bertanya-tanya mengapa seorang teman kami sering sekali melakukan perjalanan ke Hobart, Tasmania. Belum lama ini, ia mengundang kami untuk bepergian ke sana. Dengan mengendarai mobil, kami meninggalkan bandara, melewati sebuah jembatan dan melalui kota dan pinggirannya. Tidak ada yang istimewa—tetapi kami terus melanjutkan perjalanan. Setelah melalui beberapa belokan tajam yang membawa kami menanjak perlahan ke atas perbukitan, yang kami lihat hanyalah garis pantai yang ada di bawah. Bukan pemandangan yang luar biasa.

Namun semakin kami menanjak dan akhirnya tiba di tempat tujuan, kami mulai melihat dengan jelas suatu pemandangan kota yang sangat luar biasa. Bahkan jembatan kusam yang kami lewati tadi terlihat begitu indah! Sekarang kami tahu mengapa teman kami sering bepergian ke sana.

Kehidupan para pejuang iman di Ibrani pasal 11 juga diwarnai dengan berbagai belokan tajam dan situasi yang menjemukan. Namun mereka berjalan terus dan tidak pernah menoleh ke belakang. Tujuan mereka? Surga, “kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah” (ay.10).

Esther Kerr Rusthoi menulis tentang perjalanan kita ke surga dalam himnenya yang berjudul When We See Christ (Saat Kita Bertemu Kristus):

Sungguh layak diperjuangkan, saat kita bertemu Yesus;
Cobaan hidup akan terlihat kecil saat kita bertemu Kristus;
Melihat wajah-Nya sekilas, segala kepedihan akan terhapus;
Jadi berjuanglah gagah berani, sampai kita bertemu Kristus!

Hari ini, baik ketika hidup kita tampak biasa saja atau justru penuh pergumulan, teruslah maju. Pada akhir perjalanan hidup, kita akan melihat tempat mengagumkan yang telah disiapkan Allah bagi kita. Dan semua itu sungguh layak diperjuangkan! —CPH

Sukacita surga lebih dari cukup untuk menggantikan beratnya pergumulan di dunia.

Full Time

Oleh Patrick Fuad

Baca: Yohanes 14:1-4

Di dalam dunia olahraga dikenal istilah “full time” atau “waktu berakhir”. Contohnya dalam sepakbola, ketika seorang wasit meniupkan peluit tanda full time itu telah tiba, maka semua pemain harus menaati wasit tersebut dan mengakhiri pertandingan apa pun hasilnya. Demikian juga dalam kehidupan, full time ini juga berlaku, namun yang meniupkan peluit tanda waktu telah berakhir bukanlah seorang wasit biasa, melainkan Tuhan.

Ketika Tuhan menetapkan bahwa waktu seseorang itu telah usai, maka tak ada seorang pun yang dapat menahan waktu itu tiba. Setiap orang pasti menemui kematian, tua ataupun muda. Kematian pasti akan datang di dalam kehidupan kita semua.

Akan tetapi, bagi orang yang ada di dalam Kristus, akhir hidupnya bukanlah akhir dari segalanya. Ayat Yohanes 14:1-4 mengandung sebuah pengharapan akan hidup kekal di dalam Kristus. Ketika seseorang telah percaya kepada Kristus, Allah telah menyiapkan sebuah tempat di mana kita akan hidup bersama dengan-Nya untuk selama-lamanya.

Dalam Yohanes 14:1, Tuhan Yesus berkata, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Dengan iman, kita memegang satu harapan yang pasti berupa jaminan hidup kekal. Jaminan itu kita terima karena Kristus yang telah mati dan hidup kembali itu menyediakan sebuah tempat untuk kita. Firman-Nya itu seharusnya memberikan kekuatan dan penghiburan kepada kita.

Perpisahan dengan seseorang yang kita kasihi mungkin menjadi sebuah kenyataan yang sulit untuk kita terima. Namun yakinlah, suatu hari nanti kita akan bertemu kembali dengannya di surga, untuk kemudian hidup bersama dengan Kristus selama-lamanya.

Soli Deo Gloria.

