Posts

Pertobatan

Jumat, 25 Mei 2012

Pertobatan

Baca: 2 Korintus 12:14-21

Karena itu aku suka mengorbankan milikku, bahkan mengorbankan diriku untuk kamu. —2 Korintus 12:15

Sebelum saya dan suami mengadakan perjalanan, kami pergi ke bank dan menukarkan uang dolar Amerika Serikat dengan mata uang dari negara yang akan kami kunjungi. Kami melakukannya supaya dapat membayar segala pengeluaran ketika kami jauh dari rumah.

Ketika kita menjadi orang Kristen, suatu perubahan yang lain terjadi. Hidup kita seperti mata uang yang kita tukarkan. Kita menukar hidup kita yang lama dengan hidup yang baru supaya kita dapat “menggunakan” hidup kita untuk suatu kerajaan yang berbeda. Alih-alih menggunakan hidup kita untuk memajukan kepentingan duniawi, kita dapat mulai menggunakan hidup kita demi kepentingan Kristus.

Rasul Paulus adalah teladan yang baik dari perubahan ini. Setelah mengalami pertobatan yang dramatis dalam perjalanannya ke Damaskus (Kis. 9), ia mulai menggunakan hidupnya pada jalan yang jauh berbeda. Alih-alih mengejar orang Kristen untuk dipenjarakan dan dibunuh, Paulus mulai mencari orang-orang non-Kristen untuk mempertobatkan mereka. Kemudian ia menggunakan seluruh hidupnya demi kepentingan mereka. Ia menulis kepada jemaat di Korintus, “Aku suka mengorbankan milikku, bahkan mengorbankan diriku untuk kamu” (2 Kor. 12:15). Semua hal yang dilakukannya adalah untuk membangun iman anak-anak rohaninya (ay.14,19).

Pertobatan lebih dari sekadar mengubah tujuan akhir hidup kita. Pertobatan berarti mengubah cara kita menjalani hidup kita hari demi hari. —JAL

Tuhan, tolong aku menjalani hidupku untuk sesuatu yang kekal,
bukan untuk hal-hal yang kelak akan lenyap.
Aku menyerahkan hidupku kepada-Mu agar bisa kugunakan
dan digunakan demi sesama dan kehendak-Mu. Amin.

Pertobatan hanya perlu waktu sesaat—perubahan perlu waktu seumur hidup.

Pekerja Malam

Senin, 21 Mei 2012

Pekerja Malam

Baca: Kolose 3:22-25

Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan. —Kolose 3:22

Pekerjaan pertama Pat adalah sebagai pekerja malam di suatu toko bahan makanan. Setelah toko tutup, Pat dan para pekerja lainnya harus mengisi kembali bahan-bahan makanan ke rak yang ada. Atasan Pat memerintahkan mereka untuk selalu mengatur kaleng sup dengan label menghadap ke depan supaya mudah dibaca. Namun lebih dari itu, sang atasan berkata, “Pastikan labelnya menghadap ke depan—sampai kaleng pada tiga baris ke belakang.” Suatu malam ketika Pat sedang menyusun isi rak, rekan-rekan kerjanya berkata, “Buat saja yang menghadap depan cuma kaleng yang terdepan. Lagipula, siapa sih yang akan memperhatikan?”

Inilah waktunya bagi Pat yang masih remaja untuk membuat keputusan. Haruskah ia menaati perintah atasannya itu, atau melakukan saja apa yang mudah?

Kita semua pernah berada dalam situasi yang serupa ketika kita harus membuat keputusan. Rasul Paulus mendorong saudara-saudara seimannya untuk taat bahkan ketika tidak ada orang yang melihat: “Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan” (Kol. 3:22).

Melakukan hal yang benar seharusnya tidak tergantung dari apakah atasan kita mengawasi atau ada orang lain yang melihat kita. Bersikap taat bukanlah sesuatu yang mudah atau menyenangkan. Namun itu adalah hal yang benar.

Ingat, “jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak. 4:17). —CHK

Tuhan, tolong aku untuk ikut Yesus,
Menatati perintah-Nya hari lepas hari,
Menjadi murid-Nya yang setia
Menyenangkan-Nya dalam segala hal. —Fitzhugh

Karakter kita dinilai dari perilaku kita ketika tidak ada orang lain yang melihat.

