Posts

SinemaKaMu: Silence—Siapkah Kamu Memikul Salib?

sinemakamu-silence-siapkah-kamu-memikul-salibnya

Oleh Denissa Krisfetson, Jakarta

Apa yang akan kita lakukan jika kita dihadapkan pada keadaan yang menguji iman kita? Untuk menjawab pertanyaan ini, aku ingin mengajakmu untuk berefleksi sejenak dari sebuah film berjudul “Silence” yang bercerita tentang dilema yang harus dihadapi oleh orang-orang Kristen di Jepang beberapa abad lalu.

Silence adalah sebuah film karya Martin Scorsese yang diangkat dari sebuah novel. Pada tahun 1966, Shusako Endo menuliskan sebuah novel yang bercerita tentang dua orang misionaris bernama Rodrigues dan Garupe yang harus menghadapi tantangan ketika mereka memutuskan untuk pergi ke Jepang.

Perjalanan mereka berdua ke Jepang bertujuan untuk mencari guru mereka, Ferreira, yang telah lama hilang semenjak kunjungannya ke Jepang. Bahkan ada kabar yang beredar bahwa Ferreira sudah menyangkal imannya sebagai seorang pengikut Yesus dan beralih kepercayaan terhadap dewa-dewa Jepang.

Untuk melancarkan misi perjalanan mencari Ferreira, mereka dipertemukan dengan seorang Kristen Jepang yang bernama Kichijiro. Awalnya Kichijiro tidak mau membantu mereka untuk menjalankan misi pencarian itu, tapi setelah susah payah diyakinkan akhirnya dia bersedia untuk membantu dan mereka pun pergi ke Jepang dengan cara menyelundup di sebuah kapal.

Pada masa itu, kekaisaran Jepang yang digerakkan oleh Keshogunan Tokugawa sangat menutup diri dari pengaruh dunia luar, termasuk dari kedatangan para misionaris. Kebijakan kekaisaran untuk menutup diri itu juga berdampak kepada orang-orang asli Jepang yang sebelumnya telah memeluk iman Kristen. Jika mereka tetap memegang teguh imannya kepada Yesus mereka akan disiksa perlahan sampai akhirnya mati.

Semua misionaris yang sebelumnya telah datang di tanah Jepang harus memilih untuk menyangkal iman mereka atau dibunuh. Akibatnya, orang-orang Jepang yang telah menjadi Kristen tidak lagi memiliki pemimpin rohani. Ketika Rodrigues dan Garupe tiba di Jepang, mereka disambut begitu hangat oleh orang-orang Kristen yang telah menanti-nantikan pemimpin rohani.

Sambil melayani kebutuhan rohani orang-orang Kristen Jepang, Rodrigues dan Garupe juga berusaha mencari informasi tentang keberadaan Ferreira.

Setelah beberapa waktu berlalu, pihak kekaisaran berhasil menemukan keberadaan mereka berdua dan juga orang-orang Kristen Jepang lainnya. Mereka kemudian memaksa orang-orang Kristen di desa untuk menyangkal Yesus dan juga dianiaya. Rodrigues dan Garupe harus melarikan diri dan berpencar supaya tetap dapat melayani orang-orang Kristen yang masih bertahan.

Tapi, pelarian mereka tidak bertahan lama karena pihak kekaisaran Jepang berhasil menangkap mereka dan mereka pun dipaksa untuk menyangkal Yesus. Mereka berdua menghadapi dilema yang sangat berat, mereka takut kalau penolakan mereka untuk menyangkal Yesus akan menyebabkan orang-orang Kristen Jepang semakin dianiaya.

Setelah pergumulan dan penganiayaan yang sangat panjang, Garupe akhirnya meninggal dunia dan meninggalkan Rodrigues seorang diri. Rodrigues pun dipenjara dan selama itu ia harus melihat orang-orang Kristen yang ditangkap, disiksa lalu dibunuh dengan sadis.

Pada puncaknya, akhirnya ia dipertemukan dengan Ferreira, guru yang selama itu dia cari. Namun pertemuan ini membuat dia sangat terkejut dan hatinya hancur. Ferreira telah menyangkal Yesus dan mengubah namanya dengan nama Jepang. Bahkan dia juga telah menikah dan mempunyai anak serta menjadi pendeta dewa-dewa.

Meskipun hatinya sangat hancur, Rodrigues masih menolak untuk menyangkal Yesus. Akibat keputusannya itu maka lebih banyak orang-orang Kristen Jepang yang dianiaya dengan sadis dan Rodrigues harus menyaksikan itu semua.

Pada akhirnya, Rodrigues menyerah dan memilih untuk menyangkal Yesus. Kemudian dia bergabung dengan Ferreira dan melakukan ritual penyembahan kepada dewa-dewa Jepang. Akhir film ini ditutup dengan adegan ketika Rodrigues meninggal dan memegang salib dalam peti jenazahnya.

Dari kisah ini, ada satu pertanyaan menarik yang bisa kita tanyakan dan renungkan kepada diri kita sendiri. Ketika datang pencobaan bahkan penganiayaan, apa yang akan kita lakukan? Maukah kita tetap setia kepada Yesus?

Mungkin di masa sekarang ini tantangan iman yang kita hadapi tidak selalu berupa penganiayaan fisik. Ada banyak hal yang menggoda dan “memaksa” kita untuk menyangkal iman kepada Yesus. Apakah itu kecanduan kita pada obat-obatan terlarang, pornografi, uang, bahkan hingga ketergantungan pada smart phone.

Tuhan Yesus berkata dalam Matius 16:24, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku.”