Tempat Yang Lebih Baik

Rabu, 6 Juni 2012

Tempat Yang Lebih Baik

Baca: Wahyu 21:4-11

Ia akan diam bersama-sama dengan mereka . . . dan Ia akan menjadi Allah mereka. —Wahyu 21:3

Ketika ayah mertuanya wafat, teman saya Marci berhenti membuat salad nanas yang menjadi makanan penutup kesukaan ayah mertuanya. Suatu hari, anak laki-lakinya bertanya mengapa ia tidak menghidangkannya lagi. Marci menjawab, “Salad itu mengingatkanku pada Papa. Aku jadi sedih karena Papa sangat menyukai makanan itu.” Anak laki-lakinya menjawab dengan nada ceria, “Opa pasti lebih menyukai surga!”

Pendapat anak kecil itu benar. Surga adalah tempat yang jauh lebih baik. Mengingat hal ini dapat membantu mengurangi kesedihan kita ketika hal-hal di dunia ini membangkitkan kembali kenangan akan saudara-saudara seiman terkasih yang telah mendahului kita. Sahabat dan keluarga kita yang telah ada di surga kini merasa lebih bahagia di sana karena:

  • Surga adalah rumah Allah. Para pengikut Allah akan menikmati kehadiran-Nya untuk selama-lamanya (Why. 21:3-4).
  • Surga itu nyaman dalam segala hal. Penghuni surga tidak akan pernah sakit atau berduka (21:4), lapar atau haus (7:16).
  • Surga adalah tempat yang indah. Sungai “yang jernih bagaikan kristal” akan mengalir dari takhta Allah (22:1), dan Allah sendiri yang akan menerangi surga itu (22:5).

Apakah hal-hal di dunia ini terkadang mengingatkan Anda akan saudara-saudara seiman yang telah berpulang ke alam baka? Jika demikian, biarlah kita dihibur oleh keyakinan bahwa sekarang mereka sedang menikmati surga—suatu tempat yang jauh lebih baik. —JBS

Jika Allah mencipta dunia begitu indahnya,
Namun penuh dengan dosa dan kematian
Betapa indahnya takkan tertandingi
Surga yang dihuni di kemudian hari! —Montgomery

Kesenangan duniawi tak sebanding dengan sukacita surgawi.

Perkumpulan

Senin, 28 Mei 2012

Perkumpulan

Baca: Wahyu 7:9-17

Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. —Wahyu 7:17

Selama melayani sebagai pembina rohani bagi YMCA di Mesir (1915–1917), Oswald Chambers telah mempengaruhi hidup banyak tentara yang tewas dalam Perang Dunia I. Pada tanggal 6 November 1916, Chambers menulis dalam buku hariannya: “Kami menerima surat dari seorang teman asal Selandia Baru bahwa Ted Strack telah terbunuh. Jadi, Ted Strack telah ‘pergi untuk tinggal bersama Yesus.’ Begitulah caranya ia mau dikenang . . . [Ted] adalah seorang pemuda saleh yang lugas dan murah hati, tak mengenal takut, dan menyenangkan. Bersyukur kepada Allah untuk setiap kenangan tentang dirinya . . . Jadi mereka dikumpulkan satu demi satu.”

Ketika berduka atas kematian seseorang yang kita kasihi, kita berpegang pada janji Yesus tentang kehidupan setelah kematian. Kitab Wahyu mencatat penglihatan Yohanes tentang sekumpulan besar orang dari segala bangsa, suku, kaum dan bahasa yang berdiri di hadapan takhta Allah di surga (7:9). Kebenaran yang tersirat dan melingkupi bagian Alkitab ini adalah bahwa ini merupakan suatu perjumpaan kembali yang penuh sukacita ketika “Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu akan menggembalakan [kita] dan akan menuntun [kita] ke mata air kehidupan” (ay.17).

Meninggalnya setiap orang percaya dalam Kristus merupakan gambaran tentang suatu hari kelak ketika kita akan berkumpul kembali bersama mereka dan Tuhan. Dalam kesedihan kita sekarang ini, kita memiliki pengharapan karena mengetahui bahwa “mereka dikumpulkan satu demi satu.” —DCM

Di balik malam kita berjumpa
Kawan seiman yang ditebus;
Di rumah Bapa tak lagi pisah,
Di balik malam kekal kudus. —Brock
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 284)

Perpisahan merupakan kodrat duniawi; perjumpaan kembali itu kodrat surgawi.