Membangun Hidup Yang Berarti

Rabu, 9 Mei 2012

Membangun Hidup Yang Berarti

Baca: 1 Korintus 3:9-17

Aku . . . telah meletakkan dasar, . . . Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. —1 Korintus 3:10

Cucu-cucu saya suka sekali bermain Lego. Balok-balok kecil berwarna-warni itu memikat imajinasi mereka untuk membangun benteng, pesawat udara, rumah, atau apa pun sesuai petunjuk yang tersedia.

Setelah menghamburkan semua isi kotak ke lantai, mereka mulai merangkai balok-balok itu satu per satu. Namun tidak lama kemudian, mereka berpikir bahwa mereka tidak perlu lagi melihat petunjuknya. Akhirnya hal ini membawa mereka ke suatu titik dimana mereka menyadari bahwa membangun hanya dengan menuruti insting mereka sendiri akan membuat hasil akhirnya tidak bagus. Lalu, mereka membongkar balok demi balok dan memulai lagi dari awal—tetapi kali ini mereka menyadari betapa pentingnya petunjuk yang disediakan.

Apakah Anda perlu membongkar balok-balok kehidupan Anda dan merangkainya kembali sesuai dengan petunjuk Allah? Jika Anda memiliki Yesus Kristus sebagai dasar, mulailah mengikuti petunjuk-Nya untuk kehidupan. Paulus menulis, “Tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun” di atas dasar (1 Kor. 3:10-11). Apa saja petunjuk yang harus diikuti? Menganggap orang lain lebih utama daripada diri Anda sendiri dengan rela melayani mereka (Flp. 2:3-4), dengan murah hati memberi bagi orang-orang yang membutuhkan (Yak. 2:14-17), menanggapi dengan kasih setiap orang yang melanggar Anda (Rm. 12:14-21). Ini baru sedikit dari seluruh balok yang Allah inginkan supaya Anda rangkai guna membangun suatu kehidupan yang layak untuk menjadi bait-Nya (1 Kor. 3:16). —JMS

Karena anugerah dan pengampunan yang telah Engkau
tunjukkan kepadaku, Tuhan, aku ingin menjalani hidup yang layak
untuk mengenal-Mu. Tolong aku untuk mengikuti rencana-Mu
yang telah Engkau cantumkan dalam Kitab Suci-Mu. Amin.

Alkitab adalah petunjuk kehidupan bagi orang Kristen.

Seperti Yang Allah Kehendaki

Selasa, 1 Mei 2012

Seperti Yang Allah Kehendaki

Baca: Roma 12:1-2,9-18

Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup. —Roma 12:1

Jadilah seperti yang Allah kehendaki dan engkau akan menggerakkan dunia.” Dengan mengutip perkataan St. Catherine dari Siena ini, sang Uskup London pun mengawali khotbah yang disampaikannya kepada Pangeran William dan Kate Middleton pada pernikahan mereka di Westminster Abbey. Banyak orang yang menonton TV sangat tersentuh ketika sang uskup meneguhkan keputusan pasangan ini “untuk menikah di hadapan Allah yang baik, yang begitu mengasihi dunia sehingga Dia memberikan diri-Nya bagi kita dalam pribadi Yesus Kristus.” Lalu ia mendorong pasangan tersebut untuk mengejar suatu kasih yang berpusat pada kepentingan orang lain.

Dari Roma 12, saudara laki-laki sang mempelai wanita membacakan: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (ay.1-2).

Pernikahan kerajaan ini mengingatkan kita semua, baik yang lajang atau menikah, tentang dua kebenaran besar: (1) besarnya kasih Allah bagi kita yang dinyatakan-Nya dalam pengorbanan Yesus dan (2) kerinduan Allah supaya kita mengalami sukacita dan perubahan terbesar dari hidup ini dalam hal relasi kita dengan-Nya. Bukankah kedua hal itu adalah kunci bagi kita untuk menjadi seperti yang Allah kehendaki? —DCM

Meski aku mungkin tak memahami
Jalan yang Engkau siapkan bagiku,
Aku berserah penuh pada kehendak-Mu—
Tuhan, inilah doaku kepada-Mu. —Sherbert

Kita menjadi seperti yang Allah kehendaki dengan jalan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada-Nya.