Ketika kita memutuskan untuk menjadi pengikut Tuhan Yesus, itu berarti kita siap memikul salib-Nya. Memikul salib itu berarti melepaskan segala kenyamanan dan keterikatan kita dengan dosa.

Maukah kita tetap mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan kita dan memberikan seluruh hidup kita kepada-Nya?

Baca Juga:

Tuhan Yesus, Terima Kasih untuk Tragedi Ini

Tak lama setelah aku memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus, ayahku dipanggil pulang ke surga. Ibu harus bekerja mengadu nasib ke luar negeri untuk menopang kehidupan keluarga, sementara itu adikku pun terjerat dalam narkoba. Tapi, itu semua bukanlah akhir, melainkan permulaan dari rencana Tuhan yang indah pada waktunya.

SinemaKaMu: Cinderella, Benarkah Keajaiban Itu Ada?

Oleh: Lisa Jong, China
(artikel asli ditulis dalam bahasa Mandarin: 有美德的地方就有奇迹——《灰姑娘》观后感)

SinemaKaMu-Cinderella

Sebuah cerita lama yang selalu disukai, berkali-kali dikemas untuk penonton yang berbeda. Ya, Cinderella kembali merebut perhatian banyak orang, kali ini dengan sentuhan baru dari studio Disney. Aku sangat senang ketika tahu film ini akan tayang, karena aku sendiri adalah penggemar berat dongeng tentang para peri. Tanpa membuang waktu, aku segera memesan tiket bioskop untuk menontonnya. Tidak sabar rasanya melihat Cinderella dengan gaun dan sepatu kacanya! Aku juga penasaran ingin melihat bagaimana ibu tiri dan kedua saudara tiri Cinderella akan mendapat ganjaran atas perbuatan mereka di akhir cerita.

Sekalipun sebagian besar alur film ini sama dengan dongeng aslinya, tema yang ditonjolkan kali ini agak berbeda. Keajaiban yang dibuat ibu peri tetap dihadirkan, memunculkan kereta labu dan sepatu kaca yang pada akhirnya membawa sang pangeran bertemu dengan gadis yang tepat, Ella. Tetapi, ada penekanan-penekanan khusus yang diberikan di sepanjang cerita, misalnya potongan kalimat: “milikilah keberanian dan kemurahan hati”, “di mana ada kemurahan hati, di situ ada kebaikan”, “di mana ada kebaikan, di situ ada keajaiban”. Selain itu ditegaskan bahwa yang menarik hati sang pangeran bukanlah gaun baru atau sepatu kaca Ella, tetapi keberanian dan kemurahan hatinya.

Jika kamu pernah diperlakukan tidak adil dan direndahkan seperti Ella, atau diremehkan saat kamu menunjukkan keberanian dan kemurahan hati, mungkin kamu sangat mendambakan cerita seperti Cinderella ini menjadi kenyataan. Melihat Ella yang tampak begitu mempesona di dalam balutan gaunnya yang indah, akan menghangatkan hatimu. Melihatnya menarik perhatian banyak orang di tengah pesta, terutama perhatian sang pangeran, akan menyemangati jiwamu. Bukankah setiap kita pada titik tertentu dalam hidup kita pernah berharap bahwa keajaiban yang sama juga bisa terjadi dalam hidup kita? Bukankah akan luar biasa jika ada seorang pangeran yang dapat membebaskan kita dari segala derita, rasa malu, dan putus asa dalam hidup ini?

Tahukah kamu bahwa sekalipun keajaiban ala Cinderella itu tidak nyata, sosok pangeran—atau Raja, lebih tepatnya—itu benar-benar ada. Pangeran itu, Yesus Kristus, adalah Pemilik langit dan bumi, dan Dia datang ke dunia ini untuk mencari kita (tanpa perlu mengecek ukuran sepatu kita). Dia bahkan rela menderita untuk menggantikan kita. Dia menanggung hukuman maut yang seharusnya ditimpakan kepada kita (Yesaya 53:4) sebagai ganjaran terhadap dosa yang dilakukan oleh manusia pertama, Adam, yang membuat kita semua menjadi budak dosa. Yesus membayar harga untuk memerdekakan kita dari perbudakan dosa dengan darah-Nya, dengan hidup-Nya (Roma 6:23). Lebih hebat lagi, Dia mengenakan pakaian yang baru untuk kita, yang membuat kita dapat kembali serupa dengan Dia—bukan hanya keberanian dan kemurahan hati seperti yang dikenakan Ella, tetapi juga kekudusan, kebenaran, kelemahlembutan, dan kerendahan hati (Roma 13:14). Dia menjadikan kita sebagai mempelai-Nya, ikut memerintah di dalam kerajaan-Nya yang kekal, mengangkat kita sebagai anak-anak Allah dan ahli waris dari janji-janji-Nya (Galatia 4:7).

Kedatangan Yesus memberitahu kita bahwa kita tidak perlu lagi menjadi budak dari “ibu tiri” dosa. Kita diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, yang telah datang dalam rupa manusia untuk membebaskan kita dari belenggu dosa. Dia mengundang kita untuk menjadi mempelai-Nya dan masuk dalam kerajaan-Nya. Aku telah menerima undangan-Nya beberapa tahun silam, dan sejak saat itu, aku menanti-nantikan tibanya hari istimewa, saat aku, seperti Cinderella, akhirnya dapat mengenakan gaun putih dan tinggal bersama Sang Pangeran, Sang Anak Domba, selamanya (Wahyu 19:7-9)

Bersediakah kamu juga menerima undangan-Nya?

 
Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. (Yohanes 1:12-13)