Tempat Khusus Untuk Anda

Kamis, 17 Mei 2012

Tempat Khusus Untuk Anda

Baca: Yohanes 13:36–14:4

Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. —Yohanes 14:3

Sepasang suami-istri mengajak bibi mereka yang sudah berusia lanjut untuk tinggal bersama. Namun mereka merasa khawatir jika sang bibi akan merasa tidak nyaman di rumah mereka. Jadi, mereka mengubah sebuah kamar di rumah mereka supaya persis sama seperti kamar tidur sang bibi di rumah yang ditinggalkannya. Ketika bibi mereka tiba, seluruh perabotan, hiasan dinding, dan barang-barang favoritnya ada di sana. Ia pun merasa disambut dengan luar biasa.

Dalam Yohanes 13:36–14:4, kita membaca bahwa dalam Perjamuan Terakhir, Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya dan berusaha menyiapkan mereka menyambut kematian-Nya. Ketika Petrus bertanya, “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Yesus menjawab, “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku” (13:36). Yesus masih berbicara langsung kepada Petrus (juga ditujukan untuk semua pengikut-Nya) ketika Dia berkata, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (14:2-3).

Surga adalah suatu kumpulan keluarga orang-orang percaya dari setiap suku dan bangsa, dan juga merupakan rumah Bapa kita. Di dalam rumah-Nya itu, Dia menyediakan tempat khusus untuk Anda.

Ketika kelak Anda tiba di surga dan Yesus membukakan pintu, Anda akan tahu bahwa Anda telah pulang ke rumah Anda. —DCM

Aku punya rumah di surga sana
Yang bebas dari dosa dan duka—
Tempat tinggal dengan kasih yang kekal
Dirancang dan dibuat untukku. —Bennett

Bagi orang Kristen, surga adalah kediaman sejati.

Meja Terpanjang Di Dunia

Kamis, 5 April 2012

Meja Terpanjang Di Dunia

Baca: Matius 26:26-30

Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku. —Matius 26:29

Pada Minggu, 18 Juli 2010, salah satu jalan raya tersibuk di Eropa diubah menjadi suatu arena yang disebut sebagian orang sebagai “meja terpanjang di dunia.” Pemerintah wilayah Ruhr di Jerman menutup sebagian dari A40 Autobahn sepanjang 60 KM sehingga orang-orang bisa berjalan dan bersepeda atau duduk di salah satu dari 20.000 meja yang diletakkan di badan jalan tersebut. Diperkirakan ada 2 juta orang yang datang untuk menikmati acara yang oleh penggagasnya diharapkan dapat mengumpulkan orang-orang dari berbagai budaya, generasi, dan bangsa.

Acara ini membuat saya terpikir tentang sebuah meja yang lebih megah di mana orang beriman akan berkumpul untuk ambil bagian dalam Perjamuan Tuhan. Melalui Perjamuan Kudus, kita mengingat kematian Yesus bagi kita sambil menantikan puncak sejarah yang terjadi pada kedatangan-Nya kembali.

Tepat sebelum Yesus disalibkan, Dia berbagi hidangan Paskah dengan murid-murid-Nya, dan berkata kepada mereka, “Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku” (Mat. 26:29).

Meja Perjamuan Tuhan menyatukan setiap orang “dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” (Why. 5:9) yang telah ditebus oleh Kristus dengan darah-Nya. Suatu hari nanti, dalam sebuah peristiwa reuni yang penuh sukacita, setiap jiwa yang menjadi milik Yesus akan duduk bersama dengan-Nya di hadapan suatu meja yang begitu besar dan megah, melebihi apa yang ada di acara Autobahn itu. Dengan penuh sukacita, kita menantikan saatnya ketika kita bersama mengambil bagian di meja tersebut! —DCM

Di sini kita berkumpul untuk mengingat,
Lewat roti yang dipecah-pecahkan,
Yesus, yang tubuhnya diserahkan untuk kita,
Kini menjadi Kepala jemaat yang hidup. —NN.

Kasih Kristus menciptakan kesatuan dari keberagaman.