Menjadi Yang Sejati

Selasa, 27 Maret 2012

Baca: 1 Yohanes 2:3-11

Barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. —1 Yohanes 2:5

Jemaat gereja di Naperville, Illinois, Amerika Serikat, mengalami kegembiraan yang meluap-luap ketika menyambut hadirnya lonceng baru di menara yang terletak di atas tempat ibadah mereka. Ketika gereja ini dibangun bertahun-tahun sebelumnya, mereka tak memiliki cukup dana untuk membeli lonceng. Namun, pada ulang tahun gereja yang ke-25, gereja ini mampu menggalang dana untuk membeli dan memasang tiga buah lonceng di tempatnya yang kosong. Meski ketiga lonceng itu tampak mengesankan, masih ada masalah: jemaat tak akan pernah mendengar ketiga lonceng itu berdentang. Meski terlihat nyata, sesungguhnya lonceng-lonceng itu palsu.

Rasul Yohanes menulis surat pertamanya untuk menguatkan orang-orang percaya supaya tidak hanya terlihat seperti orang Kristen sejati, tetapi supaya membuktikan kesejatian itu melalui cara hidup mereka. Bukti bahwa seseorang memiliki iman sejati tidaklah dilihat dari sejumlah pengalaman mistis bersama Allah. Bukti bahwa seseorang benar-benar mengenal dan mengasihi Allah dapat dilihat dari penyerahan dirinya pada kuasa Allah dan firman-Nya. Yohanes menuliskan, “Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1 Yoh. 2:5-6).

Jika kita mengaku bahwa kita telah diubah oleh Injil dan kita mengenal serta mengasihi Allah, kita harus membuktikannya melalui ketaatan kita pada firman-Nya. —MLW

Jangan hanya mendengarkan firman Allah
Lalu mengabaikan apa yang telah kau dengar;
Tetapi taatilah kehendak Allah bagimu—
Jadilah seorang pelaku firman. —Sper

Ketaatan kepada Allah merupakan perwujudan kasih kita kepada-Nya.

Biografi Anda

Rabu, 21 Maret 2012

Baca: Yohanes 1:1-14

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita. —Yohanes 1:14

Ketika sedang mencari cara yang menarik untuk memberikan pengarahan kepada para mahasiswa di kelas menulis tentang konsep menulis suatu sketsa biografi, saya menemukan gagasan ini: Tulislah biografi dalam enam kata. Ketika diminta menuliskannya, pemenang Pulitzer Prize, Ernest Hemingway, menuliskan biografi yang menyentuh ini: “Dijual: sepatu bayi, belum pernah dipakai.” Bayangkan kisah sedih dibalik enam kata tersebut.

Ketika memikirkan tentang konsep ini, saya bertanya-tanya apakah kita dapat menemukan biografi dalam enam kata dari para tokoh di Alkitab. Yang saya temukan sangatlah menakjubkan. Banyak dari pahlawan dalam Kitab Suci memang telah digambarkan dengan cara tersebut. Sebagai contoh, Daud yang disebut Allah sebagai: “Seorang yang berkenan di hati TUHAN” (1 Sam. 13:14; Kis. 13:22). Atau gambaran diri Paulus: “Rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah” (Ef. 1:1). Atau penggambaran Paulus tentang Timotius: “Anakku yang sah di dalam iman” (1 Tim. 1:2). Dan perhatikan kata-kata tentang Maria: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung” (Mat. 1:23). Dan tentang Yesus: “Menjadi manusia, diam di antara kita” (Yoh. 1:14).

Usaha memberikan deskripsi yang tepat tentang tokoh-tokoh iman ini seharusnya mengusik keingintahuan kita: Apakah enam kata yang tepat untuk menggambarkan diri saya? Apakah deskripsi itu positif atau negatif? Apakah kita digambarkan sebagai “Bukan orang yang mudah untuk dikasihi” atau “Cahaya yang bersinar terang bagi Tuhan”? Apakah yang akan dikatakan biografi Anda? —JDB

Tuhan, tolongku untuk menjadi seperti yang Kau kehendaki
Dalam sifat, perbuatan, dan kehendakku,
Karena Kaulah penjunan, dan aku tanah liat—
Segala maksud-Mu akan kupenuhi. —Fitzhugh

Dulu terhilang, sekarang kembali. Selamanya bersyukur!